William Sutanto, pendiri sekaligus CTO Indodax (sebelumnya dikenal sebagai Bitcoin Indonesia), adalah sosok yang berperan penting dalam perkembangan dunia aset kripto di Indonesia. Dalam wawancara eksklusif kami dengan pria asal Semarang ini, ia mengungkapkan kisah perjalanannya sejak pertama kali mendengar tentang Bitcoin hingga membangun Indodax bersama rekannya Oscar Darmawan, menjadi salah satu crypto exchange terbesar di Asia Tenggara.
Ia juga memaparkan panjang lebar tentang latar belakang pendirian Indodax, tantangan awal yang dihadapinya, peran Indodax dalam literasi kripto di Indonesia, serta pandangan William tentang masa depan industri kripto.
Pertemuan Pertama William Sutanto dengan Bitcoin, Isi Web Bitcoin.co.id Awalnya Hanya Blog
William mengaku pertama kali mendengar tentang Bitcoin sekitar tahun 2011 melalui forum-forum daring seperti Digg.com dan Reddit. Konsep Bitcoin, yang menawarkan alternatif sistem pembayaran terdesentralisasi, menarik perhatiannya. Saat itu, layanan pembayaran digital seperti Paypal dan kartu kredit belum sepenuhnya dapat diakses di Indonesia. Baginya, Bitcoin hadir sebagai solusi inovatif untuk transaksi lintas negara tanpa batasan sistem keuangan konvensional.
Dia bilang, saat itu E-Gold dan perfect money saja tidak bisa diandalkan, karena tidak jelas legalitasnya. Kalau ingin transfer keluar negeri harus andalkan cek atau datang ke counter bank untuk SWIFT transfer. Jadi saat itu belum ada solusi payment digital yang handal, Bitcoin menjawab permasalahan ini.
William pun mengakui, Dari awal-awal mengenal Bitcoin saya sudah cukup yakin Bitcoin akan berkembang, hanya saja tidak terbersit di pikiran bahwa akan sebesar ini. Pada saat itu dia hanya membayangkan Bitcoin akan menjadi alternative payment system di samping misalnya Paypal. Namun dari tahun ke tahun, ia akhirnya menyadari potensi Bitcoin dan crypto asset makin menunjukan potensinya akan menjadi sebuah teknologi yang disruptive.
“Jadi, sebenarnya awalnya hanya iseng, saat mendengar soal Bitcoin pertama kali, saya pun membeli domain Bitcoin.co.id dan mengisinya dengan blog sederhana tentang berita Bitcoin dalam Bahasa Indonesia. Kemudian, saya melihat peluang lebih besar dan mulai menawarkan jasa jual beli Bitcoin, yang akhirnya berkembang menjadi crypto exchange seperti sekarang,” kata William kepada jurnalis Blockchainmedia.id melalui WhatsApp pada pekan lalu.
Bitcoin Indonesia sendiri resmi didirikan pada 15 Februari 2014, dengan nama yang kemudian diganti menjadi Indodax pada 26 Maret 2018. Menurut William, perubahan nama ini untuk menyesuaikan bisnis yang berkembang, yang tidak hanya berfokus pada Bitcoin tetapi juga berbagai aset kripto lainnya.
“Kami ingin menunjukkan bahwa Indodax tidak hanya sekadar Bitcoin, tetapi mencakup berbagai jenis cryptocurrency yang lebih luas,” ujarnya.
Tantangan Awal dalam Membangun Indodax
Di masa awal pendirian, William menghadapi berbagai tantangan yang tidak mudah. Bitcoin, pada saat itu, sering kali dikaitkan dengan aktivitas ilegal seperti pencucian uang dan transaksi untuk perdagangan di pasar gelap, yang membuat banyak pihak meragukan teknologi ini. Hal ini juga berdampak pada pandangan para regulator, seperti Bank Indonesia, PPATK, dan aparat penegak hukum lainnya, terhadap aset kripto.
