Bitcoin Hanya Kalah Pamor dengan Kripto Ini

Menurut data di Coinmarketcap, aset kripto yang paling banyak digunakan di dunia bukanlah Bitcoin, melainkan Tether (USDT). Tether memiliki volume harian dan bulanan tertinggi, sekitar US$21 miliar setiap hari.

Hal ini berarti Tether adalah aset digital terpenting di ekosistem kripto. Lex Sokolin, Kepala Teknologi Keuangan Global di ConsenSys, mengatakan jika tidak ada Tether, maka pasar kripto kehilangan volume harian yang besar. Akibatnya, perdagangan di pasar kripto bisa terganggu.

Tether adalah stablecoin yang paling banyak digunakan di dunia dan menjadi jalur bagi pedagang untuk masuk ke pasar kripto. Di negara-negara seperti Tiongkok yang meregulasi ketat bursa kripto, pedagang bisa membeli Tether secara over the counter tanpa repot. Kemudian, mereka memakai Tether untuk membeli Bitcoin dan kripto lain.

Para pedagang kripto di Asia menyukai sifat Tether yang tidak transparan dan berada di luar jangkauan pemerintah Amerika Serikat. Hal inilah mengapa regulator di AS melihat kripto dengan waspada serta menolak adanya exchange-traded fund (ETF) berbasis kripto akibat dugaan manipulasi pasar kripto.

CEO Circle Jeremy Allaire mengatakan, pedagang Asia menguasai sekitar 70 persen perdagangan kripto. Coin Metrics menambahkan, Tether digunakan dalam 40 hingga 80 persen semua transaksi pada dua bursa kripto besar, yaitu Binance dan Huobi.

Thaddeus Dryja, peneliti di Institut Teknologi Massachusetts (MIT) menduga sebagian besar orang tidak sadar mereka memakai Tether. Para pengguna bursa kripto mengira mereka menyimpan dolar sesungguhnya. Hal ini karena banyak bursa kripto tidak bisa menyimpan dolar atas nama nasabah, sehingga bursa tersebut memakai Tether. Terkadang, bursa sengaja memberi kesan bahwa yang disimpan nasabah adalah dolar AS dan bukan Tether.

Tether memang sarat kontroversi. Aset kripto ini diterbitkan perusahaan di Hong Kong yang juga mengoperasikan bursa Bitfinex. Mekanisme penambahan suplai Tether pun kurang jelas, dan jumlah Tether yang dijamin agunan masih dipertanyakan. Pada awalnya, Tether mengklaim USDT dijamin 100 persen dengan dolar AS, tapi kemudian angka itu berubah menjadi 74 persen.

Profesor keuangan Universitas Texas John Griffin menyebutkan bull market Bitcoin pada tahun 2017 sangat dipengaruhi oleh manipulasi menggunakan Tether. Ia menjelaskan, “Dikendalikan pihak pusat tidak sesuai dengan tujuan awal blockchain dan aset kripto desentralistik.”

Dengan menghindari kuasa pemerintah, pengguna stablecoin menempatkan kepercayaan di tangan perusahaan besar yang tidak jelas motivasinya. Ide stablecoin memang bagus, tetapi secara nyata sangat beresiko dan mudah disalahgunakan serta terkena masalah yang sama seperti uang fiat, tambah Griffin.

Di sisi lain, sebab Tether sangat penting bagi pertumbuhan bursa kripto, banyak bursa yang akan bersedia menopang Tether bila jatuh, jelas Dan Raykhman, mantan teknologi perdagangan di Galaxy Digital.

Kendati sudah ada lusinan stablecoin yang meluncur dalam setahun terakhir, dan tidak sedikit yang diaudit oleh pihak independen, Tether masih merupakan stablecoin nomor wahid. Aaron Brown, penulis Bloomberg Opinion, berkata Tether memang tidak sempurna, tetapi manfaatnya jauh melebihi resikonya bagi pengguna. [bloomberg.com/ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait