Dampak dari likuiditas dolar AS yang bermasalah telah mendorong India dan Bangladesh untuk menggunakan mata uang mereka masing-masing untuk penyelesaian perdagangan.
Bitcoin News melaporkan, Pemerintah India dan Bangladesh memutuskan untuk menggunakan mata uang fiat mereka untuk perdagangan bilateral keduanya.
Masalah Likuiditas Dolar AS di Bangladesh
Diketahui, langkah tersebut diambil guna mengamankan arus impor ke Bangladesh, yang saat ini menghadapi masalah likuiditas dolar AS, dampak dari konflik Rusia dan Ukraina.
Langkah tersebut juga akan memotong beberapa biaya terkait penggunaan mata uang AS, menjadi penggunaa rupee India dan taka Bangladesh.
“India adalah mitra dagang utama Bangladesh. Bangladesh mengimpor sejumlah besar barang dari India. Dengan demikian, keputusan seperti itu akan memangkas biaya bisnis, mempercepat transaksi dan meningkatkan perdagangan regional,” ujar Direktur Eksekutif Bank Bangladesh, Mezbaul Haque.
Lanjut dikatakan, negara Tanam Enam Musim tersebut telah mengimpor barang senilai hampir US$14 milyar dari India, dan hanya mengekspor sekitar US$2 milyar saja.
Saat kesepakatan dibangun untuk memberi keuntungan pada Bangladesh, negara ini hanya dapat membayar impor India dalam rupee, maksimal sebesar nilai ekspor mereka ke India.
“Kami selalu menyadari cara memotong kesenjangan perdagangan. Pada kenyataannya, Bangladesh adalah negara berbasis impor dan India adalah salah satu negara utama yang kami impor. Jadi, keputusan tersebut akan membantu dalam jangka panjang bagi kedua negara,” ujar Haque.
Diperkirakan, langkah terbaru ini akan dimulai per bulan Juni mendatang, karena mereka butuh waktu untuk menyiapkan segala kebutuhan dalam transaksi perbankan dan fasilitas penyelesaian pembayaran.
Sementara, bank sentral India telah memperkenalkan bentuk penyelesaian semacam itu dalam pedoman kebijakan perdagangan luar negeri terbarunya.
Pedoman tersebut telah diterapkan sejak 1 April kemarin, yang memungkinkan negara-negara dengan tekanan dolar AS untuk membayar impor pakai rupee India.
Beberapa negara lainnya juga telah mulai menggunakan mata uang alternatif untuk penyelesaian transaksi perdagangan internasional, yang kebanyakan dari mereka pakai yuan Tiongkok.
Aksi dedolarisasi dari aliansi BRICS tampak telah menginspirasi beberapa negara untuk mengikuti, yang digadang dapat mengancam dominasi dolar AS dalam jangka panjang. [st]