6 Alasan Aset Kripto Belum Memasyarakat

Sudah 10 tahun lamanya pasar aset kripto bergelora sejak hadirnya Bitcoin pada tahun 2009. Aset kripto memang menawarkan berbagai keunggulan seperti kemandirian data, privasi dan kecepatan transaksi, biaya transaksi yang rendah serta keamanan yang mumpuni. Kendati peraturan yang sesuai dan menyeluruh belum ada, popularitas aset kripto tak dapat disangkal.

Di balik segala keunggulan itu, penggunaan aset kripto secara praktis dan massal belumlah tercapai, jikalau dibandingkan dengan pasar saham, valas ataupun obligasi. BitCasino, sebuah kasino Bitcoin yang berlisensi, menyebut ada beberapa penyebabnya. Ini katanya melalui surat elektronik yang diterima Redaksi, kemarin (27/09).

Pertama, ada volatilitas harga. Aset kripto bersifat sangat spekulatif dan harganya “tidak stabil” dalam rentang waktu sangat pendek, sehingga mematok harga barang dan jasa berdasarkan nilai kripto tentu tidaklah mudah. Memang ada kurs pertukaran yang bisa dirujuk, tetapi banyak usaha melihat hal tersebut merepotkan.

Kedua, sebagian besar pegiat kripto tertarik sebatas untuk spekulasi. Ada peluang untuk meraih cuan yang luar biasa di pasar kripto dan belum ada kegunaan praktis yang besar. Kendati demikian, ada penggunaan aset kripto yang penting di negara-negara seperti Venezuela yang memakai kripto yang diklaim untuk melawan inflasi.

Ketiga, masyarakat awam masih terbiasa memakai uang fiat seperti dolar AS ataupun rupiah. Masyarakat cenderung sulit berubah, dan saat ini masih terbiasa dengan sistem keuangan tradisional yang melibatkan bank sentral, uang tunai, transfer elektronik dan layanan keuangan lain. Mengubah paradigma bentuk dan nilai uang akan butuh waktu yang lama, serupa dengan kali pertama masyarakat tersentuh kartu debit atau kartu kredit.

Keempat, Internet masih terbatas di banyak negara. Kendati Internet semakin meluas dalam tahun-tahun terakhir, masih banyak pekerjaan yang perlu dirampungkan. Di banyak negara, baru sedikit orang yang memiliki akses Internet langsung dari ponsel. Hal ini menjadi penghambat untuk bertansaksi dengan aset kripto. Kendati ada sejumlah pengembang yang memungkinkan transaksi tanpa Internet, tetapi penyelesaian akhir (final setllement) transaksi tetap memerlukan koneksi Internet.

Kelima, penggunaan ponsel pintar belum terlalu familiar bagi sebagian orang. Di negara-negara berkembang, masih banyak masyarakat yang belum memakai ponsel pintar, masih ponsel jadul. Kendati sudah ada dompet aset kripto yang mudah digunakan, masih banyak orang yang lebih menyukai uang konvensional.

Keenam, hanya sedikit proyek kripto yang fokus terhadap kegunaan massal. Melalui whitepaper beragam proyek kripto, memang tertulis ada niat untuk mengembangkannya untuk  manfaat sehari-hari. Tetapi setelah diteliti lebih dalam, ada kecenderungan proyek-proyek kripto masuk ke dalam perangkap pasar spekulasi tinggi dan terlibat “permainan” harga. Kendati demikian, ada sejumlah proyek yang sedang berusaha untuk mencapai adopsi masal, tetapi perlu waktu. [ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait