India Studi Banding ke Jepang dan Inggris Belajar Kebijakan Kripto

Pihak regulator India sedang menjajaki pembuatan kebijakan kripto berbarengan dengan langkah Mahkamah Agung India yang mempelajari kasus antara industri bursa kripto dengan bank sentral, akibat pelarangan yang diberlakukan bank, seperti dilansir CCN.com, Rabu (12/09).

Bisnis-bisnis dan organisasi di sektor kripto dan blockchain diminta berpartisipasi dalam sidang dengar pendapat bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan India (Securities and Exchange Board of India atau SEBI), untuk membicarakan masa depan pasar kripto di India.

Dalam laporan tahunannya, SEBI melaporkan telah mengutus pejabat pemerintah ke Jepang, Inggris, dan Swiss untuk mempelajari kebijakan terhadap kripto di pasar luar negeri yang memiliki bursa aset digital dan komunitas yang aktif.

Pada bulan Juli, Mahkamah Agung (MA) India menolak mengangkat pelarangan terhadap perdagangan kripto yang diterapkan Bank Sentral India. MA India meminta bank-bank tetap tegas melarang penyediaan layanan keuangan dalam bentuk apapun kepada bisnis terkait kripto.

Kepada Bloomberg, Anand Bhushan, mitra firma hukum Shardul Amarchand Mangaldas & Co berkata bahwa selain kekhawatiran pemerintah soal pencucian uang, ada resiko yang terkait penggunaan mata uang digital sebagai alat tukar, dikarenakan spekulasi dan volatilitas.

“Tidak ada yang bisa mengukur resiko itu dengan tepat. Begitu ada kejelasan tentang bursa dan apakah uang digital bisa dipakai sebagai alat tukar dan pembayaran, atau apakah ia komoditas, spekulasi akan berkurang dan harga menjadi lebih stabil,” kata Bhushan.

Tetapi, menurut Head of Growth SFOX Danny Kim, masuknya firma investasi berskala besar ke pasar kripto menyebabkan harga semakin stabil, seperti yang terjadi di pergerakan harga Bitcoin selama Agustus, yang merupakan bulan paling stabil sejak Juni 2017.

“Sebelum institusi besar terlibat dan memperdagangkan kripto secara aktif, perbedaan harga Bitcoin antar bursa bisa setinggi 4,5 persen,” ungkap Kim.

Peningkatan kestabilan ini, sekaligus sebagai pengakuan bursa kripto sebagai lembaga keuangan yang diregulasi di kawasan-kawasan besar seperti Jepang, Korea Selatan, Perancis, Inggris dan Amerika Serikat, bisa memicu Pemerintah India menghentikan larangannya.

Para analis memrediksi bahwa pejabat pemerintah lokal yang melihat pasar luar negeri dengan tingkat pertumbuhan tinggi di sektor kripto dan blockchain, bisa menjadi faktor tak terduga yang berdampak terhadap strategi jangka panjang SEBI.

Tenaga kerja di bidang kripto dan blockchain di Asia tumbuh sebesar 50 persen. Sejumlah pemerintah melihat blockchain sebagai salah satu dari tiga teknologi inti di revolusi industri keempat selain big data dan kecerdasan buatan. Jika India bersikeras tetap melarang semua aktifitas perdagangan kripto, ia bisa terkucilkan dan tertinggal jauh.

Eropa yang memiliki ekonomi besar, terus tertinggal di belakang Jepang dan Korea Selatan dalam hal volume perdagangan dan pertumbuhan industri kripto sejak 2012, dikarenakan Eropa pada awalnya menolak kehadiran pasar kripto.

Minggu ini, European Commision, cabang eksekutif yang merancang undang-undang untuk kawasan Uni Eropa, mengakui sektor kripto sebagai industri yang sah setelah melihat perkembangan industri kripto yang pesat kendati volatil.

Valdis Dombrovskis, Wakil Presiden European Commission, berkata, “Kami telah berdiskusi dan bertukar pandangan tentang kripto. Kami melihat bahwa kripto akan terus hidup. Walau goncangan terjadi, pasar ini terus bertumbuh.”

Pemerintah India memainkan strategi beresiko tinggi dengan kebijakan yang mengucilkan dirinya dari industri kripto dan blockchain global. Pemerintah India berasumsi bahwa pasar kripto di India bisa melesat menjadi pemimpin di sektor ini kapanpun, begitu sudah dibangun kerangka kebijakan yang tepat.

Namun, seperti yang dapat dilihat di Eropa dan perbedaan infrastruktur pasar kripto antara negara-negara Eropa dan pemimpin pasar seperti Jepang, maka diperlukan waktu, modal dan sumber daya yang tidak kecil untuk membangun pasar kripto.

Tak seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Iran, India terkesan gamang untuk menentukan kerangka kerja yang mengatur Bitcoin, kripto dan ICO. Namun demikian investasi di bidang kripto di India terus meningkat.

Pada Desember 2017 Pemerintah India menyatakan bahwa Bitcoin dan kawan-kawannya adalah skema Ponzi. Dalam sebuah pernyataan oleh Kementerian Keuangan India disebutkan “virtual currency” tidak memiliki nilai instrinsik dan tidak disokong oleh aset apapun, serta bukanlah sebagai alat tukar yang sah.

Hingga April 2018, sejumlah bank di India memperingatkan nasabahnya, tentang resiko perdagangan dan investasi kripto. Berdasarkan penyelidikan Inc42, beberapa bank bahkan memutuskan hubungan kerjasama dengan beberapa bursa kripto di India. Di saat yang sama, Bank Sentral India (RBI) memerintahkan bank untuk meneruskan kebijakan tersebut. [ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait