Bos Triv.co.id: Pajak Kripto Per Transaksi Itu Kurang Tepat

Gabriel Rey, CEO Triv.co.id berpendapat wacana pembebanan Pajak Pertambahan Hasil (PPh) final sebesar 0,01 persen terhadap setiap transaksi aset kripto di Indonesia itu kurang tepat.

Rey menilai sepatutnya besaran 0,01 persen itu tidak dibebankan untuk setiap transaksi. Katanya, yang dikenakan pajak adalah dari keuntungan yang didapat, bukan dari setiap nilai transaksinya.

“Kalau misalnya yang dikenakan pajak adalah nilai transaksi. Ada orang beli aset senilai Rp10 juta, lalu dia rugi sebesar Rp5 juta. Masa orang sudah rugi masih terbeban pajak lagi? Seharusnya PPh dibebankan pada keuntungannya,” katanya.

Rey berpendapat, soal PPh ini Pemerintah harus meniru terapan dari negara-negara maju, di mana PPh dikenakan pada keuntungan dari nilai transaksnya. Misalnya, seseorang beli aset Rp10 juta, lalu dijual di harga Rp15 juta, dan dia dapat untung Rp5 juta.

“Nah, yang terkena pajak adalah dari keuntungan Rp5 juta itu. Lah, kalau seluruh transaksi dikenakan pajak, otomatis nilai harga komoditasnya kita di dalam negeri jadi lebih tinggi dibandingkan negara tetangga. Dengan kata lain pihak broker (pengelola bursa kripto) terpaksa harus menambahkan persen pajak itu ke nilai transaksi,” kata Rey.

Rey menambahkan perumpamaan lain untuk aset emas. Misalnya Anda membeli emas 1 gram di Antam seharga Rp500.000. Tidak mungkin Rp500.000 itu yang terkena pajak.

“Kalau nilai asetnya yang dikenakan pajak, maka harga emasnya jadi mahal. Yang benar adalah kenakan pajak itu pada besaran brokerage fee-nya. Misalnya, brokerage fee di Antam itu 0,3 persen, maka pajak 0,01 persen itu dikenakan terhadap brokerage fee-nya, bukan nilai komoditas/asetnya,” tegas Rey.

Pemerintah Indonesia berencana akan mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) final untuk setiap transaksi penjualan Bitcoin, altcoin dan token pada perusahaan bursa kripto yang beroperasi di Indonesia. Langkah ini dilakukan setelah pada September 2018 lalu, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan No 99/2018 yang menetapkan aset kripto sebagai subjek komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.

Sebelumnya, Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Dharmayugo Hermansyah mengatakan, pajak transaksi aset kripto sebesar 0,01 persen ini akan sama dengan pajak yang dikenakan pada transaksi penjualan saham di Bursa Efek Indonesia.

“Usulan sejumlah pihak sama dengan pajak saham,” ujarnya kepada Blockchainmedia.id di sela-sela acara BlockJakarta, Kamis (2/5).

Untuk besaran PPh yang dipungut dari transaksi aset kripto ini, menurutnya berdasarkan usulan berbagai pihak sebesar 0,01 persen dari nilai transaksi. Dharmayugo optimis pengenaan pajak sebesar itu bisa diterima oleh para pelaku industri aset kripto di Indonesia.

Ketentuan PPh ini akan diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan yang diperkirakan akan diterbitkan pada tahun ini juga, bersamaan dengan pendaftaran perusahaan bursa kripto ke Bappebti, sebagai tindak lanjut dari Peratuaran Bappebti No.5 tahun 2019 yang terbit Februari lalu. [vins/jul]

Terkini

Warta Korporat

Terkait