Binance Didesak Bayar Denda Setara Rp204 Milyar di Australia

Komisi Sekuritas dan Investasi Australia (ASIC) mendesak perdagangan derivatif Binance di Australia (Oztures Trading Pty Ltd) untuk membayar denda US$13,1 juta sebagai akibat pelanggaran regulasi.

Dalam keterangan resmi yang dilansir Protos, ASIC menyampaikan kompensasi denda tersebut gegara kesalahan Binance melakukan klasifikasi pengguna di Australia sebagai wholesaler bukan ritel, yang menyebabkan kegagalan dalam menyediakan perlindungan yang diwajibkan secara hukum bagi klien ritel.

“Derivatif Binance Australia gagal memberikan perlindungan yang diperlukan secara hukum kepada klien eceran, dan sebagai akibatnya, harus mengganti rugi pengguna atas kerugian bersih bertransaksi dan biaya,” terang komisi di benua Kangguru tersebut, belum lama ini.

Sebelumnya, Binance juga telah mengalami kesulitan di Australia menyusul pembatalan Lisensi Layanan Keuangan di wilayah Australia setelah diawasi oleh ASIC. Pembatalan tersebut diikuti dengan razia di kantor perusahaan di Australia.

Binance juga mengalami pemutusan hubungan dengan mitra perbankannya di Australia, dengan lembaga seperti Cuscal dan bank-bank besar seperti Westpac menghentikan transfer ke entitas Binance.

Siaran pers ASIC menekankan pemeriksaan global terhadap Binance, merujuk peringatan regulator dan tindakan hukum dari otoritas di Inggris, Jepang, Italia, Singapura, Belanda, Kanada, dan Thailand. Gugatan Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas secara khusus ditekankan.

Tantangan serupa juga dihadapi Binance di wilayah Inggris, menyusul pengawasan regulasi yang semakin ketat di negeri berjuluk Black Country.

Pemicu keputusan Binance adalah langkah Otoritas pengawas keuangan Inggris, Financial Conduct Authority (FCA).

Lembaga tersebut mengeluarkan peraturan baru minggu lalu yang mengharuskan perusahaan crypto mendaftar dengan regulator keuangan dan mendapatkan persetujuan pemasaran mereka dari perusahaan yang diotorisasi oleh FCA.


Sementara itu, bos Binance, Changpeng Zhao, menemukan dirinya terlibat dalam masalah hukum ketika Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) menggugat dia dan perusahaannya.

Tuduhan terhadap Binance sangat serius, menyarankan jaringan penipuan yang mencakup volume perdagangan yang ditingkatkan secara artifisial, penyalahgunaan dana pelanggan dan klaim menyesatkan tentang pengawasan pasar mereka.

Binance Rambah Dompet Web3 Wallet, Di Tengah Tantangan Regulasi

Meski menghadapi tantangan regulasi secara global, Binance melangkah ke ruang self-custody dengan peluncuran Web3 wallet miliknya.

Blockworks melaporkan, selama konferensi Binance Blockchain Week di Istanbul, wallet baru ini bertujuan untuk menyederhanakan interaksi pengguna dengan aplikasi keuangan terdesentralisasi (DeFi) dengan mengintegrasikan beberapa blockchain.

Web3 wallet Binance, dikembangkan dengan kerja sama Trust Wallet, membedakan dirinya sebagai wallet tanpa kunci dan tanpa seed, menawarkan solusi self-custodial yang terintegrasi ke dalam aplikasi Binance.

Pendekatan tanpa kunci dan tanpa seed ini dicapai melalui teknologi multi-party computation (MPC), menciptakan keseimbangan antara keamanan dan pengalaman pengguna.

Langkah ini menempatkan Binance bersama bursa sentral besar lainnya seperti Coinbase dan OKX, serta pemain baru seperti Bitget, yang telah memasuki ruang Web3 wallet.

Coinbase, yang menjadi pelopor dalam arena wallet self-custodial, memperkenalkan wallet mobile pada tahun 2017 dan meng-upgrade secara signifikan pada tahun 2022.

Direktur di Haven1 Foundation, Akash Mahendra memuji penggunaan MPC oleh Binance, menyatakan bahwa hal tersebut mencerminkan pendekatan yang matang untuk menghilangkan hambatan kompleks, terutama bagi pemula yang merasa kesulitan dengan seed phrase.

Meskipun Binance menghadapi hambatan regulasi di berbagai yurisdiksi, peluncuran Web3 wallet menunjukkan tekad bursa ini untuk memperluas penawaran produknya dan tetap menjadi perintis inovasi di ranah cryptocurrency. [ab]

Terkini

Warta Korporat

Terkait