Bitcoin Bisa Meroket Tahun 2025? Ini Kata Investor Senior Wall Street

Pernyataan lugas datang dari Jordi Visser, seorang investor makro senior dengan lebih dari 30 tahun pengalaman di Wall Street. Dalam wawancaranya bersama Anthony Pompliano di kanal YouTube-nya, Visser mengungkap bahwa ia yakin Bitcoin berpeluang mencapai rekor tertinggi baru pada 2025, bahkan bisa saja sebelum akhir tahun ini.

Alasannya? Semua berakar pada dinamika ketidakpastian pasar yang kian intens, terutama terkait hubungan dagang antara AS dan Tiongkok serta arah kebijakan moneter.

Dua Skenario Pemantik Kenaikan Bitcoin

Visser menjelaskan bahwa pasar saat ini tengah menunggu dua skenario besar, apakah tarif perdagangan dengan Tiongkok akan dihentikan, atau AS akan menyuntikkan likuiditas demi menstabilkan pasar.

“Begitu kita mendapat kejelasan di salah satu sisi, Bitcoin bisa melonjak signifikan,” ujarnya.

Pandangannya mencerminkan keyakinan bahwa ketidakpastian, selama disikapi dengan respons kebijakan yang kuat, justru bisa memicu arus modal masuk ke aset alternatif seperti Bitcoin.

Namun demikian, bukan hanya soal tarif yang menjadi sorotan. Menurut Visser, saat ini terdapat kekhawatiran lebih dalam soal hilangnya status mata uang cadangan dunia dari dolar AS.

Ia menyebut bahwa penggunaan dolar yang kerap “diinstrumentalisasi” melalui sanksi dan kebijakan luar negeri, secara perlahan mendorong negara-negara lain mencari alternatif.

“Saya 100 persen percaya bahwa AS sudah kehilangan status itu. Dolar AS masih jadi yang terbaik, tapi bukan satu-satunya,” ujarnya.

AI, Robot dan Harapan Ekonomi Digital

Visser mengaitkan munculnyaBTC dengan demokratisasi kekayaan. Menurutnya, teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), robotik dan jaringan keuangan terdesentralisasi membuka peluang bagi siapa pun untuk berpartisipasi di ekonomi digital. Ia bahkan menyebut Bitcoin sebagai solusi pribadi atas ketimpangan dan ketidakadilan sistemik.

Menariknya, ia juga menyampaikan kekhawatiran tentang generasi muda yang mulai kehilangan harapan. Dalam percakapannya, Visser menyinggung anak-anaknya yang merasa mustahil untuk hidup layak di kota seperti New York dengan gaji dari sektor sosial atau kesehatan.

Ia berargumen bahwa jika AI bisa mengurangi beban kerja dan biaya hidup secara signifikan, maka masyarakat bisa kembali melihat masa depan dengan optimisme.

Masalah Likuiditas dan Dampaknya ke Bisnis Kecil

Masalah besar lain yang dibahas dalam video adalah hilangnya likuiditas dari pasar, bahkan di aset-aset yang biasanya sangat likuid seperti obligasi pemerintah. Visser menyebut bahwa dalam satu minggu terakhir, kesepakatan utang gagal terjadi dan bank-bank kini “terjebak” dengan obligasi yang tidak terserap pasar.

“Likuiditas telah menghilang bahkan di aset paling likuid dunia,” tegasnya.

Hal ini tentu berdampak langsung pada pelaku usaha kecil. Banyak dari mereka yang harus berurusan dengan harga impor yang melonjak drastis akibat tarif, sementara permintaan melemah.

“Jika ini terus dibiarkan, bisnis kecil akan mulai tutup. Itu sebabnya saya yakin pemerintah akan segera bertindak,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa jika laporan pengangguran mulai menunjukkan angka yang lebih buruk, maka kemungkinan besar pemerintah AS akan melunak, misalnya dengan mencabut sebagian tarif. Hal ini sejalan dengan logika politik, pemerintah tidak bisa membiarkan ekonomi memburuk di tahun-tahun pemilu.

Tanda-Tanda Deeskalasi dan Harapan Baru

Visser juga mencermati perubahan bahasa dari para pejabat AS, termasuk Donald Trump, yang menurutnya mulai mengisyaratkan pendekatan yang lebih damai dengan Tiongkok. Ia menilai, ini bisa menjadi sinyal bahwa kesepakatan akan segera terjadi.

Bahkan, beberapa pelaku bisnis kecil dari basis pendukung Trump pun mulai bersuara lantang. Salah satunya menulis bahwa ia mendukung kebijakan tarif, namun tidak diberi cukup waktu untuk bersiap.

“Jika basis pemilihnya sendiri mulai keberatan, maka pemerintah akan terpaksa mengambil jalan tengah,” ujar Visser.

Melalui pembahasan panjang ini, satu hal menjadi benang merah, dunia tengah berada dalam fase transisi besar, baik dari sisi kebijakan moneter, arah ekonomi digital, maupun struktur sosial. Di tengah pusaran ini,BTC bukan hanya dipandang sebagai instrumen investasi, tetapi sebagai simbol dari perubahan sistemik.

“Kita tidak bisa terus berharap ekonomi pulih dengan cara lama. Kita butuh sistem baru dan Bitcoin adalah bagian dari itu,” tutupnya. [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait