Setelah beberapa hari bergerak naik, harga Bitcoin (BTC) akhirnya jatuh lagi sejak kemarin malam, disebabkan oleh data inflasi AS terbaru.
Meski beberapa investor menganggap Bitcoin sebagai aset lindung nilai, tetapi faktanya kripto utama ini harganya cenderung turun saat angka inflasi AS naik, mengikuti pasar saham utama AS.
Penyebab Harga Bitcoin Jatuh LagiÂ
Berdasarkan laporan Bitcoin Magazine, data inflasi AS yang dirilis tadi malam telah membawa indeks dolar AS meningkat, mengurangi selera risiko investor pada aset berisiko seperti saham dan kripto.
Karena relasi antara pasar saham dan pasar kripto masih tinggi, keduanya jatuh dengan cepat sebagai respon investor terhadap data AS yang tampak suram bagi aset berisiko.
Data inflasi AS yang rilis sebenarnya lebih rendah dari dua bulan sebelumnya, Juni dan Juli, tetapi masih merupakan angka yang tinggi di 8,3 persen untuk bulan Agustus.
Beberapa sektor utama mengalami tingkat inflasi tinggi, seperti BBM (66 persen), gas utilitas (33 persen) dan sektor energi (24 persen).
Itu tetap meningkatkan prospek kenaikan suku bunga dari bank sentral AS, the Fed, sehingga pasar menilai ini buruk untuk aset berisiko dan baik untuk dolar AS.
Diperkirakan, the Fed akan melanjutkan pengetatan kebijakan dan menaikkan suku bunga sebesar 0,75 poin persentase di bulan September, karena Ketua the Fed, Jerome Powell, berjanji untuk mengembalikan inflasi ke 2 persen.
Berdasarkan laporan Block Works, data inflasi terbaru dengan cepat membawa harga Bitcoin jatuh lagi sebanyak 6 persen, dan harga Ether (ETH) turun sebanyak 8 persen, karena pedagang berspekulasi pada langkah the Fed berikutnya.
Pada saat penulisan, harga BTC dan Ether tengah mencoba pulih perlahan, namun tidak begitu dapat diharapkan karena belum ada sentimen kuat yang mampu menyaingi tekanan dari data inflasi AS.
Keputusan terkait suku bunga akan datang di pertemuan the Fed pada hari Rabu mendatang (21/9/2022), di mana sebagian besar pengamat meyakini suku bunga akan dinaikkan.
“Siklus pengetatan Fed telah menyebabkan begitu banyak resesi karena mereka selalu melihat ke kaca spion [belakang],” ujar Danielle DiMartino Booth, CEO dan Kepala Strategi di Quill Intelligence LLC. [st]