Bitcoin Rp185 Juta per BTC, Jangan Terlalu Hepi

Bitcoin akhirnya sukses mendaki hingga Rp185 juta per BTC pada 17 Agustus 2020 malam. Secara kebetulan peristiwa sangat aduhai itu terjadi bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Memang bikin hepi, tetapi janganlah terlalu.

OLEH: Gabriel Rey
CEO Bursa Aset Kripto Triv.co.id/Tpro.co.id

Saya katakan jangan terlalu hepi, bukan maksudnya mengecilkan hati saudara-saudara sekalian. Maksud saya adalah, kenaikan harga Bitcoin terbaru itu sebenarnya belum seberapa, karena ada kenaikan besaran lanjutan. Sebelum akhir tahun masuk di wilayah Rp222 juta per BTC saya pikir sangat masuk akal.

Ada sejumlah spektrum argumen yang sangat fundamental soal kalimat saya itu, mulai dari dukungan kuat oleh Kantor Pengawas Mata Uang Dolar (OCC) Kementerian Keuangan AS hingga langkah perusahaan publik MicroStrategy yang membeli ribuan BTC sebagai basis investasinya.

Sebelumnya, 8 Mei 2020 lalu, ada Pendiri Tudor Investment Corporation, Paul Tudor Jones yang menyebutkan bahwa nilai Bitcoin setara dengan kelajuan nilai emas, ketika pada tahun 70-an kali pertam masuk di pasar berjangka.

“Bitcoin mengingatkan saya pada emas ketika saya pertama kali masuk ke bisnis [investasi] ini pada tahun 1976. Strategi terbaik memaksimalkan laba adalah dengan memiliki kuda tercepat. Jika saya dipaksa untuk memperkirakan, taruhan saya adalah Bitcoin,” katanya.

Menurut saya, Jones secara praktis meletakkan dasar yang baik untuk merangsang banyak perusahan besar lainnya membeli Bitcoin, jadi bukan sekadar pembeli “retail” seperti saat ini.

Sebelum kita bahas dua hal utama itu, jikalau ada perhatian lebih seksama, berhasilnya Bitcoin masuk ke wilayah lebih dari US$12 ribu, kemungkinan besar didongkrak oleh saran George Ball, Mantan Kepala Eksekutif Prudential Securities, pada 15 Agustus 2020 lalu.

Tokoh berpengaruh di Wall Street itu mengatakan bahwa Bitcoin tidak bisa lagi diabaikan sebagai kelas aset baru masa kini. Padahal dulu Ball kerap tidak mendukung Raja Aset Kripto itu, kendati tidak sama ragunya dengan sikap taipan Warren Buffett.

Ball Sarankan Beli Bitcoin
Menurut Ball, faktor utama pelejit Bitcoin adalah langkah pemerintah AS yang tidak mungkin terus-menerus merangsang pasar hanya dengan stimulus ekonomi dengan memasukan uang baru ke dalamnya. Ini yang disebut sebagai banjir likuiditas dan praktis menekan nilai dolar AS di pasar global.

Saya sepakat dengan pendapat Ball, bahwa banjir likuiditas akan berakhir cepat atau lambat dan menyarankan investor segera “menyetel ulang” strategi investasinya, sembari mempertimbangkan membeli Bitcoin.

Memang omongan Ball tidak langsung berdampak pada terdongkraknya pasar Bitcoin, tetapi perlu waktu setidaknya dua hari, menanti lebih banyak orang lagi melakukan akumulasi.

Arah Investasi MicroStrategy
Kabar yang cukup memantik perhatian adalah keputusan perusahaan publik MicroStrategy untuk membeli 21.454 BTC senilai US$250 juta atau setara dengan Rp3,6 triliun. Hal itu diumumkan pada 11 Agustus 2020. Dan lagi-lagi belum memantik sentimen positif di pasar. Bahkan Raja Aset Kripto itu tersedot ke bawah.

Mengintip OCC
Pernyataan tegas oleh OCC pada beberapa waktu lalu, juga harus dicermati sedekat mungkin. OCC sejatinya telah membuka gerbang seluas-luas bagi Bitcoin secara khusus dan dunia aset kripto secara umum.

OCC mengatakan bahwa semua bank di Amerika Serikat dipersilahkan membuka layanan kustodian aset kripto bagi nasabahnya. Bagi saya ini sama halnya menambah pilihan pintu masuk bagi penggemar Bitcoin, khususnya generasi Milenial dan generasi di bawahnya, selain mereka menyimpanya di bursa aset kripto.

Memang jelaslah, bukan berarti OCC mengatakan seperti itu, semua bank langsung secara cepat membuat layanan mantap bagi nasabahnya. Ada sejumlah langkah lagi yang perlu dibuat, yakni peraturan yang bersifat mengikat kepada bank, karena pasti memiliki peraturan yang berbeda jika dibandingkan dengan bursa aset kripto di Amerika Serikat.

Jadi, ini perlu waktu, tetapi sangat efektif menopang nilai Bitcoin dan menopang kesadaran khalayak soal potensi kelas aset baru itu.

Kebijakan izin layanan yang mirip seperti itu sebenarnya sudah ada di Swiss dan Korea Selatan.

Di Swiss misalnya ada Bank Cler, anak perusahaan Bank BKB (Basler Kantonalban). BKB masuk dalam 8 bank raksana di Swiss dengan nilai aset mencapai US$49 miliar. Mereka berniat membuka layanan kustodian aset kripto pada awal tahun 2021.

Menurut pihak bank, keputusan itu bertolak pada kenyataan bahwa permintaan besar datang dari nasabah mereka dari kalangan muda. Katanya, nasabah muda mereka sangat ingin berinvestasi di aset kripto.

Visa dan Mastercard
Jauh sebelum pernyataan OCC, ada Visa dan Mastercard yang kian tegas mendukung ekosistem aset kripto. Perusahaan besar itu menyediakan panggung tambahan agar aset kripto semakin tenar, lewat penerbitan kartu debit/kartu kredit bernilai aset kripto.

Masa Depan
Bitcoin hari ini sangat jauh berbeda dengan 3 tahun silam. Sejak tahun 2018 saja kian banyak pasar derivatif (non spot market) yang menarik banyak orang melaburkan dana di dalamnya.

Bahkan ada pengayaan lewat “saham Bitcoin” oleh Grayscale, sebagai jembatan antara Bitcoin sungguhan, dengan pasar modal biasa.

Artinya, pemain tradisional kian masuk dalam arus besar aset kripto ini. Mereka tergiur, karena publik lebih memilih jenis aset baru itu.

Di masa depan, akan sangat lumrah bank-bank besar punya layanan simpan dan kelola Bitcoin, selayaknya Decentralized Finance (DeFi) saat ini yang mencapai US$6,3 miliar!

Secara pribadi, saya harapan saya semakin besar terhadap Bitcoin secara umum, karena ditopang oleh sentimen positif banyak pihak yang berpengaruh di bidangnya.

Karena itu pula kita berharap harga Bitcoin bisa terdongkrak lebih tinggi lagi di beberapa bulan sebelum akhir tahun ini di kisaran US$15 ribu (Rp222 juta) per BTC. [*]

Terkini

Warta Korporat

Terkait