Kripto: Sengkarut Turki dan AS

Survei oleh Statista yang melibatkan 15 ribu responden menunjukkan, 18 persen investor di Turki pernah membeli kripto seperti bitcoin dan ethereum selama beberapa tahun terakhir, seperti dilansir dari CCN.com. Angka itu cukup tinggi jika dibandingkan dengan jumlah investor AS yang memegang kripto, sekitar 8 persen.

Awal Agustus 2018, Pemerintah AS memberikan sanksi ekonomi terhadap Turki, mengucilkannya dari sistem perbankan global yang dioperasikan SWIFT di Belgia. Akibatnya, mata uang nasional Turki, lira, terpuruk lebih dari 50 persen terhadap dolar AS.

Bloomberg melaporkan pada 12 Agustus, pedagang di Turki mengalami kerugian akibat konflik Turki dengan AS. Para pedagang dan bisnis lokal tidak bisa menguangkan tabungan liranya, karena adanya kendali modal dan desakan pemerintah untuk tidak menukar lira dengan mata uang lain

“Saya menghormati presiden kami, tetapi saya tidak bisa menjual emas dan mata uang asing saya karena beliau memerintahkannya. Akibatnya saya sampai harus mengurangi makan,” keluh Sevin Temur, seorang pensiunan berusia 58 tahun, kepada Bloomberg.

Cahit Bas, seorang jauhari berusia 48 tahun, dalam sebuah wawancara mengatakan, ia merugi 1 juta lira, sekitar US$ 350 ribu sebagai akibat konflik yang meningkat antara Turki dan AS. Bas menyampaikan, media yang dikendalikan pemerintah tidak memperlihatkan tanda-tanda masalah, tetapi warga Turki merasakannya. Bahkan, dua pedagang melakukan bunuh diri dalam kurun waktu dua pekan terakhir.

Seorang wanita berusia 38 tahun, Basak Genc, mencoba menarik US$ 50 ribu dari tabungannya, tetapi permintaan tersebut ditolak mentah-mentah oleh bank. Dia juga tidak bisa melakukan transfer seperti biasa.

Sebuah mata uang, baik mata uang nasional maupun mata uang berdasarkan konsensus, bernilai, karena bertindak sebagai alat tukar. Jika likuiditas mata uang tersebut rendah dan pemiliknya dilarang menukarnya untuk aset lain oleh pihak regulator, maka nilai mata uang itu dipertanyakan.

Kendali atas lira oleh pemerintah Turki dengan cara mengungkung kebebasan finansial warga negaranya telah mendorong permintaan mata uang kripto oleh individu, pedagang, dan bisnis lokal.

Sebelumnya, CCN melaporkan bahwa Jerman, sebagai salah satu ekonomi terbesar di Eropa, telah mengutarakan niat untuk menciptakan sistem ekonomi yang terlepas dari AS setelah melihat konflik antara Iran dan AS.

Selama bertahun-tahun, pemerintah AS telah memanfaatkan sistem perbankan SWIFT untuk mengucilkan negara-negara seperti Turki dan Iran dari keuangan global.

Heiko Mass, Menteri Luar Negeri Jerman, mengatakan, “Karena itu, sangat penting kami memperkuat otonomi Eropa dengan membuat saluran pembayaran yang terlepas dari AS, dan menciptakan European Monetary Fund serta sebuah sistem Swift yang mandiri.”

Dengan semakin maraknya negara-negara yang menginginkan sistem keuangan mandiri, maka keunggulan kripto sebagai jaringan keuangan yang anti-sensor dan terdesentralisasi akan semakin tampak bagi penggunanya. [ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait