Ketika agenda pro-kripto yang diusung oleh Presiden AS yang baru, Donald Trump, menggema secara global, negara-negara di Asia mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan kebijakan yang lebih ramah terhadap industri kripto.
Langkah ini tampaknya mencerminkan upaya kawasan untuk menjaga daya saing di tengah pesatnya perkembangan teknologi keuangan berbasis blockchain dan kripto.
Malaysia dan Thailand Bergerak ke Arah Positif
Berdasarkan laporan Bloomberg, Malaysia dan Thailand menjadi contoh negara yang mulai beradaptasi dengan tren global ini. Malaysia, misalnya, telah mengisyaratkan pergeseran kebijakan yang lebih mendukung pertumbuhan sektor aset digital.
Sementara itu, Thailand sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan listing ETF untuk Bitcoin, sebuah langkah yang dapat mempercepat adopsi kripto di negara tersebut. Upaya ini menunjukkan bahwa kedua negara berusaha untuk memanfaatkan momentum ini, meskipun dengan pendekatan yang tetap hati-hati.
Namun, meskipun kebijakan di kawasan Asia tampak bergerak ke arah yang lebih positif, kemajuan tersebut masih berlangsung secara bertahap.
Beberapa negara tetap mempertimbangkan risiko regulasi sebelum sepenuhnya membuka pintu untuk aset digital. Hal ini mencerminkan kebutuhan akan keseimbangan antara inovasi teknologi dan stabilitas sistem keuangan.
Hong Kong dan India: Pendekatan Berbeda
Hong Kong, di sisi lain, berencana memberikan keringanan pajak bagi dana lindung nilai dan keluarga kaya yang berinvestasi dalam kripto. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan posisinya sebagai pusat keuangan global.
Kebijakan ini dapat menarik investor institusional dan memperkuat ekosistem kripto di wilayah tersebut.
Sementara itu, India terus memimpin dalam adopsi kripto secara global untuk tahun kedua berturut-turut. Meskipun menghadapi regulasi ketat dan pajak perdagangan yang tinggi, popularitas kripto di India tidak menunjukkan tanda-tanda meredup.
Pendekatan India yang unik mencerminkan daya tarik teknologi ini di tengah tantangan regulasi.
Kebijakan Kripto di Indonesia
Di Indonesia, perkembangan kebijakan terkait aset digital juga menunjukkan dinamika yang signifikan. Pada 10 Januari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto.
Aturan ini bertujuan untuk mendukung perkembangan sektor jasa keuangan dan memberikan kerangka regulasi yang jelas untuk aset digital.
Selain itu, peraturan ini disusun sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Dengan regulasi yang lebih terstruktur, Indonesia berupaya menciptakan ekosistem kripto yang lebih aman dan terpercaya bagi para pelaku industri dan investor. Kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat regional.
Tantangan dan Masa Depan Kripto di Asia
Meskipun perkembangan kebijakan di berbagai negara Asia memberikan angin segar bagi industri kripto, masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
Negara-negara di kawasan ini perlu memastikan bahwa regulasi mereka cukup fleksibel untuk mendukung inovasi, tetapi juga cukup ketat untuk melindungi konsumen dari risiko yang ada.
Selain itu, persaingan global dalam sektor kripto terus meningkat. Dengan pemain besar seperti AS yang mendorong agenda pro-kripto, negara-negara Asia perlu bergerak cepat untuk memastikan mereka tidak tertinggal dalam adopsi teknologi ini.
Inisiatif seperti peraturan baru di Indonesia, langkah strategis Hong Kong dan keberhasilan India dalam memimpin adopsi kripto dapat menjadi contoh bagaimana kawasan ini dapat bersaing di panggung global.
Secara keseluruhan, kebijakan pro-kripto yang diadopsi oleh AS tampaknya memengaruhi negara-negara Asia untuk mempertimbangkan kembali pendekatan mereka terhadap aset digital.
Dengan regulasi yang tepat dan strategi yang terencana, kawasan Asia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat inovasi kripto di masa depan. [st]