Beli Bitcoin Perlu Persiapan Mental, Siap Exit?

Untuk membeli Bitcoin sebagai kelas aset baru yang “berideologi pasar bebas”, memang perlu persiapan mental. Bersaing sangat unggul dengan emas sepanjang tahun lalu, Bitcoin sulit dipandang enteng, walaupun ketika dolar AS saat ini menguat, Bitcoin terkoreksi jauh dari puncaknya. Anda siap exit sekarang juga?

Harga Bitcoin mencapai rekor baru di US$41 ribu pada pekan lalu, sesuatu yang sudah diramalkan pada tahun lalu.

Kapitalisasi pasarnya yang sempat lebih lebih dari US$700 milyar membuat nilai kapitalisasi pasar aset kripto keseluruhan melampaui US$1 trilyun untuk pertama kalinya.

Angka itu sangat wajar, karena kesadaran masyarakat sudah tinggi, berkat anjuran perusahaan-perusahaan besar. Menurut para Bitcoin bull, ini baru permulaan.

“Kemungkinan akan naik ke US$100 ribu, kemudian US$15 ribu lalu US$200 ribu. Dalam kurun waktu apa, saya tidak tahu. Mungkin lima atau sepuluh tahun, tetapi akan sampai di sana,” sebut Chamath Palihapitiya, pendukung keras Bitcoin, Pendiri dan CEO Social Capital, yang digadang-gadang sebagai Warren Buffet ke-2.

Gelembung Besar yang Siap Pecah Lagi

Dengan tingginya animo pasar, investor ritel juga mempertimbangkan membeli Bitcoin. Tetapi aset kripto ini juga “mengunduh” sejumlah kecemasan.

Beberapa pihak khawatir Bitcoin adalah gelembung yang siap pecah dan terkoreksi hingga puluhan persen, berisiko untuk investasi serta rentan terkena penipuan.

Bahkan, baru-baru ini Presiden Bank Sentral Uni Eropa Christine Lagarde meminta semua pihak menegakkan peraturan global agar Bitcoin tak bikin resah.

Ragam Pendapat Bullish

James Ledbetter, redaktur FIN dan kontributor CNBC mengatakan, dibandingkan investasi lain, Bitcoin sangat volatil dan berisiko.

Melihat riwayat harga Bitcoin, ada beberapa peristiwa di mana harganya meroket kemudian ambruk dengan sangat cepat.

Sebagai contoh, setelah reli ke hampir US$20 ribu pada tahun 2017, harga Bitcoin runtuh dan kehilangan sepertiga nilainya dalam sehari.

Pada tahun 2018, harganya anjlok sampai US$3.122, menghapus milyaran dolar dari total kapitalisasi pasar aset kripto. Kendati investor bisa meraih cuan besar, itu berarti investor bisa rugi besar pula, satu risiko yang dianggap wajar oleh “penghuni senior” di dunia Bitcoin.

Sebab itu, investor seperti Mark Cuban menyamakan Bitcoin dengan judi dan menasihati agar hanya menanamkan modal sebesar yang sanggup ditanggung investor.

“Anda harus siap mental dan finansial untuk menghadapai kemungkinan harganya akan runtuh lagi. Bisa terjadi besok,” jelas Ledbetter.

“Kendati harga Bitcoin tinggi, investor bisa membeli jumlah kecil senilai US$5. Hal itu sebab investor bisa membeli pecahan Bitcoin dalam ukuran Satoshi. Mulailah dari ukuran kecil, lakukan riset dan pelajarilah,” saran Anthony Pompliano, pendiri hedge fund Morgan Creek Digital Assets.

Jika investor ingin membeli, Pompliano mendukung menyimpan Bitcoin jangka panjang. Suplai Bitcoin yang sangat terbatas, sehingga seiring permintaannya meningkat harganya akan meningkat pula.

Retas, Minta Bitcoin

Pada Juli 2020, sejumlah akun asli diretas di situs media sosial Twitter, termasuk akun milik Joe Biden, mantan presiden AS Barack Obama dan CEO Tesla Elon Musk.

Akun-akun itu terlibat penipuan Bitcoin yang berhasil menyedot ratusan ribuan dolar dari korban. Sebab itu, banyak pihak mulai mempertanyakan keamanan Bitcoin.

“Sudah ada beberapa kasus pencurian dan penipuan Bitcoin yang akan membuat investor rata-rata berhenti dan berpikir sebelum menginvestasikan jumlah besar. Itu adalah ketakutan yang wajar,” sebut Ledbetter.

Kendati Bitcoin memungkinkan penggunanya bertransaksi tanpa mengungkap informasi pribadi, transaksi tersebut tidak sepenuhnya anonim. Setiap transaksi Bitcoin dicatat pada buku besar digital (ledger) bernama blockchain, di mana dompet kripto pengguna diwakili oleh rangkaian angka dan huruf acak sekaligus unik. Melalui ini, seorang penipu dapat dilacak setelah, misalnya dia menjual Bitcoin itu menjadi uang tunai di bursa aset kripto.

“Saya selalu ingatkan orang Bitcoin memiliki pembukuan publik,” kata Pompliano.

Bitcoin Sulit Diretas Berkat Blockchain

Paul Vigna, jurnalis Wall Street Journal, mengatakan untuk meretas Bitcoin, pelaku harus menguasai jaringan blockchain-nya.

Untuk menguasai jaringan itu, pelaku harus memiliki jaringan komputer yang berjalan sepanjang waktu dan memakan biaya milyaran dolar.

Ledbetter menyoroti rekening saham tradisional pada broker juga bisa diretas. Selalu ada risiko penipuan atau risiko keamanan.

Pilihan paling aman adalah menggunakan jasa broker terpercaya, sebab layanan-layanan tersebut memiliki protokol keamanan yang baik dan rencana perlindungan yang cepat, tambah Ledbetter.

Ia menekankan, jika melihat peristiwa pencurian besar, cenderung menyasar institusi dan tidak berada di pusat pasar.

Menurut Komisi Perdagangan Federal (FTC), penipuan berkedok aset kripto adalah cara popular bagi pelaku untuk menipu investor mengirim uang.

Sebagian penipuan berbentuk surel yang memeras korban, skema referral daring atau peluang bisnis dan investasi bodong.

“Bukan Bitcoinnya yang tidak aman, melainkan cara orang mengelolanya,” ujar Ledbetter.

Saat ini, sebagian besar transaksi Bitcoin dilakukan dengan mengubah Bitcoin ke mata uang fiat seperti dolar AS. Sebagai contoh, PayPal mengumumkan pada tahun 2021 penggunanya bisa memakai aset kripto sebagai sumber pendanaan untuk pembelanjaan.

Artinya, ketika pengguna membayar memakai Bitcoin, Bitcoin tersebut akan otomatis diubah ke uang fiat dan transaksi diselesaikan dengan pedagang PayPal menggunakan uang fiat.

Proses memindahkan Bitcoin ke akun lain dan mengubahnya ke beragam mata uang, dolar AS atau aset kripto lain, masih sulit dan memakan waktu, jelas Ledbetter.

Ia menambahkan, jika pengguna memakai Bitcoin untuk transaksi, harus membaca detilnya.

Ada biaya terkait transaksi tersebut, tetapi kemungkinan akan mulai lebih mudah seiring waktu.

Selain biaya transaksi, penjual belum memiliki keyakinan untuk melakukan transaksi besar dalam Bitcoin. Hal itu diutarakan Kevin O’Leary, ketua O’Shares ETF. Tetapi ia meyakini hal itu akan berubah di masa depan.

Di masa depan, Pompliano memrediksi inovasi akan menciptakan teknologi yang membuat pembelanjaan Bitcoin lebih mudah, dengan transaksi lebih cepat, murah dan efisien. Setidaknya yang menjanjikan adalah protokol Layer 2 Lightning Network.

Gelembung yang Siap Pecah Lagi?

Pihak-pihak yang cemas terhadap Bitcoin menduga reli saat ini mirip seperti gelembung pada tahun 2017.

“Gerakan parabolik Bitcoin dalam kurun waktu singkat, jika dibandingkan dengan jenis sekuritas (misalnya saham) apapun, sangat abnormal. Bitcoin adalah gelembung paling besar saat ini,” ungkap David Rosenberg, Kepala Ekonom Rosenberg Research.

Kendati demikian, pendukung Bitcoin berpendapat reli 2017 berbeda, sebab didorong oleh spekulasi dari investor ritel, sedangkan reli kali ini didorong oleh investor institusi yang membeli Bitcoin.

Soal itu Ledbetter setuju. Investasi oleh perusahaan besar diketahui di dunia nyata sehingga investor bisa menyimpulkan Bitcoin semakin berharga saat ini, apalagi Bitcoin itu dibeli oleh perusahaan publik (emiten di pasar modal), yang mewajibkan mereka melaporkanya kepada SEC (OJK-nya Amerika Serikat).

Bitcoin telah menarik dukungan dari investor besar seperti Paul Tudor Jones dan Stanley Druckenmiller, dari perusahaan keuangan tenar seperti PayPal dan Fidelity, serta dari Square dan MicroStrategy yang menggunakan uang mereka dan dana publik untuk membeli Bitcoin dalam jumlah besar.

Kritik Menantang

Pada tahun 2018, investor Warren Buffett berpendapat ia meyakini aset kripto pasti akan berakhir buruk.

Kendati demikian, gelembung apapun mungkin tidak akan meletus sekejap menurut Ledbetter.

Para pendukung Bitcoin seringkali melihatnya sebagai perlindungan terhadap inflasi dan dolar AS serta akan bertahan menghadapi keruntuhan infrastruktur ekonomi apapun, mirip seperti emas.

Pompliano menambahkan, jila Anda berpikir struktur mata uang di dunia, semuanya bersifat inflasi dan dikendalikan pemerintah. Pemerintah tersebut memiliki kelompok kecil yang membuat keputusan tentang nasib mata uang mereka.

Sebab pasokan Bitcoin terbatas dan dikendalikan oleh kode komputer, Pompliano berpendapat Bitcoin adalah pelindung terhebat untuk meningkatan daya beli (purchasing power).

Seperti emas, Bitcoin dapat menjadi perlindungan terhadap inflasi, bergantung kepada jangka waktu pembelian dan penjualan, tambah Ledbetter. Tetapi, Bitcoin jauh lebih volatil dibandingkan emas.

Selama harga Bitcoin terus naik, itu menjadi perlindungan terhadap inflasi, tetapi bisa juga turun dan membuat investor rugi. Investor tidak hanya kalah terhadap inflasi, tetapi juga hilang uang.

Namun Cuban sang investor besar berpendapat Bitcoin bukanlah perlindungan terhadap inflasi.

Negara-negara akan mengambil langkah demi melindungi mata uang mereka dan hak menarik pajak.

Semakin banyak yang meyakini Bitcoin lebih dari sekadar alat simpan nilai (store of value), semakin besar risiko campur tangan pemerintah dan mengancam eksistensi Bitcoin itu sendiri. Lalu, Anda siap exit? [cnbc.com/ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait