Industri penambangan Bitcoin kembali menunjukkan perubahan besar. ​Laporan terbaru dari Cambridge Centre for Alternative Finance (CCAF) menunjukkan bahwa pada kuartal pertama 2025, proporsi penggunaan energi berkelanjutan untuk menambang Bitcoin melonjak menjadi 52,4 persen, naik drastis dibandingkan 37,6 persen pada tahun 2022.
Kenaikan ini bukan sekadar angka, melainkan sebuah sinyal kuat bahwa dunia kripto perlahan menjawab kekhawatiran tentang dampak lingkungannya.
Lebih menarik lagi, sumber energi yang mendukung aktivitas ini juga mengalami pergeseran. Jika sebelumnya batu bara menjadi penyumbang utama energi untuk penambangan Bitcoin, kini gas alam mengambil alih tahta tersebut, mencakup 38,2 persen dari seluruh konsumsi energi.
Sebuah perubahan yang, kalau diibaratkan dengan keseharian, mirip dengan mengganti kendaraan berbahan bakar diesel dengan mobil listrik, tujuannya tetap sama, tapi jalannya lebih bersih.
Energi Hijau Makin Dilirik: Dari Batu Bara ke Gas Alam
Transisi dari batu bara ke gas alam memang bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Di sisi lain, laporan ini menunjukkan bahwa penggunaan batu bara sebagai sumber energi utama anjlok tajam menjadi hanya 8,9 persen. Padahal, pada 2022, batu bara masih memegang angka 36,6 persen.
Fenomena ini mencerminkan upaya nyata industri untuk mengurangi jejak karbon mereka, meskipun, tentu saja, masih banyak yang perlu dibenahi. Seperti seseorang yang baru mulai berolahraga setelah bertahun-tahun malas bergerak, langkah pertama sudah diambil, tapi jalan panjang masih membentang di depan.
Lebih lanjut lagi, 42,6 persen dari seluruh konsumsi energi di sektor ini kini berasal dari energi terbarukan seperti tenaga air dan angin, sedangkan 9,8 persen lainnya disumbang oleh energi nuklir.
Ini bukan hanya perubahan teknis, tetapi juga menunjukkan adanya pergeseran paradigma dalam industri kripto yang sebelumnya sering dianggap boros energi.
Amerika Utara Pegang Kendali, AS Jadi Raja Penambangan Bitcoin
Kalau bicara soal lokasi, peta penambangan BTC global kini semakin condong ke arah Amerika Utara. AS kini menguasai sekitar 75,4 persen aktivitas penambangan Bitcoin yang dilaporkan. Sementara itu, tetangganya di utara, Kanada, menyumbang 7,1 persen.
Dominasi ini bukan hanya soal kekuatan ekonomi atau teknologi. Banyak faktor lain, mulai dari regulasi yang lebih bersahabat hingga ketersediaan infrastruktur energi yang lebih stabil, berperan besar.
Bayangkan sebuah perlombaan maraton, di mana para pelari dari AS punya sepatu lari terbaik dan lintasan paling mulus, tentu saja mereka melaju lebih cepat dibandingkan yang lain.
Di sisi lain, dominasi ini juga menimbulkan pertanyaan soal ketergantungan geografis dalam ekosistem Bitcoin. Sebab, semakin terkonsentrasi aktivitas penambangan di satu kawasan, semakin rentan pula jaringan ini terhadap risiko-risiko regional, seperti perubahan kebijakan energi atau gangguan infrastruktur.
Data Baru, Pendekatan Baru
Yang menarik dari laporan ini bukan hanya angkanya, tapi juga pendekatan di baliknya. Tidak lagi mengandalkan data model semata, laporan ini langsung menggali wawasan dari para praktisi di lapangan.
Ini seperti mendapatkan kabar terbaru dari sopir ojek langsung di jalanan, ketimbang hanya melihat ramalan cuaca dari aplikasi.
“Laporan ini secara langsung membahas kesenjangan data yang terus-menerus dengan mengandalkan wawasan praktisi langsung daripada abstraksi. Dengan menawarkan perspektif terperinci berdasarkan data yang mencakup hampir setengah dari aktivitas pertambangan global, kami bertujuan untuk menopang perdebatan pada bukti yang kuat dan transparan serta menginformasikan diskusi kebijakan yang mendasar tentang industri yang berkembang pesat ini,” ujar Kepala Riset, Aset Digital, Energi dan Dampak Iklim di CCAF, Alexander Neumueller.
Pernyataan ini menegaskan bahwa laporan kali ini bukan sekadar pengumpulan angka, melainkan cermin kondisi riil yang dihadapi para pelaku industri.
Masa Depan Penambangan Bitcoin
Melihat tren saat ini, ada harapan besar bahwa Bitcoin ke depan bisa lebih “hijau” tanpa kehilangan jati dirinya. Namun demikian, tantangan tetap ada. Mengingat kebutuhan energi yang terus bertambah seiring pertumbuhan jaringan, menemukan kombinasi sumber energi yang benar-benar berkelanjutan masih menjadi misi panjang.
Sama seperti seorang pecinta kopi yang perlahan beralih dari kopi instan ke kopi organik, perubahan dalam industri Bitcoin memerlukan komitmen, kesabaran, dan inovasi terus-menerus.
Apalagi, dunia kini tidak hanya menuntut keuntungan, tetapi juga tanggung jawab sosial dan lingkungan dari semua sektor, termasuk dari dunia kripto yang dulu sering dipandang sebelah mata.
Dengan semua perubahan ini, satu hal yang pasti: masa depan Bitcoin tidak hanya akan ditentukan oleh nilai dolar AS atau spekulasi pasar, tapi juga oleh seberapa besar kontribusinya terhadap dunia yang lebih lestari. [st]