Pasar prediksi Polymarket telah menunjukkan lonjakan prediksi terjadinya resesi di AS pada tahun 2025. Kini, angka probabilitasnya telah mencapai 56 persen. Itu artinya, sebagian besar peserta pasar mulai memposisikan diri pada kemungkinan ekonomi AS bakal mengalami perlambatan yang cukup serius.
Ini bukan sekadar spekulasi liar, prediksi ini punya dasar yang konkret, karena untuk dikatakan benar-benar “terjadi,” harus ada pengumuman resmi dari The National Bureau of Economic Research (NBER) bahwa resesi memang telah berlangsung di tahun ini.
Kebijakan Tarif dan Efek Domino ke Ekonomi
Lonjakan peluang ini tidak terjadi begitu saja. Awal April lalu, Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif baru yang langsung memicu gejolak global. AS menetapkan tarif hingga 245 persen untuk hampir semua produk impor dari Tiongkok. Seolah tidak cukup, negara-negara mitra dagang lainnya juga ikut kena getahnya.
Dampaknya, investor di berbagai bursa mulai gelisah. Indeks saham utama di AS seperti Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq tidak butuh waktu lama untuk meluncur turun.
Sentimen ketidakpastian menyebar cepat. Perusahaan-perusahaan besar yang sangat tergantung pada rantai pasokan global mulai mempertimbangkan ulang strategi mereka. Beberapa bahkan mulai mengencangkan sabuk, membekukan rekrutmen, atau memangkas anggaran ekspansi.
Langkah-langkah tarif ekstrem seperti ini memang terdengar patriotik bagi sebagian orang, tapi di sisi lain, dunia usaha membaca pesan yang berbeda. Bagi mereka, ini adalah sinyal bahwa risiko ekonomi sedang menanjak. Dan ketika risiko meningkat, biasanya yang pertama dikorbankan adalah rencana-rencana jangka panjang yang sifatnya produktif.
Prediksi Lembaga Keuangan Makin Suram
Perubahan kebijakan ini juga berdampak ke cara pandang institusi besar terhadap masa depan ekonomi AS. Beberapa lembaga keuangan ternama bahkan mulai menyesuaikan proyeksi mereka.
JPMorgan, misalnya, kini memperkirakan peluang resesi di angka 60 persen. Sementara itu, Goldman Sachs juga mengerek estimasi mereka ke kisaran 35 persen.
Kekhawatiran ini makin diperkuat dengan sinyal-sinyal ketidakpastian dari arah kebijakan moneter dan fiskal pemerintah.
Bank sentral belum memberikan gambaran yang jelas soal arah suku bunga, dan di parlemen, kebijakan belanja negara masih diperdebatkan. Akibatnya, banyak pelaku pasar merasa seperti berada di kapal yang kehilangan kompas.
Imbas ke Aset Digital, Pasar Kripto Ikut Bergolak
Beralih ke dunia kripto, resesi di AS tentu bukan kabar yang bisa diabaikan begitu saja. Mata uang digital selama ini dikenal sebagai aset yang cukup sensitif terhadap arus modal global dan kondisi makroekonomi. Meski sering disebut sebagai “safe haven alternatif,” nyatanya kripto juga bisa terdampak, tergantung dari arah pergerakan investor besar.
Misalnya, ketika sentimen risiko meningkat akibat prediksi resesi, investor institusional cenderung menarik likuiditas dari aset-aset volatil, termasuk kripto. Di sisi lain, investor ritel juga lebih hati-hati dan cenderung menahan diri.
Volume transaksi mulai menyusut di beberapa bursa utama, dan volatilitas kembali meningkat, terutama untuk koin-koin dengan kapitalisasi menengah ke bawah.
Yang menarik, ada juga sudut pandang berbeda dari sebagian komunitas kripto. Mereka melihat resesi justru bisa mempercepat adopsi aset digital. Dalam skenario di mana sistem keuangan tradisional goyah, kripto dianggap bisa menjadi jalan keluar alternatif.
Namun demikian, harapan seperti ini tetap bergantung pada banyak faktor, termasuk regulasi, adopsi teknologi, dan kepercayaan publik terhadap sistem terdesentralisasi.
Satu hal yang pasti, pasar kini sedang berada di persimpangan jalan. Jika dalam waktu dekat tidak ada kepastian dari pemerintah maupun lembaga keuangan utama, sentimen negatif bisa terus bergulir seperti bola salju. Semua mata kini tertuju pada NBER.
Jika lembaga tersebut nanti benar-benar mengumumkan bahwa resesi telah terjadi di tahun 2025, maka prediksi Polymarket yang saat ini duduk di angka 56 persen akan dianggap “resolve to Yes.”
Dalam situasi seperti ini, langkah paling masuk akal adalah tetap waspada, tapi jangan panik. Karena dalam dunia ekonomi, kepastian adalah barang langka. Kadang, satu keputusan kecil bisa mengubah seluruh arah.
Coba bayangkan saja, seandainya tarif dagang dibatalkan besok, grafik Polymarket mungkin langsung berbalik arah. Tapi sampai itu terjadi? Pasar hanya bisa bersiap untuk yang terburuk. [st]