Saat pasar saham mendekati titik jenuh dan investor institusi mulai kehilangan kesabaran, sorotan perlahan mengarah ke Bitcoin. Bukan sekadar aset digital biasa, Bitcoin kini mulai dilihat sebagai bagian penting dari struktur permodalan masa depan.
Jordi Visser, seorang investor makro dengan pengalaman lebih dari 30 tahun di Wall Street, menyampaikan pandangannya dalam wawancara bersama Anthony Pompliano, menyebut bahwa Bitcoin bisa saja mencetak rekor baru sebelum musim panas berakhir.
Menurut Visser, investor saat ini tidak lagi sekadar mencari peluang untung dari saham-saham teknologi besar seperti MAG7.
“Kalau tidak ada yang bisa mengalahkan tingkat bunga, investor harus mencari sesuatu yang benar-benar bekerja. Itulah Bitcoin,” ujar Visser.
Ia bahkan menyebut Bitcoin sebagai pemain favorit dalam balapan dengan peluang 100 banding 1.
Narasi Resesi Tidak Lagi Relevan?
Di sisi lain, meski sebagian analis tetap bersikeras memperkirakan resesi, Visser justru melihat data lapangan menunjukkan sebaliknya.
Ia menyoroti bahwa tingkat pengangguran tetap rendah, klaim pengangguran mingguan belum menunjukkan tren mengkhawatirkan, dan pendapatan masih tumbuh sekitar 4,3 persen secara tahunan.
Selain itu, belanja modal perusahaan untuk AI, terutama oleh raksasa teknologi seperti Google dan Meta, tetap tinggi.
Visser menyebut ini sebagai elemen penting karena capex tersebut menyumbang sekitar 25 persen dari nominal GDP sebesar US$1,2 triliun. Bahkan jika ada tekanan dari sisi kebijakan, struktur pengeluaran yang ditopang konsumsi dan transfer pemerintah tetap membuat ekonomi AS bergerak.
Dolar AS Melemah, Bitcoin Menguat?
Lebih lanjut lagi, Visser menyoroti perubahan besar dalam lanskap moneter global. Ia percaya status dolar AS sebagai mata uang cadangan global perlahan akan terkikis. Alasannya? Ketidakpercayaan global terhadap pembayaran utang AS, meningkatnya pembelian emas oleh bank sentral, dan penurunan ketertarikan pada surat utang AS.
“Ini seperti masa perceraian global. Negara-negara masih harus ‘datang ke acara keluarga bersama,’ tapi kepercayaan sudah retak,” ungkap Visser.
Dalam konteks ini, Bitcoin, dengan sifatnya yang tidak terikat pada institusi mana pun, bisa menjadi aset pelarian utama.
Solusi Terobosan: BitBond dan Tokenisasi
Salah satu gagasan menarik yang dibahas Visser adalah konsep “BitBond,” sebuah produk surat utang pemerintah AS yang dipatok sebagian dengan Bitcoin. Skemanya memungkinkan investor mendapatkan kupon tetap 1 persen, ditambah variabel berdasarkan performa Bitcoin, sambil mengurangi beban bunga pemerintah.
“Ini ide yang sangat Michael Saylor, tapi masuk akal,” jelas Visser.
Selain itu, tokenisasi disebut sebagai solusi atas masalah likuiditas aset besar. Ia membandingkan rumah senilai US$10 juta yang sulit dijual dengan model tokenisasi yang memungkinkan banyak orang membeli bagian kecilnya. Menurutnya, tokenisasi akan menjadi jembatan baru antara keuangan tradisional dan dunia aset digital.
Juga, data menunjukkan bahwa sentimen investor besar masih bearish. Namun Visser justru melihat ini sebagai potensi pemicu reli selanjutnya. Ketika hedge fund, dana pensiun dan lembaga lain akhirnya kembali masuk, permintaan akan aset seperti BTC bisa melonjak tajam.
“Jika Bitcoin mencetak rekor, artinya ia sudah naik 15–20 persen tahun ini, sementara pasar saham belum tentu menyusul,” jelas Visser.
Bukan hanya investor ritel yang mulai melirik. Menurut Visser, semakin banyak platform dan lembaga keuangan akan terdorong untuk masuk ke aset yang terbukti bekerja.
“Kapitalisme sedang berubah, dan struktur modal pun ikut berubah. Bitcoin akan jadi pemenang dalam lanskap baru ini,” tegasnya.
Sementara itu, ia juga mengkritisi cara pandang kalangan keuangan tradisional. Menuruntya, Bitcoiners mengerti ekonomi lebih baik daripada para pemegang sistem fiat.
Meski tidak memposisikan Bitcoin sebagai mata uang pembayaran, Visser mengakui bahwa ekosistemnya sudah cukup matang. Ia bahkan menyebut bahwa saat ini, kita bisa beli apapun lewat stablecoin yang ditukar dari Bitcoin, sesuatu yang dulu ia pikir mustahil terjadi.
“Saya suka kenyataan bahwa orang kaya membenci Bitcoin. Karena itu artinya peluang besar masih terbuka untuk yang siap berpikir terbuka,” tutupnya. [st]