Menyusul Bursa Lain, B2C2 Hentikan Perdagangan Ripple (XRP)

Bursa aset kripto B2C2 menghentikan perdagangan aset kripto XRP khusus bagi pengguna asal Amerika Serikat (AS), menyusul gugatan SEC terhadap perusahaan Ripple, penerbit XRP.

Sebelum B2C2 bursa aset kripto kecil lain yang memutuskan hal serupa, yakni yakni OSL, Beaxy and CrossTower, sebagaimana yang dilansir dari Forbes, 23 Desember 2020 lalu. Kendati masih bersifat sementara, itu sudah mencerminkan sentimen yang sangat negatif.

Sementara itu bursa aset kripto besar, seperti Coinbase yang bermarkas di AS yang terkenal patuh pada setiap peraturan di Negeri Paman Sam itu, kemungkinan besar melakukan hal serupa. Bursa besar itu mengatakan akan menggunakan “hak pilihnya”.

Bitstamp juga melakukan hal serupa pada Jumat lalu, menghentikan perdagangan XRP terhadap pengguna asal AS.

Sedangkan OKEX masih bersikap lunak, menunggu perkembangan lebih lanjut dan belum men-delisted XRP dari platform-nya, dilansir dari Coindesk.

B2C2 adalah bursa terbaru yang “menjauhkan diri” dari XRP, aset kripto dengan kapitalisasi pasar keempat terbesar di dunia, dilansir dari The Block.

Pada Selasa lalu, SEC AS mengajukan tuntutan hukum terhadap Perusahaan Ripple Labs, dengan tuduhan bahwa perusahaan itu melanggar ketentuan soal sekuritas.

Ripple dianggap bukan menerbitkan aset ataupun currency, melainkan sekuritas (dana dari masyarakat seperti saham/efek) untuk dinikmati oleh pendiri perusahaan.

SEC mengacu pada Initial Coin Offering (ICO) Ripple pada tahun 2013 yang bernilai lebih dari US$1,3 milyar. Menurut SEC, karena tergolong sekuritas, Ripple seharusnya terdaftar di SEC dan tunduk pada peraturan terkait sekuritas.

Akibat kabar itu, nilai XRP anjlok, sempat lebih dari 60 persen. Sejumlah bursa kecil pun memutuskan menghentikan perdagangan aset kripto itu.

Ripple Labs lewat pendirinya, Brad Garlinghouse menolak tuduhan AS itu. Ia malah mengatakan akan menuntut balik SEC.

Berdasarkan catatan bursa aset kripto Triv beberapa waktu lalu, pada prinsipnya, di AS oleh SEC aset kripto disebut sebagai digital asset (aset digital-objek digital yang bernilai). Karena dia sebagai aset, maka ia layak pula dikategorikan sebagai komoditas, selayaknya emas dan minyak, sehingga bisa diperdagangkan di bursa berjangka (futures market).

“Selain sebagai komoditas, karena sifat aset kripto bisa ditransaksikan antar pihak dalam jaringan khusus dan sebagai sebagai medium/alat pembayaran barang dan jasa, maka ia bisa disebut pula sebagai mata uang (currency),” sebut Gabriel Rey CEO Triv mengutip catatan itu.

Dalam hal ini, karena berasaskan kriptografi, maka disebutlah sebagai mata uang kripto alias cryptocurrency. Inilah yang memungkinkan PayPal memunculkan layanan jual-beli barang di merchant tertentu menggunakan aset kripto, kendati “lisensi gerak PayPal itu” berdasarkan aturan keuangan di negara bagian New York.

Soal sebagai “aset” dan “currency” juga diakui oleh lembaga FinCEN yang bernaung di bawah Kementerian Keuangan AS.

Hanya saja SEC melihat sejumlah sisi berbeda soal XRP dibandingkan aset kripto lain, seperti Bitcoin dan ETH.

SEC melihat XRP sebagai “objek bernilai” yang dikendalikan oleh perusahaan yang nyata dan terdaftar secara hukum di AS.

Ripple menerbitkan “objek bernilai” itu dan pendiri dan pemilik perusahaan mendapatkan keuntungan darinya, karena menyimpan sebagian besar dari XRP itu. Ada unsur konsentrasi kepemilikan objek bernilai di sini.

SEC menyebut itu sebagai “sekuritas” alias “dana dari publik untuk modal perusahaan”. Saham oleh perusahaan yang diperdagangkan di bursa efek melalui broker misalnya adalah bentuk dari sekuritas. XRP ada kemiripan seperti saham, menurut SEC. [ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait