EOS dan TRON Hantam Pangsa Pasar Ethereum?

Ethereum pernah disebut sebagai “pewaris” Bitcoin, karena memungkinkan pengembang dapat menciptakan aplikasi yang melakukan transaksi otomatis, alih-alih hanya sebagai alat tukar. Kini, jaringan Ethereum mulai kehilangan pangsa pasar. Proyek-proyek kripto mulai diluncurkan di platform rival seperti EOS dan Stellar, termasuk menggelar initial coin offering (ICO).

Kyle Samani, co-founder dana lindung nilai Multicoin Capital Management berpendapat, dahulu memang belum ada pilihan selain Ethereum untuk membuat aplikasi yang keren. Tetapi, dalam enam hingga bulan terakhir, ada beragam pilihan lain.

Hijrahnya sejumlah proyek kripto ke jaringan saingan berdampak terhadap permintaan Ether (ETH), yang berada dalam rentang harga sempit selama beberapa bulan terakhir. Investor kini tidak harus punya Ether (ETH) untuk ikut dalam ICO, dan benda-benda digital, termasuk “kucing virtual”, bisa dibeli tanpa harus memiliki ETH.

“Memiliki ETH bergantung terhadap pendapat Anda tentang kinerja jaringan itu di masa depan. Semakin banyak saingan Ethereum yang menarik pengembang untuk pindah, termasukk pengguna dan jumlah aplikasi terdesentralisasi, maka hal itu bisa berdampak negatif terhadap harga ETH,” jelas Travis Kling, Pendiri Ikigai.

Pangsa pasar aplikasi terdesentralisasi (dApp) memang bergeser. Per Januari tahun ini, hanya 28 persen dApp yang menggunakan jaringan Ethereum, dibanding 100 persen setahun sebelumnya. EOS kini menguasai 48 persen pengguna dApp, sementara TRON meraih 24 persen. Dari semua dApp yang dirilis pada Januari 2019, Ethereum masih memimpin sebanyak 40 persen, tetapi EOS dan TRON semakin mendekat.

Patrick Barile, Chief Operating Officer DappRadar menjelaskan, jaringan-jaringan itu mendapat adopsi banyak, karena menawarkan kecepatan dan transaksi per detik yang lebih tinggi. Volume transaksi yang bisa ditanganinya pun lebih besar, sehingga menciptakan pengalaman pengguna dApp yang lebih baik.

Kendati mengakui pergeseran tersebut terjadi, pendiri Ethereum Vitalik Buterin tidak cemas. Ia mengatakan, Ethereum memang kehilangan posisinya sebagai pemimpin, tetapi hal itu tidak dapat dihindari. Ethereum muncul sebagai platform kontrak pintar (smart contract) yang pertama, sehingga kegunaannya masih umum.

Ethereum yang lebih lambat dan biayanya yang tinggi menyebabkan sejumlah startup menerbitkan token mereka di jaringan lain. CEO Ternio (TERN) Daniel Gouldman misalnya, memilih Stellar, sebab ia membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk kartu debit kripto besutannya.

“Jika Anda berada di restoran cepat saji, bayangkan Anda harus menunggu hingga 20 menit karena jaringan Ethereum sedang sangat padat. Dengan Stellar, proses ini mudah dan cepat. Untuk tujuan yang ingin kami capai, Stellar merupakan produk yang lebih baik,” jelas Gouldman.

Selain itu, Ethereum mungkin akan menghadapi pesaing terbesarnya, yakni Binance. Bursa kripto nomor satu tersebut berencana meluncurkan blockchainnya sendiri, Binance Chain dalam beberapa bulan ke depan. Binance sudah menggandeng sepuluh proyek yang saat ini masih memakai Ethereum tetapi akan berpindah ke Binance Chain.

Kendati menghadapi persaingan berat, Ethereum masih jauh dari kalah. Mayoritas token masih berbondong-bondong menggunakan Ethereum untuk melakukan ICO dan menggalang dana sebab Ethereum memiliki basis penggemar dan dukungan pengembang yang besar.

Komunitas Ethereum memang kuat, kata Hudson Jameson, anggota Ethereum Foundation. Semua anggota komunitas terus membangun dan mendukung Ethereum terlepas dari kondisi pasar. Pengembang berusaha memperbaiki kinerja dan kecepatan transaksi jaringan, seperti Plasma dan Serenity.

Tetapi, mengingat rencana skalabilitas Ethereum merupakan rencana bertahun-tahun dan sulit dilakukan, pengembang mulai melirik opsi lain yang lebih cepat. [bloomberg.com/ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait