Dalam beberapa tahun terakhir, Ethereum telah membuktikan dirinya sebagai fondasi dari sistem keuangan global baru, yang ditandai dengan kehadiran aplikasi layer-1 (L1) dan layer-2 (L2).
Ryan Berckmans, seorang anggota terkemuka dari komunitas Ethereum, menekankan bahwa Ethereum telah bertransformasi menjadi tulang punggung dari sistem keuangan yang didukung oleh L2 dan aplikasi L1.
Menurut Berckmans, tidak ada blockchain lain yang akan mendekati posisi Ethereum sebagai tulang punggung global.
Mengapa Solana Tidak Akan Menjadi Tulang Punggung Sistem Keuangan
Solana, yang juga merupakan blockchain popular, belakangan ini mulai menunjukkan minat untuk mengadopsi strategi yang sama seperti Ethereum. Namun, Berckmans memberikan lima alasan mengapa Solana tidak akan pernah menjadi tulang punggung global.
Salah satu alasannya adalah Solana tidak cukup terdesentralisasi untuk menarik modal skala besar. Kecepatan dan biaya rendah yang ditawarkan oleh Solana juga dinilai tidak akan cukup untuk memenuhi permintaan global yang terus meningkat.
Solana juga dikenal dengan pendekatannya yang monolitik di awal kemunculannya. Mereka berusaha menjadi blockchain tunggal yang sangat cepat dan murah sehingga seluruh dunia akan menggunakan jaringan mereka. Namun, menurut Berckmans, pendekatan ini menjadi kelemahan.
“Tidak ada monolit yang dapat melayani seluruh dunia,” kata Berckmans.
Oleh karena itu, Solana kemudian mulai beralih ke penggunaan istilah integrasi dalam strategi pemasaran mereka.
Bandwidth Tinggi: Masalah Lain bagi Solana
Selain masalah desentralisasi, Solana memiliki persyaratan bandwidth yang sangat tinggi. Mereka merekomendasikan penggunaan bandwidth 10 Gbps untuk jaringan validator mereka, yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan persyaratan Ethereum.
Menurut Berckmans, hal ini menambah risiko sentralisasi dan menghambat penyebaran Solana secara global. Blockchain yang ingin menjadi tulang punggung global harus dapat berjalan di berbagai tempat, termasuk di luar pusat data yang mudah diserang.
Bandwidth tinggi Solana ini tidak mudah diperoleh di banyak wilayah, terutama di luar pusat data besar.
Selain itu, Berckmans juga mencatat bahwa risiko Solana mengalami gangguan di masa depan sangat tinggi.
Dalam beberapa kesempatan, jaringan Solana mengalami penghentian operasional, sementara Ethereum memiliki mekanisme fallback di level protokol yang memungkinkannya terus menghasilkan blok meskipun terjadi masalah finalisasi.
Salah satu poin yang paling mencolok yang disebutkan oleh Berckmans adalah masalah ekonomi Solana yang sangat terpusat. Hanya sekitar 2 persen dari total koin Solana (SOL) yang dijual ke publik dalam Initial Coin Offering (ICO), sementara sisanya dipegang oleh para insider.
Di sisi lain, Ethereum menjual sekitar 80 persen token ETH secara publik dan menggunakan sistem Proof of Work (PoW) dengan inflasi tinggi selama tujuh tahun, yang mendistribusikan ETH secara luas.
“Ethereum memberikan kesempatan kepada banyak pihak untuk mendapatkan bagian mereka, berbeda dengan Solana yang sangat terpusat,” tambahnya.
Masa Depan Blockchain Ethereum dan L2
Menurut Berckmans, strategi blockchain Ethereum yang berfokus pada L2 adalah langkah jenius yang semakin diakui banyak pihak sebagai pendekatan terbaik.
Dunia membutuhkan ribuan, bahkan puluhan ribu jaringan baru, dan L2 adalah solusi yang jauh lebih baik daripada L1 alternatif seperti Solana. Karena alasan ini, Solana tidak bisa bersaing sebagai tulang punggung global bagi L2.
Berckmans juga menunjukkan bahwa zk-proof, teknologi yang digunakan Ethereum untuk aggregasi L2, memungkinkan Ethereum untuk tetap menjadi tulang punggung tanpa harus mengorbankan desentralisasi.
Sebaliknya, Solana yang mengkhususkan diri dalam eksekusi L1 menjadi kurang relevan dalam konteks ini.
Ethereum telah berhasil mempertahankan posisinya sebagai pemimpin dalam dunia blockchain, tidak hanya karena teknologi yang dimilikinya, tetapi juga karena pendekatan strategis yang tepat dalam menghadapi kebutuhan global akan desentralisasi dan kecepatan. [st]