“Bitcoin di masa lalu memang memiliki konotasi yang cukup negatif. Kami sering kali dipanggil oleh pihak regulator untuk berdiskusi dan memberikan edukasi mengenai cryptocurrency, karena sektor ini terkait erat dengan industri keuangan yang sangat diawasi secara ketat. Pendekatan intensif sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan para pemangku kebijakan,” ungkap William.
Selain itu, William juga menghadapi tantangan dari sisi teknis, terutama dalam hal skalabilitas. Pada saat itu, perkembangan industri kripto sangat cepat dan sulit diprediksi. Berbeda dengan sektor e-commerce yang memiliki pola prediksi perilaku pengguna yang stabil, pasar kripto tidak memiliki waktu istirahat, beroperasi 24/7.
Dia bilang, kalau di bursa efek misalnya, ada jam buka, jam tutup dan hari libur. Saat market tutup, operator bursa bisa melakukan maintenance dan optimasi sistem.
“Nah, operator crypto market tidak punya kemewahan seperti ini. Kami pun kerap kali mengalami gangguan teknis akibat overload sistem. Namun, kini Indodax telah memiliki sumber daya yang cukup untuk dapat diandalkan sepanjang waktu,” tambahnya.
Yakin dengan Bitcoin, Tapi Oscar Awalnya Ragu
William sejak awal telah melihat potensi besar blockchain Bitcoin, khususnya sebagai teknologi yang dapat menggantikan sistem pembayaran terpusat. Pada akhir 2013 hingga awal 2014, permintaan Bitcoin meningkat tajam, terutama dari Tiongkok, yang mendorong harga Bitcoin melampaui US$1000 untuk pertama kalinya.
“Melihat kenaikan harga yang eksponensial, saya merasa saat itu adalah momentum yang tepat untuk terjun sepenuhnya ke industri ini,” jelas William.
Pada tahun 2014, William meyakinkan rekannya, Oscar Darmawan, untuk bermitra dalam mengelola Bitcoin.co.id, yang kemudian berkembang menjadi Indodax. Meskipun Oscar awalnya kurang yakin dengan potensi Bitcoin, William berhasil meyakinkannya untuk bersama-sama mengelola crypto exchange pertama di Indonesia.
“Awalnya dia masih tidak yakin, namun saya berhasil membujuk sehingga kami bersama-sama all out di Bitcoin.co.id,” kenang William.
Literasi Kripto Itu Penting!
Sebagai crypto exchange terbesar di Indonesia, William menyadari bahwa Indodax memiliki tanggung jawab besar dalam meningkatkan literasi dan adopsi aset kripto di kalangan masyarakat. Untuk itu, ia menerapkan beberapa strategi utama, terutama dalam hal keamanan dan kenyamanan pengguna.
Menurut William, salah satu takaran utama yang dipegang oleh Indodax adalah memastikan profitabilitas anggota.
“Pertama aset pengguna harus aman, kami mengoptimalkan listing kripto-kripto yang potensial, menyediakan fitur-fitur yang menguntungkan seperti staking, dan memberikan edukasi secara intensif agar mereka bisa berinvestasi dengan bijak,” jelas William.
Dalam hal edukasi, Indodax juga aktif mengadakan program literasi kripto melalui Indodax Academy, berpartisipasi dalam Bulan Literasi Kripto bersama Bappebti, serta bekerja sama dengan Blockdev.id untuk mendukung para pengembang blockchain di Indonesia. Dengan berbagai inisiatif ini, William berharap masyarakat dapat semakin memahami seluk-beluk investasi aset kripto dengan baik.
Sasaran Zero Incident
Sebagai bos yang mengurus teknologi di Indodax dan merangkap terkait pengembangan produk, William berkomitmen penuh untuk menjaga keamanan data dan aset pengguna Indodax. Meskipun Indodax pernah mengalami insiden keamanan, William memastikan bahwa mereka belajar banyak dari pengalaman tersebut.
“Kami benar-benar 100 persen berkomitmen melindungi aset pengguna. Setelah insiden yang terjadi, kami mengambil langkah-langkah untuk mencapai operational excellence dengan sasaran zero incident,” tegasnya.
William Sutanto juga mengungkapkan bahwa Indodax menerapkan berbagai sistem keamanan untuk melindungi data pengguna, termasuk enkripsi dan pemantauan 24 jam. Selain itu, Indodax juga mematuhi standar keamanan internasional yang ketat untuk mencegah potensi peretasan di masa depan.
Indodax di Peringkat ke-4 Global dalam Kerugian Peretasan Crypto Exchange
Volume Kecil Dibandingkan Negara Lain dan Sejumlah Tantangan Regulasi
Ke depannya, William memiliki visi besar untuk Indodax. Namun, ia juga menyadari bahwa perubahan regulasi dapat mempengaruhi perkembangan industri ini. Saat ini, regulasi aset kripto di Indonesia sedang dalam masa transisi dari Bappebti ke OJK, yang diperkirakan akan membawa perubahan dalam peraturan di masa mendatang.
“Dalam jangka pendek, kami masih wait and see terhadap perubahan regulasi. Fitur baru seperti staking dan pasar derivatif, DEX dan lain sebagainya mungkin akan kami eksplorasi jika ada dasar hukum yang jelas. Dalam jangka panjang, saya optimis bahwa industri cryptocurrency dan Web3 akan berkembang jauh lebih besar lagi,” ungkap William.
Industri aset kripto di Indonesia terus berkembang, bahkan memiliki tingkat adopsi terbesar ketiga di dunia menurut Chainalysis. William melihat bahwa potensi besar ini dipengaruhi oleh populasi Indonesia yang besar dan penetrasi internet yang luas.
Namun, William Sutanto juga menyadari bahwa volume perdagangan aset kripto di Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara lain, seperti Korea Selatan atau Thailand, yang juga terkait dengan sejumlah hambatan regulasi dan tarif yang harus dibayar.
“Kita beruntung hidup di Indonesia, negara dengan populasi terbesar nomor 4 di dunia, apalagi ditambah dengan penetrasi Internet dan mobile phone yang besar. Ini membuat angka pengguna kripto di Indonesia sangat tinggi. Namun kalau dilihat lebih dalam sebenarnya dibanding dengan negara lain seperti Korea Selatan atau bahkan Thailand, volume perdagangan Indonesia (CEX maupun DEX) relatif kecil. Exchange lokal sangat sulit bersaing dengan exchange global karena ada berbagai tarif yang harus dibayar, seperti pajak dan biaya CFX (bursa berjangka aset kripto Indonesia-Red),” sebutnya.
William Sutanto berharap agar pemerintah dapat lebih tegas dalam menegakkan hukum, sehingga crypto exchange lokal memiliki playing field level yang sama dengan exchange global. Selain itu, ia berharap ada peraturan pemerintah yang lebih mendukung industri lokal agar dapat berkembang secara berkelanjutan.
Perjalanan William Sutanto bersama Indodax menunjukkan bahwa dunia aset kripto di Indonesia memiliki prospek cerah, meskipun tantangan regulasi dan keamanan tetap menjadi perhatian utama. Dengan visi yang kuat, komitmen pada edukasi, dan upaya keras untuk membangun kepercayaan pengguna, Indodax berhasil mempertahankan posisinya sebagai crypto exchange terbesar di Indonesia.
William optimis bahwa industri kripto di Indonesia akan semakin maju, dengan dukungan regulasi yang matang dan kepastian hukum yang jelas. Indodax, di bawah kepemimpinan William dan timnya, akan terus berinovasi untuk memberikan layanan terbaik bagi pengguna serta mendorong literasi kripto di tanah air. [ps]