Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons wacana menjadikan Bitcoin (BTC) sebagai bagian dari cadangan strategis negara yang diajukan pelaku industri kripto kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Jumat lalu, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, menyebut ide ini inovatif, namun perlu ditelaah secara hati-hati.
“Kami dalam posisi sangat menghargai usulan yang tampaknya cukup inovatif dan dimunculkan dari pelaku usaha salah satu pedagang aset kripto domestik terkait dengan usulan agar Danantara dapat mempertimbangkan cadangan Bitcoin (Bitcoin Reserves) sebagai langkah selain diversifikasi aset juga upaya untuk penguatan nilai tukar rupiah,” jelasnya saat RDKB April 2025, Jumat (09/05/2025).
Industri Kripto Anggap Langkah Ini Visioner
Chief Marketing Officer Tokocrypto, Wan Iqbal, menilai gagasan terkait rencana pembentukan cadangan Bitcoin lewat Danantara sebagai refleksi dari pola pikir strategis industri yang makin matang.
Ia juga menyebut bahwa beberapa negara-negara maju seperti Amerika Serikat pun sudah mulai mengkaji Bitcoin sebagai bagian dari portofolio cadangan nasional. Bahkan beberapa negara bagian di Negeri Paman Sam itu sudah menyiapkan hal serupa. Ini berpangkal dari RUU Bitcoin yang diajukan oleh Anggota Kongres Senator Cynthia Lummis pada Juli 2024 dan diperbarui pada 2025.
“Kami melihat usulan ini sebagai refleksi dari upaya menciptakan diversifikasi portofolio negara yang adaptif terhadap perkembangan zaman, ujar Iqbal belum lama ini kepada Blockchainmedia.id.
Menurutnya, dengan tata kelola yang transparan serta mitigasi risiko yang tepat, Bitcoin dapat memperkuat kondisi ekonomi negara. Sebagai aset non-korelasi, Bitcoin dinilai mampu melindungi nilai terhadap gejolak ekonomi dan inflasi global yang tidak menentu.
Skenario Rencana AS Timbun 1 Juta Bitcoin, Hanya Demi Dominasi Dolar?
AS Mulai Diversifikasi dengan Aset Kripto
Merujuk pada kebijakan pemerintah AS terkait cadangan kripto, Iqbal menjelaskan bahwa strateginya tidak hanya mencakup Bitcoin, tetapi juga aset kripto lain seperti Ethereum, Ripple, Solana, dan Cardano.
Strategi ini tidak hanya bertujuan untuk diversifikasi, tetapi juga menciptakan bentuk stabilitas baru guna menghadapi dinamika pasar dan permintaan likuiditas global yang terus meningkat.
Menurut pandangan CMO Tokocrypto tersebut, langkah ini menunjukkan bahwa kepemilikan aset digital oleh negara kini bukan lagi sekadar eksperimen, melainkan bagian dari kebijakan fiskal yang mulai diadopsi serius oleh ekonomi besar.
“Langkah AS ini memberikan preseden penting bahwa keterlibatan pemerintah dalam kepemilikan kripto tidak selalu berarti bentuk adopsi ekstrem, tetapi lebih pada strategi kebijakan moneter baru yang adaptif,” tegas Iqbal.
RWA Jadi Alternatif yang Diusulkan OJK
Sebagai alternatif, OJK menyarankan pemanfaatan instrumen Real World Asset (RWA) yang ditokenisasi. Instrumen ini mencakup aset nyata seperti properti, proyek infrastruktur, atau komoditas yang dikonversi menjadi token berbasis blockchain.
Menurut OJK, RWA memiliki legalitas yang lebih kuat dan lebih mudah diterima dalam sistem keuangan nasional. Iqbal menyambut baik saran ini dan menilai bahwa pendekatan ini dapat menjembatani teknologi blockchain dengan sistem keuangan konvensional.
Tokenisasi RWA memberikan keseimbangan antara inovasi dan manajemen risiko. Iqbal menambahkan, pemerintah dapat memanfaatkan RWA sebagai langkah awal adopsi aset kripto secara terukur tanpa langsung terekspos pada fluktuasi tinggi.
“RWA menawarkan kombinasi terbaik antara inovasi dan mitigasi risiko. Ini bisa menjadi langkah awal sebelum pemerintah mempertimbangkan eksposur langsung terhadap Bitcoin dalam cadangan strategisnya,” tambahnya.
Usulan menjadikan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan negara kini memicu diskusi lanjutan. OJK menegaskan akan terus memantau dan mendorong eksplorasi kebijakan yang seimbang antara inovasi dan kehati-hatian.
Menurut Iqbal, langkah penting selanjutnya adalah membentuk kerangka regulasi yang adaptif dan jelas agar strategi pembentukan cadangan Bitcoin bisa diwujudkan, bukan sekadar menjadi wacana.
Dalam arsip Blockchainmedia.id, beberapa negara di dunia, termasuk Amerika Serikat, mulai mempertimbangkan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan strategis nasional. Pemerintah AS, melalui perintah Presiden Donald Trump, membentuk Strategic Bitcoin Reserve yang dibiayai dari aset Bitcoin hasil sitaan. Bitcoin tersebut tidak akan dijual, melainkan dijadikan cadangan nasional jangka panjang, kecuali negara dalam keadaan genting akibat defisit. Michael Saylor, tokoh penting di industri kripto, bahkan mendorong pemerintah AS untuk mengakumulasi hingga 5 juta BTC sebagai langkah strategis dalam menciptakan kekayaan nasional.
Selain pemerintah federal, sejumlah negara bagian di AS juga menunjukkan minat yang sama. Negara bagian Arizona telah mengajukan RUU untuk membentuk cadangan Bitcoin, meski veto dari gubernur menghambat realisasinya. Di New Hampshire, upaya lebih maju dilakukan melalui pengesahan undang-undang yang mengizinkan investasi cadangan negara dalam aset digital seperti Bitcoin. Ini menandai pergeseran signifikan dalam kebijakan fiskal di tingkat negara bagian.
Di luar Amerika Serikat, beberapa negara juga mulai menempatkan Bitcoin sebagai aset strategis. Ukraina, misalnya, berupaya menjadikan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan nasional dan telah bekerja sama dengan Binance untuk mendukung inisiatif ini. Sementara itu, El Salvador yang lebih dulu mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi, terus mengakumulasi BTC sebagai bagian dari kebijakan fiskalnya.
Bhutan menjadi contoh unik di Asia dengan langkah diam-diamnya dalam menambang dan mengakumulasi Bitcoin. Negara kecil ini berhasil mengumpulkan Bitcoin senilai ratusan juta dolar AS, yang nilainya bahkan setara dengan lebih dari seperempat Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Investasi tersebut menunjukkan bahwa bahkan negara dengan kapasitas ekonomi terbatas melihat potensi jangka panjang dari aset kripto ini.
Fenomena ini mencerminkan tren global yang mulai mengakui peran Bitcoin tidak hanya sebagai alat tukar digital, tetapi juga sebagai aset strategis. Perbedaan pendekatan antarnegara menunjukkan bahwa adopsi Bitcoin sebagai cadangan nasional sangat tergantung pada kebijakan, keberanian politik, dan pemahaman terhadap dinamika pasar kripto yang masih sangat fluktuatif.
National strategic reserves atau terkadang disebut cadangan negara adalah cadangan barang fisik penting yang disimpan oleh negara untuk menghadapi keadaan darurat seperti perang, bencana, atau gangguan rantai pasok, berbeda dengan foreign exchange reserves (cadangan devisa) yang berupa cadangan berupa mata uang asing untuk stabilitas keuangan.
Di Amerika Serikat, yang termasuk cadangan negara adalah Strategic Petroleum Reserve (cadangan minyak mentah terbesar dunia), National Defense Stockpile (cadangan logam penting untuk industri pertahanan), dan Strategic National Stockpile (cadangan obat dan perlengkapan medis untuk krisis kesehatan), yang semuanya berperan penting dalam menjaga keamanan nasional dan ketahanan negara terhadap situasi krisis global.
Sedangkan di Indonesia, cadangan strategis nasional mencakup Cadangan Beras Pemerintah (CBP) oleh BULOG untuk stabilisasi pangan, cadangan BBM dan LPG oleh Pertamina untuk ketahanan energi, serta logistik bencana oleh BNPB dan cadangan farmasi oleh Kementerian Kesehatan. Meskipun belum seformal sistem di AS, Indonesia terus mengembangkan cadangan ini untuk menghadapi krisis pangan, energi, dan kesehatan. [dp]