Pasar Kripto Tegang Jelang Tarif Impor AS, Risiko Makin Liar

Tanggal 2 April 2025 sudah di depan mata, dan investor global mulai gelisah. Berdasarkan laporan Bisnis, Pemerintah AS akan resmi memberlakukan tarif impor sebesar 25 persen untuk kendaraan otomotif dari luar negeri.

Bagi pelaku industri otomotif, ini tentu bukan kabar baik. Namun yang menarik, keputusan ini justru menggetarkan pasar lain yang terkesan jauh dari dunia mobil, yaitu pasar kripto.

Tarif ini memang baru berlaku besok, tapi desas-desusnya sudah membuat banyak aset berisiko bergerak liar. Salah satunya adalah kripto. Sebagai aset yang cenderung sensitif terhadap ketidakpastian global, kripto tidak butuh waktu lama untuk ikut terombang-ambing oleh sentimen proteksionis dari Gedung Putih.

Saat Pasar Tradisional Masuk Angin, Kripto pun Bersin

Dampak tarif 25 persen ini bukan hanya terasa di dealer mobil atau pabrik perakitan. Sentimen global ikut bergeser. Saham-saham otomotif berpotensi melemah karena ancaman penurunan penjualan.

Lebih lanjut lagi, rantai pasok global yang terganggu bisa memicu kenaikan harga produksi dan memperburuk inflasi yang belum benar-benar jinak.

Investor yang dulu agresif mendekap aset berisiko kini mulai berhitung ulang. Pasar kripto, yang selama ini sering dicap sebagai “adik labil” dari saham teknologi, langsung ikut terkena efek domino.

Dalam kurun 24 jam terakhir, pasar kripto mengalami penurunan likuiditas yang signifikan. Total kapitalisasi pasar kripto turun 0,41 persen menjadi US$2,66 triliun.

Penurunan likuiditas ini menyebabkan likuidasi besar di pasar derivatif, dengan total mencapai US$192,64 juta (sekitar Rp3,15 triliun) dalam 24 jam terakhir. Posisi long Bitcoin menyumbang US$44,08 juta (sekitar Rp723 miliar), dan Ethereum sebesar US$45,09 juta (sekitar Rp740 miliar).

Di sisi lain, korelasi antara Bitcoin dan indeks saham teknologi seperti NASDAQ kembali terlihat. Setiap kali pasar saham AS batuk karena ketegangan dagang, pasar kripto biasanya ikut demam. Tarik-menarik antara spekulasi, analisis teknikal, dan berita ekonomi dunia menciptakan medan tempur baru bagi para spekulan digital.

Tak Cuma Pedagang Mobil yang Pusing, Penambang Kripto Juga Kena Imbas

Menariknya, efek tarif ini ternyata juga merembet ke dunia penambangan kripto. Banyak perangkat keras penambangan seperti ASIC atau GPU masih diimpor dari negara-negara seperti Tiongkok. Jika komponen teknologi terkena tarif tambahan, maka biaya operasional penambang bisa naik drastis.

Bayangkan saja, seperti seorang petani yang harus membayar pupuk dua kali lipat sebelum bisa menanam, penambang Bitcoin kini harus mengkalkulasi ulang efisiensi listrik dan ongkos produksi.

Jika tak hati-hati, bukan tidak mungkin mereka memilih untuk menutup rig sementara sambil menunggu kabut ketidakpastian ini menghilang.

Namun demikian, bukan berarti semua pelaku pasar panik berjamaah. Beberapa analis justru melihat peluang jangka panjang, apalagi jika inflasi melonjak gara-gara tarif ini. Dalam kondisi seperti itu, kripto, terutama Bitcoin, kembali disebut sebagai potensi lindung nilai.

Memang, narasi ini belum sepenuhnya terbukti, tetapi tetap saja jadi topik obrolan hangat di komunitas kripto.

Tarif Impor AS: Dunia Ikut Menyimak, Pasar Menahan Napas

Tak hanya pelaku pasar di AS yang tegang, negara-negara mitra dagang juga mulai bereaksi. Perdana Menteri Kanada menyebut langkah ini sebagai “serangan langsung” ke tenaga kerja mereka.

Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, dengan nada yang lebih diplomatis, sedang mempertimbangkan tindakan balasan.

“Kami sedang mengkaji semua langkah yang memungkinkan untuk merespons situasi ini,”tambah Ishiba, dilansir dari Kompas.

Sementara itu, Uni Eropa pun tidak tinggal diam. Mereka menyesalkan langkah ini dan menyebutnya sebagai kerugian bagi bisnis di kedua belah pihak.

Seluruh reaksi ini semakin menambah ketegangan pasar secara umum. Investor global mulai menunjukkan pola klasik, yakni keluar dari aset berisiko dan masuk ke aset yang dianggap lebih aman seperti emas, dolar AS, atau obligasi negara. Kripto? Masih terjebak di tengah dilema safe haven atau spekulasi murni?

Besok adalah Ujian Besar

Kini, pasar kripto menatap tanggal 2 April 2025 dengan rasa campur aduk. Di satu sisi, ada potensi peluang jika aset digital mulai dilihat sebagai alternatif dari sistem keuangan tradisional yang goyah. Namun di sisi lain, jika sentimen global memburuk, aksi jual besar-besaran bisa saja terjadi dan menyeret harga ke level yang lebih dalam.

Jadi, apa yang akan terjadi besok? Tidak ada yang benar-benar tahu. Tapi satu hal pasti, semua mata, termasuk yang pegal karena terlalu lama menatap grafik candlestick, sedang memandang tajam ke arah Washington. [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait