Blockchain Cegah Korban Nyawa Wabah Narkoba Opioid

Sejumlah startup dan perusahaan besar lainnya mulai menguji coba kapabilitas blockchain untuk meredam krisis kesehatan publik, termasuk wabah narkoba opioid yang melanda Amerika Serikat (AS), seperti dilansir dari Bitcoinist.com.

Kripto dipandang sebelah mata oleh beberapa tokoh penegak hukum di AS, yang melihat Bitcoin sebagai kambing hitam terkait wabah opioid yang terjadi, terutama heroin dan fentanyl. Situs pasar gelap Silk Road yang dulu tersohor dengan penjualan narkoba, menerima Bitcoin untuk transaksi jual-beli. Hal ini membuat Bitcoin diawasi oleh penegak hukum setelah pihak berwenang menyegel situs tersebut dan memenjarakan Ross Ulbricht (yang memiliki nama samaran Dread Pirate Roberts), pria 24 tahun asal Amerika yang mengoperasikan Silk Road.

Pada bulan Mei, pihak berwenang menangkap Aaron Shamo, seorang milyuner Bitcoin yang dituduh menjual fentanyl secara ilegal melalui pasar gelap. Polisi berkata bahwa Shamo menerima Bitcoin sebagai bentuk pembayaran dan menemukan lebih dari 500 koin virtual di rumahnya.

Pada saat yang sama, banyak pejabat penegak hukum menuduh Bitcoin mendorong krisis opioid karena digunakan sebagai alat tukar untuk membeli narkoba berbahaya dari negara-negara seperti Tiongkok.

Beberapa pejabat pemerintah AS, seperti Jaksa Agung Jeff Sessions, mendesak dibuatnya undang-undang anti pencucian uang yang mengambil tindakan keras terhadap mata uang virtual untuk membantu pihaknya menangkap oknum-oknum yang menjual zat berbahaya secara daring.

Namun, riset menunjukkan kurang dari 1% keseluruhan transaksi Bitcoin digunakan untuk aktifitas kriminal. Saat ini justru semakin banyak perusahaan yang melirik blockchain untuk meredakan wabah opioid.

IBM telah menjalin kerjasama dengan Centers for Disease Control (CDC) di AS untuk membangun proyek data yang bisa memutar balik krisis opioid.

CDC bersama IBM membangun sistem pengawasan berbasis blockchain untuk membantu rumah sakit dan dokter-dokter mendapatkan informasi tentang resep obat. Proyek ini bertujuan mendapatkan data tentang karakteristik pasien yang berobat, sekaligus memahami perilaku pemberian resep antibiotik dan opioid.

Pada bulan April, Bloomberg melaporkan mengenai usaha Intel dan beberapa perusahaan kesehatan mengembangkan sebuah sistem berbasis blockchain untuk melacak dimana dan bagaimana zat narkotika bocor dari rantai pasokan.

Pengawasan penderita kecanduan yang mengunjungi banyak doktor untuk mendapatkan resep akan lebih gampang dengan melacak zat narkotika dan obat-obat dari pabrik hingga tujuan akhirnya.

Menurut David Houlding, Direktur Privasi, dan Keamanan Intel, sistem ini bisa mengurangi epidemik opioid secara drastis. Ia berkata bahwa tujuan akhir dari sistemnya adalah agar semua perusahaan dan pemasok obat-obatan terdaftar pada blockchain, sehingga pihak regulator bisa memberikan pengawasan.

Saat ini, pelacakan resep obat merupakan tanggung jawab program pengawasan di tingkat negara bagian. Tetapi banyak orang yang mengakalinya dengan bepergian ke negara bagian lain untuk mendapatkan pil-pil narkotika.

Potensi koordinasi informasi ini telah menarik perhatian Food and Drugs Administration (FDA), yang juga menunjukkan minat terhadap blockchain untuk pencatatan dan pembagian data medis.

Sebuah sistem berbasis blockchain yang membuka akses terhadap data perilaku pemberian resep obat akan memberikan wawasan kepada FDA tentang bagaimana opioid menyebar di masyarakat. Data ini kemudian dapat digunakan untuk melakukan tindakan pencegahan yang sesuai, sehingga bisa mencegah korban nyawa krisis opioid. [ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait