Bermula dari Kesulitan Beli Bitcoin, Gabriel Rey Dirikan Triv

Saat banyak orang Indonesia belum mengenal kripto dan blockchain, pada 2014 silam, CEO Triv.co.id, Gabriel Rey sudah kepincut dengan teknologi keuangan ini.

Menyadari dua hal itu punya prospek yang bagus, pria kelahiran Surabaya ini pun tak menyia-nyiakan waktu. Gabriel merintis bursa jual beli aset digital ini dengan nama Triv.co.id.

“Saya ingat waktu itu, Bitcoin harganya masih di sekitar Rp3 juta-Rp4 juta,” ujarnya saat berbincang dengan Blockchainmedia.id.

Saat itu, Gabriel tertarik dengan Bitcoin bukanlah tanpa alasan. Gabriel sendiri memiliki latarbelakang keilmuan di bidang komputer.

“Saya sendiri orang IT, jadi saya melihat teknologinya waktu itu, saya penasaran,” ujarnya.

Rasa penasaran membuat jebolan Univertas Kristen Petra, Surabaya ini untuk terus mempelajari teknologi di balik Bitcoin yaitu blockchain. Namun, ia berhadapan dengan kenyataan masih sulitnya membeli Bitcoin.

“Jadi, pertama kali dilakukan karena saya sangat tertarik dengan Bitcoin waktu 2014 itu. Saya pelajari teknologinya, lalu saya pelajari konsepnya. Saya pikir ini bagus. Tetapi, kok waktu mau beli nggak ada yang jual di Indonesia,” ujarnya.

“Akhirnya tahun 2014, secara non-official kami mendirikan Triv. Lalu pada 2015, kami resmikan. Kami mulai kemitraan dengan beberapa payment gateway juga. Jadi, transaksi di Triv sampai sekarang terus berjalan 24 jam,” ujarnya.

Langkah Gabriel tidak salah. Setahun kemudian, harga Bitcoin terus mendaki hingga mencapai level tertinggi pada akhir 2017 lalu di kisaran US$19.000. Memang harganya kemudian turun drastis lagi. Tetapi, Gabriel memiliki filosofi sendiri dalam berinvestasi di Bitcoin.

“Saya long term di Bitcoin. Justru kalau tren market yang bearish saat ini, adalah waktunya untuk masuk,” ujarnya.

Menurutnya, harga Bitcoin yang kini kembali bergerak di kisaran US$3.000 adalah momentum yang bagus. Tetapi, tentu saja, kembali lagi tadi ke tujuan investasi yaitu jangka panjang.

Gabriel mengaku saat mendirikan Triv pada 2014 dan mulai beroperasi di 2015, hambatan dari sisi teknologi relatif tidak terlalu ada. Justru yang berat adalah edukasi kepada masyarakat. Saat itu informasi tentang Bitcoin memang masih relatif minim di Indonesia.

“Banyak yang tanya apa itu Bitcoin. Mereka bingung cara ngirimin Bitcoin bagaimana, lalu cara menggunakannya bagaimana. Kalau secara platform sih ga pernah ada masalah,”ujarnya.

Saat-saat awal itu, Gabriel pernah merasakan pengalaman diomelin pengguna, saat mereka gagal mengirimkan Bitcoin karena fee yang rendah.

“Kami edukasi terus, kami punya live chat di aplikasi. Customer service kami siap sedia 24 jam. Ketika mereka complain ya, kami jelaskan. Dan puji Tuhan mereka mengerti itu bukan kesalahan kami,” ujarnya.

Saat ini, sudah ada 400 ribu pengguna di  Triv dan menjual dua jenis kripto, yaitu Bitcoin dan Ether. Tanpa menyebut nilai transaksi, Gabriel mengatakan mayoritas transaksi terjadi pada Bitcoin.

Selain Triv, Gabriel juga terlibat di Veiris, yaitu perusahaan teknologi untuk verifikasi dengan menggunakan teknologi text recognition dan facial recognition. Dua teknologi itu juga dipadukan dengan blockchain.

“Ketika customer melakukan sign up di sebuah website, nggak perlu verifikasi manual. Tanpa perlu ketik nama. Itu semua di-handle oleh Veiris secara otomatis,” ujarnya.

Saat ini, teknologi ini sudah digunakan oleh beberapa bank dan beberapa perusahaan payment gateway. Veiris juga sebenarnya meluncurkan kripto untuk proyek ini. Tetapi, menurut Gabriel tidak dijual ke publik, hanya kepada private investor.

“Ini sejenis modal ventura, kemudian kredit investor. Lalu, orang-orang yang benar-benar mengerti. Kita nggak nawarin ke publik,” ujarnya.

Tentang teknologi blockchain, Gabriel mengatakan meskipun teknologi ini terbilang unggul dan mutakhir, tetapi tidak semua hal membutuhkan blockchain.

“Karena ada sistem yang sudah berjalan bagus, centralize, contoh seperti reward point dari OVO atau Matahari dan sebagainya. Itu kan reward point yang sudah berjalan bagus, nggak perlu di-blochain-kan,” ujarnya.

Tetapi, menurutnya blockchain perlu digunakan jika memang benar-benar membutuhkan integrasi data yang tingkatannya kompleks. Contoh, nomor identitas perlu diterapkan blockchain untuk memudahkan verifikasi.

Tetapi, memang masalahnya, soal skalabilitas, apakah blockchain dengan posisi saat ini sudah bisa mencukupi keperluan bank. Kalau masalah skalabilitas ini belum teratasi, bank-bank besar juga belum bisa menggunakannya.

“Karena Veiris juga bekerja sama dengan beberapa bank. Kita tahu transaksi beberapa bank itu per detik sudah sekian ratus ribu untuk bank yang besar,” ujarnya.

Selain skalabilitas, cost juga menjadi pertimbangan. Apakah dengan menggunakan teknologi blockchain, bisa lebih murah dibandingkan dengan sistem tersentralisasi yang dijalankan sekarang.

“Kalau saya sebagai perusahaan, tentu saya lihat yang lebih murah. Kalau pakai blockchain lebih mahal, buat apa?” ujarnya.

Jadi, menurut Gabriel, agar bisa diadopsi masif, blockchain harus memenuhi skalabilitas yang dibutuhkan oleh industri, misalnya bank dan lebih murah dibandingkan solusi sentralisasi.

Tetapi, menurutnya, untuk skala individu, dalam konteks investasi, teknologi ini sudah bisa digunakan sebagai alternatif investasi.

“Karena untuk investasi, nggak baik kalau hanya taruh di satu keranjang,” ujarnya.

Bicara soal perdagangan kripto, Gabriel mengatakan kripto memang lebih tepat diarahkan sebagai komoditi, bukan currency.

“Sekarang sudah benar diarahkan ke komoditas. Karena kalau kita lihat di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia mereka juga regulasinya bukan sebagai currency tetapi sebagai komoditas. Jadi, menjadi aset seperti saham atau properti,” ujarnya.

Hanya saja, menurutnya dalam sistem perdagangannya tidak perlu terlalu banyak melibatkan lembaga perantara.

“Menurut saya saat ini sudah tepat, harusnya blockchain kan tujuan utamanya kan lebih ke arah decentralize, kalau butuh lagi satu lembaga berjangka, nanti akan jadi centralize, orang jadi nggak berminat untuk membeli,” ujarnya. [jul]

Terkini

Warta Korporat

Terkait