Bitcoin kini bukan sekadar instrumen spekulatif atau mimpi para penggila teknologi. Perlahan tapi pasti, ia mulai mendapatkan tempat di dalam portofolio lembaga keuangan besar, perusahaan global, hingga negara.
Di tengah gejolak geopolitik, tekanan suku bunga dan pergeseran aliran modal global, sejumlah investor percaya bahwa Bitcoin adalah bentuk perlindungan sekaligus simbol perlawanan terhadap sistem keuangan lama yang semakin tidak relevan.
Jordi Visser, investor makro berpengalaman lebih dari 30 tahun di Wall Street, menilai adopsi Bitcoin saat ini berkembang dengan kecepatan yang tidak bisa dianggap enteng.
“Adopsinya berkembang pesat. Ini bukan hal kecil. Orang-orang mulai membicarakan Bitcoin sebagai bagian dari puzzle aset yang sah,” ujar Jordi Visser dalam video wawancaranya bersama Anthony Pompliano.
Sentimen Ekonomi dan Keunggulan Ritel
Di sisi lain, data ekonomi terbaru menunjukkan kondisi yang tidak seburuk prediksi banyak analis. Inflasi mengalami penurunan, penjualan konsumen tetap kuat, dan kekhawatiran akan resesi mulai surut.
Namun, perbedaan tajam dalam persepsi masyarakat terhadap inflasi, berdasarkan afiliasi politik, mencerminkan bagaimana data ekonomi kerap disalahartikan.
Jordi menyoroti fenomena ini sebagai bentuk politisasi data. Menurutnya, komunitas Bitcoin justru punya keunggulan karena mereka cenderung skeptis terhadap narasi resmi dan lebih fokus pada tren jangka panjang.
“Mereka tidak percaya begitu saja pada data tradisional. Justru dengan menolak data yang dipakai banyak orang, mereka sering membuat keputusan investasi yang lebih tepat,” tambahnya.
AI sebagai Mesin Penggerak Pasar Saham
Lebih lanjut lagi, AI dianggap sebagai katalis besar di balik reli pasar saham. Ratusan miliar dolar AS diinvestasikan dalam infrastruktur AI, dan banyak perusahaan teknologi besar menggunakan model akuntansi yang membuat belanja modal tidak langsung membebani neraca tahun berjalan.
Hal tersebut menciptakan margin keuntungan besar yang tercermin dalam kinerja indeks saham.
Namun demikian, Visser juga mengingatkan bahwa belanja besar-besaran ini bisa menjadi masalah dalam dua atau tiga tahun ke depan, ketika startup AI mulai merebut pangsa pasar dari raksasa teknologi.
“Kita sedang melihat bagaimana ekosistem startup tumbuh, mengambil dana dan mulai menggigit kue perusahaan besar,” jelasnya.
Bukan Resesi, Tapi Evolusi
Meskipun beberapa ekonom dan tokoh ternama seperti Paul Tudor Jones memprediksi pasar akan menguji ulang titik terendahnya, Visser tidak sependapat. Menurutnya, kita berada dalam rezim ekonomi baru yang tidak lagi bisa dijelaskan dengan konsep-konsep lama seperti resesi tradisional.
Dunia usaha kini didominasi oleh pekerja kontingen dan stimulus tidak selalu datang dalam bentuk anggaran fiskal, tapi dari kebijakan perdagangan seperti pelonggaran tarif.
Sebagai analogi, Visser menggambarkan pasar saat ini bukan sebagai bentuk ‘V-bottom‘ atau ‘U-bottom,’ tetapi sebagai ‘I-bottom,’ turun tajam lalu langsung naik.
Ia menyebutkan bahwa AI juga menciptakan dinamika baru dalam konsumsi, yakni efisiensi dan kecepatan mempercepat laju belanja, yang berdampak positif pada pendapatan perusahaan dan penerimaan pajak.
Bitcoin dan Kebijakan Global
Bitcoin juga dipandang sebagai aset yang semakin tahan terhadap tekanan makroekonomi. Ketika kekhawatiran terhadap defisit AS meningkat dan suku bunga jangka panjang mendekati level tertingginya dalam dua dekade, investor ritel justru menjadi pihak yang paling agresif dalam membeli aset berisiko.
Fenomena ini semakin menegaskan bahwa institusi keuangan tidak lagi memonopoli narasi dan pengambilan keputusan.
“Orang-orang ritel sekarang adalah pasar. Mereka beli saat harga turun dan tidak menjual. Dan anehnya, justru itu yang jadi strategi pemenang,” ujar Visser.
Lebih jauh, ketegangan geopolitik seperti perang dagang antara AS dan Tiongkok serta langkah Presiden Trump yang menarik investasi dari Timur Tengah, dipandang Jordi secara hati-hati.
Ia mengingatkan bahwa AS sudah memiliki posisi investasi bersih negatif sebesar US$27 triliun, dan repatriasi modal asing bisa menjadi tekanan jangka panjang bagi dolar AS.
Sebagai penutup, Jordi menggarisbawahi satu pergeseran besar yang sedang terjadi namun belum disadari banyak orang, yakni AI membuat persaingan ekonomi menjadi jauh lebih merata. Negara-negara lain kini memiliki kemampuan membangun alternatif dari platform AI besar yang berbasis di AS.
“Kalau Anda bertaruh dengan menyimpan uang di bank karena takut pada Donald Trump, sebenarnya Anda sedang bertaruh melawan AI. Dan itu bukan taruhan yang bagus,” pungkasnya.
Dengan kapitalisasi besar di sektor AI dan adopsi Bitcoin yang semakin kuat, tampaknya peta ekonomi global benar-benar sedang dirombak. Dan seperti kata pepatah lama di pasar, jika Anda menunggu sampai semuanya jelas, Anda sudah terlambat. [st]