Malaysia Jajaki Blockchain untuk Tiga Industri Terbesarnya

Kelompok Industri-Pemerintah Malaysia untuk Teknologi Tinggi (Malaysian Industry-Government Group for High Technology atau MIGHT) menjajaki pemakaian teknologi blockchain demi meningkatkan transparansi dan keberlanjutan dalam tiga industri terbesarnya, seperti dilansir cryptoslate.com, Rabu (12/09).

Pemerintah Malaysia percaya bahwa teknologi blockchain bisa digunakan untuk mendongkrak perekonomian dan juga melancarkan sektor keuangan syariah. Mastura Ishak, Direktur Program di MIGHT mempelajari dampak teknologi blockchain terhadap industri penting di negara tersebut. Ia mengatakan bahwa teknologi blockchain menarik karena pemain kecil dapat mempengaruhi keputusan-keputusan yang dibuat.

Untuk saat ini, tim MIGHT akan menyelidiki penggunaan blockchain di sektor energi terbarukan, industri minyak kelapa sawit (yang merupakan produk ekspor terbesar Malaysia) dan keuangan syariah.

Tenaga Nasional Berhad (TNB), perusahaan listrik negara Malaysia, juga menjajaki penggunaan teknologi blockchain. Perusahaan tersebut tertarik menggunakan blockchain di sektor energi terbarukan, di mana penyedia energi wajib memberitahu sumber energi mereka, sehingga konsumen bisa memilih sumber energi yang terbaik.

Proyek blockchain lain sedang menguji coba konsep yang serupa. PowerLedger yang berbasis di Australia, dan We Power yang berbasis di Lithuania, sama-sama mengembangkan platform blockchain yang memungkinkan transaksi jual-beli energi secara desentralistik.

Kendati TNB adalah satu-satunya penyedia listrik di Malaysia, harapannya adalah teknologi blockchain dapat mendorong TNB untuk menghasilkan lebih banyak energi terbarukan. Industri minyak kelapa sawit adalah area berikutnya di mana pemerintah percaya blockchain bisa memberikan dampak yang positif. Sertifikat yang “ditempelkan” di blockchain untuk produk minyak kelapa sawit, memungkinkan konsumen untuk melacak sumber minyak kelapa sawit mereka. Selain itu, pemerintah dapat melihat area minyak kelapa sawit mana yang berkelanjutan dan mana yang perlu diregulasi.

Hukum Syariah melarang menagih bunga dan mewajibkan utang harus didukung oleh aset nyata seperti emas. Hal ini menyebabkan keuangan syariah memiliki syarat yang berbeda dengan perbankan Barat yang menggunakan aset abstrak seperti kontrak berjangka. Akibatnya, sistem perbankan syariah lebih rumit dan memiliki biaya legal dan administrasi lebih tinggi.

Sebagai contoh, setiap persetujuan pemberian pinjaman harus disertai setidaknya tiga kontrak dengan berbagai pihak agar sah di mata hukum. Blockchain dapat mengotomatisasi proses pembuatan kontrak ini, sehingga pihak perbankan dapat memangkas biaya dan menghemat harga untuk konsumen.

Telah banyak debat yang mempertanyakan apakah kripto halal atau tidak. Untuk menyiasati hal itu, Malaysia dan Dubai sedang menjajaki mematok uang kripto ke emas sebagai solusinya.

Melihat kemungkinan solusi yang ada, Ibrahim Mohammed, co-founder Onegram, perusahaan kripto didukung emas yang berbasis di Dubai, mengatakan bahwa emas adalah salah satu bentuk uang awal untuk masyarakat Islam, sehingga mematok kripto ke emas adalah keputusan yang tepat. Onegram sedang berusaha memperlihatkan bahwa peraturan dan regulasi syariah sepenuhnya cocok dengan penerapan teknologi blockchain. [ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait