Riset Baru: Penambangan Bitcoin Butuh Energi Dua Kali Lipat Emas

Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menambang Bitcoin senilai satu dolar AS lebih dari dua kali lipat energi yang dibutuhkan penambangan tembaga, emas atau platinum dengan nilai sama. Penemuan ini ditulis dalam laporan riset teranyar dari Oak Ridge Institute, sebagaimana yang dilansir dari Guardian, Senin (5/11).

Penambangan satu dolar dalam Bitcoin setidaknya membutuhkan sekitar 17 megajoule (MJ) energi, menurut Max Krause dan Thabet Tolaymat dari Oak Ridge Institute di Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat. Dibandingkan jenis penambangan mineral lainnya, perlu 4 MJ untuk tembaga, 5 MJ untuk emas, dan 7 MJ untuk platinum.

Kripto lain juga lebih boros dibandingkan mineral, jelas para periset itu di jurnal Nature Sustainability. Katanya, dibutuhkan 7 MJ untuk menghasilkan satu dolar Ethereum dan 14 MJ untuk menambang Monero, kripto yang fokus privasi.

“Kendati demikian, semua kripto yang diteliti lebih efisien jika dibanding aluminium, yang memakan 122 MJ energi untuk menghasilkan satu dolar,” tulis mereka.

Mining atau penambangan adalah proses di mana blockchain, teknologi yang mendasari kripto, dikelola dan diverifikasi. Dalam kasus Bitcoin misalnya, kripto ini didukung oleh miner atau penambang yang menggantikan fungsi otoritas sentral untuk mengonfirmasi transaksi. Para miner ini berlomba-lomba menggunakan energi listrik yang tidak kecil dan melakukan jutaan kalkulasi matematis per detik. Satu “pemenang” beruntung mendapatkan reward atau imbalan pada blok baru yang muncul setiap 10 menit, yang saat ini bernilai sekitar US$80.000 dalam Bitcoin (12,5 BTC), serta hak untuk memverifikasi semua transaksi yang terjadi dalam 10 menit terakhir.

Imbalan yang didapatkan adalah virtual, tetapi biaya energi yang dikeluarkan sangat nyata. Riset sebelumnya yang berusaha mengukur seberapa banyak listrik yang digunakan untuk menyokong jaringan Bitcoin, menitikberatkan pada ukuran jaringan secara keseluruhan. Pada November 2017, muncul perkiraan konsumsi tenaga jaringan Bitcoin sama dengan yang dikonsumsi satu negara Irlandia. Perkiraan lain menyatakan penambangan Bitcoin menghasilkan emisi karbon yang sama dengan satu juta penerbangan antar samudera.

Riset Krause dan Tolaymat tersebut adalah yang pertama yang meneliti usaha penambangan dari sudut pandang biaya energi per dolar yang didapat.

“Perbandingan ini dilakukan untuk mengkuantifikasi dan memberikan konteks terhadap permintaan energi desentralistik yang dibutuhkan dalam penambangan kripto, sekaligus untuk memicu debat apakah permintaan energi tersebut tepat dan berkelanjutan mengingat produk-produk lain yang dihasilkan dengan konsumsi energi yang sama,” jelas mereka.

Untuk mengatasi fluktuasi liar harga kripto yang berdampak terhadap usaha yang dikerahkan oleh para penambang, kedua periset itu menggunakan median nilai selama 1 Januari 2016 hingga 30 Juni 2018 dan sekaligus menghitung persebaran geografis penambang Bitcoin.

“Kripto yang ditambang di Tiongkok menghasilkan karbondioksida empat kali lebih banyak dibanding yang dihasilkan di Kanada,” tulis mereka, sambil menekankan pentingnya perhitungan penambangan kripto antar negara.

Secara jangka panjang, dampak lingkungan kripto tidak hanya akan bervariasi sesuai nilai pasar, tetapi juga sesuai adopsi teknologi baru. Proyek Ethereum misalnya sudah menyatakan minat untuk pindah dari mekanisme konsensus Proof of Work, yang boros energi, ke Proof of Stake yang diklaim lebih hemat. [ed]

 

Terkini

Warta Korporat

Terkait