Bappebti dan Nasib Aset Kripto di Indonesia

Mayoritas pegiat aset kripto di Indonesia mungkin bersorak, saat Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset). Permendang ini menjadi tonggak awal sekaligus sumber pengaturan aset kripto lebih lanjut yang dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

OLEH: ZAMID JAYA
(Penulis adalah pengamat aset kripto)


 

Pasal pertama Permendag ini mendeklarasikan bahwa aset kripto ditetapkan sebagai komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa berjangka.

Pasal kedua dari Permendag inilah yang menjadi dasar kerja Bappebti untuk merumuskan dan menerbitkan serangkaian aturan terkait aset kripto.

Berikut sejumlah peraturan dari Bappebti tentang aset kripto:

  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.
  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Terkait Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi Di Bursa Berjangka.
  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 9 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
  • Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto

Ada beberapa hal janggal tentang pengaturan aset kripto oleh Bappebti ini, yang akan saya coba kupas lebih lanjut.

Bappebti Offside?

Pengaturan aset kripto seperti Bitcoin oleh Bappebti ini terasa offside, alias, seharusnya Bappebti tak punya kuasa untuk mengatur.

Kenapa? Mari kita tilik kembali wilayah kerja Bappebti. Sesuai namanya, Bappebti ini jadi badan pemerintah yang meregulasi komoditas berjangka. Sekali lagi, komoditas berjangka, dan bukan lainnya. K

Komoditas berjangka memiliki karakteristik khusus dan berbeda dibandingkan komoditas biasa. Komoditas berjangka adalah instrumen pasar. Ia dapat diperdagangkan atas dasar kontrak, dengan negosiasi harga di depan dan penyerahan komoditas terjadi di kemudian hari (bukan pada saat itu juga). Penjelasan singkat tentang kontrak berjangka komoditi dapat dibaca di sini.

Bappebti memang berhak mengatur komoditas berjangka. Sebagai contoh, komoditas jagung yang diperdagangkan atas dasar kontrak berjangka.

Kontrak jagung ini masuk dalam ranah Bappebti. Wajar. Namun akan jadi aneh bila Bappebti turut mengatur penjualan jagung di pasar becek.

Misalnya, diaturlah siapa-siapa yang boleh menjual jagung di pasaran, berapa minimum penjualan atau bagaimana kualitas jagung yang boleh dijual di pasar-pasar tradisional, dan bagaimana mekanisme penjualannya. Yang begini ini semestinya tak ada di yurisdiksi Bappebti.

Nah, Bappebti melakukan hal yang sama kepada Bitcoin dan kawan-kawan, sebagaimana cerita Bappebti mengatur jagung yang dijual di pasar tradisional.

Kalau kembali melihat awal mulanya, Permendag Nomor 99 Tahun 2018 mendefinisikan aset kripto dapat dijadikan subjek kontrak berjangka.

Sekali lagi: DAPAT dijadikan subjek kontrak berjangka. Kata “dapat” berbeda dengan “adalah”, yang memang mendefinisikan atau mengkategorikan secara tegas subjek pembicaraan.

Sementara, kata “dapat” memberikan sebuah opsi atau pilihan bagi subjeknya. Seperti halnya jagung, yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka, ataupun tidak. Bukan berarti semua jagung adalah subjek kontrak berjangka.

Bitcoin dan aset kripto lainnya, menurut praktik pasar saat ini, terdiri atas dua kategori: spot dan kontrak.

Aset kripto yang diperdagangkan atas dasar kontrak, sesuai dengan aturan yang telah tersedia, masuk dalam kewenangan Bappebti untuk diatur.

Bagaimana dengan pasar spot? Pasar spot dapat disamakan dengan pasar tradisional, di mana penyerahan barang terjadi bersamaan dengan penyelesaian transaksi jual-beli.

Di dalam pasar spot, Anda dapat membeli Bitcoin dengan urutan sebagai berikut:

  • Mengajukan penawaran (beli) dengan harga dan kuantitas yang diinginkan.
  • Buku order memenuhi penawaran Anda pada saat ada penjual yang setuju dengan harga dan kuantitas yang diinginkan.
  • Sistem perdagangan, atas nama penjual, melakukan pemindahan sejumlah Bitcoin dari rekening penjual ke rekening pembeli; dalam hal ini, sistem perdagangan juga bertindak sebagai kustodian.

Pasar fisik aset kripto didefinisikan pada Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2019, pasal 1 ayat (6), bunyinya seperti ini: “Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka, yang selanjutnya disebut Pasar Fisik adalah pasar fisik terorganisir yang dilaksanakan menggunakan sarana elektronik yang difasilitasi oleh Bursa Berjangka atau sarana elektronik yang dimiliki oleh Pedagang Fisik Komoditi”.

Definisi Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka yang disingkat Pasar Fisik inilah barangkali yang menjadikan kebingungan banyak orang. Yakni, apakah Bappebti mengatur perdagangan aset kripto secara keseluruhan, atau apakah Bappebti hanya mengatur perdagangan aset kripto di bursa berjangka saja?

Jika memang Bappebti mengatur seluruh perdagangan aset kripto, baik pasar spot maupun bursa berjangka, maka Bappebti offside.

Namun, bila maksud Bappebti adalah mengatur perdagangan aset kripto khusus di bursa berjangka, maka kebanyakan dari kita sudah salah sangka!

Regulasi Tanpa Gigi

Salah satu peraturan paling menarik yang dikeluarkan oleh Bappebti, menurut saya, adalah Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

Singkatnya, peraturan ini menerbitkan daftar putih (whitelist) atas 229 aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto.

Sesuai Pasal 1 ayat (1), hanya aset kripto dalam daftar putih ini sajalah yang dapat diperdagangkan oleh Calon Pedagang Fisik Aset Kripto dan Pedagang Fisik Aset Kripto. Dengan kata lain, aset kripto yang tidak ada dalam daftar putih tidak boleh diperjualbelikan.

Padahal kita semua tahu, bahwa ada aset kripto di luar daftar putih yang dijual di pasar aset kripto di Indonesia.

Pun selama ini tak ada penindakan dari Bappebti. Karena memang, Peraturan Nomor 7 Tahun 2020 ini tidak menyinggung apapun tentang sanksi pelanggaran!

Simpulan

Dua hal yang telah dibahas menjadi bahan renungan kita semua, tentang bagaimana ruwet dan membingungkannya aturan tentang aset kripto di Indonesia.

Euforia tentang pengaturan aset kripto di Indonesia harus diimbangi dengan pengetahuan yang lengkap dan jelas tentang detail aturan yang dikeluarkan, bukan sekedar meng-iya-kan apa kata (atau tulisan) orang lain.

Lagipula, seperti kalimat pegangan almamater saya: Bila kita pikir kita sudah tahu semuanya, kita harus pikir ulang. Atau dalam bahasa aslinya: When we think we know it all, we think again.

Karena, kita semua, masih belajar. Ancora imparo. [BMI]



CATATAN REDAKSI:
Nama penulis adalah nama pena. Data diri penulis ada pada redaksi Blockchainmedia.id, terlindungi atas nama konstitusi dan hak privasi, yakni dapat melakukan komunikasi dengan orang lain tanpa harus diketahui oleh umum.

Terkini

Warta Korporat

Terkait