Kisah Kisruh Harapan Coin dari Malaysia

Kalau di Indonesia Presiden Joko Widodo disinyalir “menyokong” Noor Coin yang disebut “inovasi karya anak bangsa”, di Malaysia kisahnya kurang lebih “satu rumpun”. Tetapi, yang satu ini bikin kisruh perpolitikan dan menjadi isu nasional.

Di negeri jiran itu, Menteri Wilayah Federal Khalid Abdul Samad membuat Harapan Coin (HRP). Diklaim tidak seperti proyek kripto pada umumnya, HRP bertujuan hanya untuk mengumpulkan dana politik kepada Pakatan Harapan, sebutan bagi koalisi sejumlah partai-partai yang berseberangan dengan kubu Barisan Nasional yang dipimpin oleh partai UMNO.

Kendati HRP sudah dirancang sejak tahun 2017 dan ICO-nya sudah berlangsung sebelum pemilihan umum pada 9 Mei 2018, hingga hari ini HRP kian memantik keriuhan di parlemen Malaysia. Pasalnya, pada pekan kedua November 2018, Khalid sesumbar mengatakan telah menyiapkan satu dokumen tentang rencana Pakatan Coin dapat dijadikan sebagai uang digital resmi Malaysia. Dokumen itu nantinya akan dilaporkan kepada Perdana Menteri dan Bank Negara Malaysia.

“Namun demikian, Harapan Coin itu bukanlah ide saya sendiri,” kata Khalid.

Menanggapi itu Anggota Parlemen Malaysia. Fahmi Fadzil, yang juga Direktur Partai Keadilan Rakyat (PKR) mengutarakan kekhawatiran tentang dampak kripto tersebut bagi belantika politik Malaysia.

“Sifat kripto yang anonim memunculkan sejumlah isu, sehingga kita perlu menunggu panduan dari Bank Negara Malaysia (BNM) mengenai kripto ini,” kata Fahmi.

Saking riuhnya, dua hari yang lalu, Menteri Keuangan Malaysia Lim Guan Eng mengaku telah meminta Khalid Abdul Samad menghentikan sementara sembarang wacana soal Harapan Coin kepada publik. Kata Lim, soal kripto ini harus dibincangkan terlebih dahulu dengan Bank Negara Malayia dan Otoritas Moneter Malaysia.

Pandangan Mahathir Mohammad

Pemilihan umum pada Mei silam, sukses mengantarkan Mahathir Mohammad sebagai Perdana Menteri Malaysia, menggantikan Najib Rajak, setelah Pakatan Harapan bersama satu partai di Sabah memenangkan 115 kursi di parlemen.

Di sejumlah media Mahathir diketahui sangat mendukung ide soal cashless society, sebagaimana yang diusung oleh India. Katanya kepada Malaymail.com, India saat ini sedang mempercepat program cashless, di mana warga India didorong tak lagi menggunakan uang tunai dalam segala bertransaksi. Bank Negara Malaysia, kata Mahathir juga mempercepat program seperti itu melalui Financial Sector Blueprint 2011-2020, di mana teknologi pembayaran elektronik adalah satu dari sembilan fokus demi pencapaian efisiensi ekonomi Malaysia.

Tetapi, pada 15 November 2018, Mahathir meluruskan kepada publik bahwa dia tak mendukung Harapan Coin yang diinisasi oleh Khalid agar dapat dijadikan mata uang resmi Malaysia, kendati sifatnya mirip dengan ide cashless society di India.

“Itu kan hanya pendapat Khalid. Kami pun belum mendapatkan pandangan yang cukup tentang itu kripto itu. Kami mungkin bisa menerimanya, bergantung apakah nanti itu akan memberikan manfaat yang baik,” kata Mahathir seperti yang dilansir Malaymail.com.

Kripto Oposisi

Pada 7 Mei 2018 di sebuah video di Youtube, Khalid memaparkan cukup gamblang soal Harapan Coin itu. Pada masa itu ia belum menjabat menteri, tetapi sebagi Direktur Komunikasi Partai Amanah Negara.

“Kami adalah anggota Pakatan Harapan… Beberapa bulan yang lalu saya bertemu dengan sekelompok warga Malaysia yang tinggal di Australia. Mereka mengusulkan penggunaan kripto sebagai cara menggalang donasi bagi Pakatan Harapan. Di awalnya saya ragu, karena ini belum pernah dilakukan… Namun demikian, setelah mempelajarinya saya, merasa usulan itu sangat masuk akal dan dapat diterapkan. Akhirnya mereka membuat proyek ICO Harapan Coin secara lengkap,” kata Khalid.

Berdasarkan penelusuran BlockchainMedia, satu website khusus dibuat untuk Harapan Coin itu. Selayaknya sebuah ICO biasa, di sana bisa diunduh sebuah whitepaper, berikut sebuah QtWallet untuk menyimpan HRP. Di laman depan disebutkan dana yang sudah terkumpul mencapai US$814,33 dari US$120 juta berdasarkan roadmap.

Tidak seperti kripto pada umumnya, Harapan Coin dibuat demi mendukung partai oposisi Malaysia, Partai Amanah Negara, melawan partai petahana, Barisan Nasional yang berkuasa sejak 1973. Situs Harapan Coin mengklaim bahwa Barisan Nasional “menimbun harta dan kekuatan finansialnya melalui korupsi, kolusi dan nepotisme”.

Melalui pengumpulan sumbangan menggunakan HRP, diharapkan dana tersebut dapat digunakan Partai Amanah Negara agar menjadi partai penguasa di Malaysia dan mengusung pemerintahan yang bersih di “era demokrasi yang baru, menggunakan teknologi blockchain yang terbukti anti-korupsi”.

Tujuan khusus HRP adalah untuk menggalang sentimen oposisi melawan koalisi pemerintah petahana dalam General Election 14 (Pemilihan Umum Ke-14) yang digelar pada 9 Mei 2018 lalu. Kendati proses pemilu tersebut sudah lewat, akibat misi HRP yang sarat politik, banyak pihak di pemerintah Malaysia yang ingin tahu lebih lanjut tentang proyek itu.

Memang Malaysia telah banyak dilanda skandal korupsi selama beberapa bulan terakhir. Di bawah pemerintahan Mahathir Mohamad yang menjadi Perdana Menteri Malaysia sejak 10 Mei 2018, terjadi pembukaan data besar-besaran yang mensinyalir menjamurnya praktek korupsi di negara tersebut.

Sebelum pemilihan umum, ketika Najib Razak menjabat sebagai perdana menteri, pun merasa perlu angkat bicara. Katanya. Harapan Coin itu berisiko bagi ekonomi negara. Ironisnya, di masa yang sama Najib dituduh dengan dugaan sejumlah kasus pencucian uang yang merugikan Malaysia. Saat ini kasus Najib masih diproses di pengadilan. [ed]

 

Terkini

Warta Korporat

Terkait