Fatwa Haram Kripto, Ini Kata Teguh Harmanda, Ketua Aspakrindo

Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), pimpinan Teguh Harmanda, yang juga petinggi di bursa kripto Tokocrypto merespons fatwa haram cryptocurrency (uang kripto) yang dikeluarkan PWNU Jatim.

Menyikapi itu, Harmanda mengatakan aturan hukum yang berlaku saat ini masih mengizinkan perdagangan uang kripto.

“Jadi kalau kita lihat sendiri dari perdagangan berjangka itu kan sudah ada ininya (aturannya) ya, dan sudah ada fatwanya dan itu kan diperbolehkan. Sedangkan kripto sendiri kan masuk ke dalam perdagangan gitu lho, perdagangan fisik. Jadi kalau kemudian kita melihat kripto sebagai perdagangan ya pada dasarnya hanya transaksi jual-beli ya,” dilansir dari Detik.com, Kamis (28/10/2021).

Menurutnya perdagangan uang kripto harus dilihat secara objektif, jangan hanya melihat nilainya yang fluktuatif, yaitu kenaikan dan penurunan harganya begitu cepat. Sebab, menurutnya komoditas lain pun memiliki kecenderungan yang sama, yaitu fluktuatif.

“Itu kan juga saya pikir juga komoditas yang lain juga sama,” sebut Teguh.

Jika ditelisik dari sifat mudharatnya (kerugiannya) saja, menurutnya semua industri juga ada mudharatnya. Tapi di sisi lain harus dilihat manfaatnya.

“Jadi kalau kita lihat dari manfaatnya banyak juga orang yang mendapatkan manfaat lebih dari industri (uang kripto) ini,” ujarnya.

Dia juga pernah berdiskusi dengan beberapa orang pintar dan ulama bahwa biasanya fatwa tidak akan berbenturan dengan ketentuan atau hukum yang berlaku di negara. Jadi, jika hukum di Indonesia memperbolehkan uang kripto maka fatwanya juga akan membolehkan.

“Jadi kalau misalnya memang (aturan hukumnya) boleh mungkin fatwanya juga akan boleh,” jelas Teguh.

Namun, dia menambahkan bahwa soal fatwa haram uang kripto ini harus dibahas dan didiskusikan lebih dalam lagi.

MUI: Masih Akan Dibahas Lagi

MUI sendiri sebelumnya menegaskan bahwa hukum soal kripto masih akan dibahas lagi.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, menjelaskan MUI masih membahas terkait hukum mata uang kripto yang saat ini sedang meningkat popularitasnya.

Tapi dia menegaskan akan mengikuti aturan atau hukum yang berlaku di Indonesia. “Di Indonesia itu dilarang (cryptocurrency), karena pemerintah melarang sebagai mata uang. Karena jelas mata uang kita adalah rupiah,” dilansir dari Republika.co.id, Kamis (28/10).

“Oleh karena itu kita tunduk pada hukum pemerintah, karena hukum pemerintah itu mengikat,” tambahnya.

Kendati demikian, dia menjelaskan ada dua pendapat terkait cryptocurrency, yakni sebagai mata uang dan sebagai sebagai aset. Menurut pendapatnya pribadi, dia sebenarnya lebih condong membolehkan cryptocurrency sebagai mata uang. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait