9 Penyebab Harga Bitcoin Kian Tergerus

Ecoinometrics mengungkapkan sejumlah penyebab harga Bitcoin terus tergerus selama beberapa pekan terakhir. Salah satunya adalah faktor kebijakan Tarif Trump. Apa faktor lainnya?

Artikel ini merangkum analisis dari Ecoinometrics yang diterbitkan pada 4 April 2025 lalu. Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tekanan pasar saham, terdapat sembilan faktor utama yang saat ini menekan harga Bitcoin. Kombinasi antara kondisi teknikal, kebijakan moneter, dan sentimen pasar membentuk lingkungan yang kurang bersahabat bagi aset digital ini.

1. Korelasi Tinggi dengan Nasdaq

Ecoinometrics menilai salah satu tekanan terbesar datang dari korelasi tinggi antara Bitcoin dan indeks saham teknologi Nasdaq 100. Meski sering dianggap sebagai aset alternatif, perilaku Bitcoin cenderung menyerupai aset berisiko yang bergerak mengikuti saham teknologi.

“Dalam 30 hari terakhir, Nasdaq mengalami penurunan tajam—salah satu yang terburuk dalam lima tahun—dan harga Bitcoin pun ikut tertekan. Koreksi seperti ini sebelumnya hanya terlihat pada saat krisis COVID-19 dan pasar bearish 2022,” tulisnya.

korelasi harga bitcoin dan Nasdaq secara historis
Korelasi harga Bitcoin dan Nasdaq secara historis.
Dinamika harga Bitcoin dan kelas aset lainnya
Dinamika harga Bitcoin dan kelas aset lainnya.

2. Bitcoin BelumSafe Haven seperti Emas

Fenomena ini menunjukkan bahwa Bitcoin belum mampu berfungsi seperti emas dalam menghadapi kondisi pasar yang bergejolak. Maret lalu adalah contoh pasar dengan karakter risk-off, di mana investor mengalihkan dana ke aset aman. Emas mencatat kinerja kuat di atas rata-rata bulanan dan bahwa terus menembus rekor baru, sementara Bitcoin justru melemah. Hal ini memperkuat pandangan bahwa Bitcoin belum dianggap sebagai aset pelindung nilai sejati, sehingga strategi alokasi portofolio pun harus disesuaikan.

Emas Melesat, Apakah Bitcoin Bakal Mengikutinya?

3. Ketegangan Geopolitik dan Tarif AS

Situasi harga Bitcoin ini diperburuk oleh meningkatnya ketegangan geopolitik dan kebijakan tarif dari Amerika Serikat, terutama setelah Donald Trump kembali menyerukan penerapan tarif impor. Ketegangan dagang ini memicu kekhawatiran pasar terhadap inflasi global. Harga komoditas seperti tembaga melonjak akibat ketakutan akan lonjakan biaya impor. Sentimen negatif ini turut menekan seluruh kelas aset berisiko, termasuk Bitcoin.

Kebijakan Tarif Impor Guncang Pasar Keuangan Global, Tak Terkecuali Bitcoin

4. Krisis Likuiditas Bayangi Bitcoin

Ecoinometrics  juga menilai jika tekanan di pasar saham terus berlanjut dan berkembang menjadi krisis likuiditas, Bitcoin berpotensi mengalami penurunan lebih tajam. Dalam kondisi likuiditas yang ketat, investor biasanya melepas aset berisiko untuk mengakses uang tunai.

“Bitcoin, yang masih dikategorikan sebagai aset berisiko, tidak akan luput dari gelombang pelepasan tersebut, terutama jika tekanan meningkat secara global,” sebut Ecoinometrics.

harga Bitcoin tergerus 30 persen dari rekor
Harga Bitcoin tergerus lebih dari 30 persen dari rekor tertingginya, US$109 ribu. Sumber: TradingView.

5. ETF Jadi Penopang Harga

Meski demikian, harga Bitcoin masih mendapat dukungan dari aliran dana ETF yang relatif stabil. Arus masuk dan keluar yang seimbang dari ETF Bitcoin dalam beberapa pekan terakhir telah membantu menjaga harga di kisaran US$70.000. Selama tidak terjadi arus keluar besar-besaran, level harga ini dinilai masih dapat bertahan dalam jangka pendek berdasarkan model teknikal pasar.

Bitcoin Tertekan, 10X Research: Koreksi Belum Usai

6. Inflasi Inti Tetap Tinggi 

Inflasi inti di Amerika Serikat tetap berada di level tinggi dan belum menunjukkan tren penurunan yang konsisten. Hal ini menjadi kendala besar bagi The Federal Reserve untuk mulai melonggarkan kebijakan moneternya.

“Meskipun ada sedikit pelonggaran pada data PCE bulan lalu, hal itu belum cukup membentuk pola penurunan yang meyakinkan. Komponen jasa yang berhubungan dengan upah masih menunjukkan tekanan signifikan,” imbuhnya.

7. The Fed Terjebak dalam Dilema

Federal Reserve menghadapi situasi sulit. Di satu sisi, bank sentral ingin memangkas suku bunga dan menghentikan pengurangan neraca untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, inflasi belum sepenuhnya terkendali. Target inflasi tetap 2 persen, dan kebijakan tarif yang kembali digaungkan berisiko mendorong inflasi lebih tinggi. Ketua The Fed, Jerome Powell, pada 4 April 2025 menyatakan bahwa kebijakan tarif dapat meningkatkan tekanan inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

8. Pemangkasan Suku Bunga Terbatas

Meskipun pasar mulai mengantisipasi pemangkasan suku bunga pada paruh kedua 2025, ruang untuk manuver The Fed sangat terbatas. Proyeksi inflasi dari Trading Economics menunjukkan bahwa CPI Amerika Serikat kemungkinan tetap di atas target hingga akhir tahun. Selama inflasi tidak menunjukkan penurunan yang jelas, langkah pelonggaran akan dilakukan secara hati-hati, sehingga dukungan moneter terhadap harga Bitcoin tetap minim.

Prediksi inflasi AS hingga Maret 2026 sebagai salah satu acuan analisis harga Bitcoin.
Prediksi inflasi AS hingga Maret 2026. Sumber: TradingEconomics.

9. Sinyal Historis Perkuat Potensi Fase Bearish

Data historis menunjukkan bahwa ketika indeks Nasdaq 100 jatuh di bawah rata-rata jangka panjangnya, Bitcoin cenderung mengikuti arah penurunan yang sama. Pola ini telah terkonfirmasi dalam beberapa siklus sebelumnya. Analisis sejak awal tahun juga memperingatkan bahwa jika koreksi Nasdaq berlanjut, potensi Bitcoin memasuki fase bearish akan meningkat tajam.

Dengan memahami sembilan faktor utama di atas, pelaku pasar dapat menyusun strategi yang lebih adaptif terhadap dinamika makroekonomi dan volatilitas aset digital. Harga Bitcoin saat ini berada di titik krusial, di mana pergerakan pasar global, likuiditas, serta kebijakan moneter akan menentukan arah selanjutnya. Sebagai barometer sentimen risiko global, Bitcoin menunjukkan betapa eratnya hubungan antara inovasi teknologi dan ketegangan ekonomi dunia. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait