CEO Uniswap Sindir Ethereum, Sebut Solana Bisa Lebih Solid

CEO dan Pendiri Uniswap, Hayden Adams, baru-baru ini bikin heboh komunitas Ethereum. Lewat serangkaian cuitan, ia secara blak-blakan menyoroti arah pengembangan Ethereum yang dinilainya mulai kehilangan fokus.

Menurutnya, jika jaringan itu tetap ngotot menjadikan layer-1 (L1) sebagai tulang punggung utama untuk aktivitas DeFi, maka Solana bisa saja jadi pesaing yang lebih solid, baik dari segi tim, roadmap, maupun pendekatan skalabilitasnya.

Kritik Pedas untuk Arah Strategi Ethereum 

Komentar Adams bukan sekadar celoteh kosong. Ia sudah cukup lama jadi tokoh penting di dunia Ethereum dan DeFi, jadi ketika ia menyampaikan kritik seperti ini, orang langsung pasang telinga.

Yang jadi sorotannya? Ketidakkonsistenan komunitas Ethereum sendiri. Ia menilai, selama lima tahun terakhir jaringan ini sudah berupaya mengembangkan strategi yang berbasis rollup dan layer-2 (L2), tapi belakangan banyak narasi baru yang justru membingungkan arah pengembangan.

“Hal yang saya tentang adalah kebingungan yang terjadi ketika Ethereum berada pada ‘roadmap yang berpusat pada rollup‘ tetapi semua hal penting masih harus ada di L1 dan kita membutuhkan L2 untuk skalabilitas tetapi kita tidak mendukungnya karena ada sesuatu yang perlu diselaraskan,” ujar Adams.

Di sisi lain, ia menyebut Solana memiliki pendekatan yang lebih tegas. Solana tetap fokus menjadikan L1 sebagai tempat semua aktivitas terjadi, dan mengembangkan infrastrukturnya untuk bisa menangani beban berat tanpa perlu ‘membuang’ eksekusi transaksi ke lapisan lain.

Ini yang menurut Adams patut diperhitungkan. Jika ingin DeFi berjalan langsung di L1, maka Solana punya keunggulan yang tak bisa diabaikan begitu saja.

Arah Pengembangan Masih Belum Jelas dan Stabil

Lebih lanjut lagi, Adams menyebut bahwa Ethereum terlalu sering mengubah arah. Kadang mendorong penggunaan L2, tapi di waktu lain malah kembali mengandalkan L1 untuk hal-hal penting. Kondisi ini membuat para pengembang jadi ragu, karena mereka tak tahu strategi jangka panjang mana yang sebaiknya diikuti.

Untuk konteks, strategi rollup Ethereum bertujuan agar transaksi tidak semuanya diproses di L1, melainkan dialihkan ke L2.

Dengan begini, beban jaringan bisa dikurangi dan biaya gas bisa lebih murah. Tapi jika dalam praktiknya komunitas masih menggantungkan segala hal pada L1, maka tujuan ini sulit tercapai.

Analogi sederhananya seperti ini, bayangkan kamu punya rumah dua lantai. Selama ini kamu berusaha merenovasi lantai dua agar bisa menampung lebih banyak tamu. Tapi setiap kali ada acara, kamu tetap pakai lantai satu dan lantai dua dibiarkan kosong. Nah, orang jadi bertanya-tanya, buat apa repot-renovasi kalau tidak benar-benar digunakan?

Namun demikian, bukan berarti Adams menyerah pada Ethereum. Ia justru ingin komunitas lebih tegas, di mana kalau sudah memilih jalur rollup, maka jalani dengan konsisten. Jangan setengah-setengah.

Karena kalau tidak, para pesaing seperti Solana bisa dengan cepat mengambil alih pangsa pasar, terutama dalam hal pengguna baru dan pengembang yang butuh infrastruktur stabil.

Menariknya, komentar Adams ini memunculkan banyak diskusi di kalangan penggiat kripto. Beberapa mendukung dan menganggapnya sebagai peringatan yang perlu diseriusi, sementara yang lain menganggapnya terlalu dramatis dan meremehkan kompleksitas Ethereum.

Apapun itu, satu hal yang jelas, dunia blockchain tak pernah sepi dari perdebatan. Dan kali ini, perdebatan itu datang langsung dari dalam rumah Ethereum itu sendiri. [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait