Tokocrypto menyoroti perihal FOMO Bitcoin yang terjadi ketika harga BTC melonjak di atas US$100 ribu dan narasi berpeluang naik lebih tinggi. CEO Pantera Capital, Dan Morehead, sebelumnya meramalkan bahwa harga Bitcoin dapat mencapai US$740.000 pada April 2028.
Dalam beberapa waktu terakhir, harga Bitcoin (BTC) telah mengalami lonjakan yang signifikan, melampaui angka US$100.000, yang memicu euforia di kalangan investor. Kenaikan harga ini tidak hanya menarik perhatian investor jangka panjang, tetapi juga memunculkan fenomena psikologis yang sangat kuat, yaitu FOMO (Fear of Missing Out), atau rasa takut ketinggalan momentum.
Fenomena FOMO ini sering terjadi ketika harga suatu aset, terutama Bitcoin, melonjak tajam, mendorong lebih banyak orang untuk terlibat dalam pasar, meskipun mereka merasa sudah terlambat.
Ini adalah reaksi alami dari investor yang tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, yang sering kali mendorong mereka untuk membeli pada harga tinggi.
“Peningkatan harga Bitcoin yang telah melampaui US$100.000 mencerminkan minat yang terus tumbuh terhadap aset digital ini. Fenomena ini diperkirakan akan tercermin di pasar Indonesia, di mana investor ritel terdorong oleh fenomena FOMO. Dengan sentimen pasar yang optimis, lebih banyak investor baru diyakini akan terlibat, baik untuk investasi jangka panjang maupun perdagangan harian. Sejarah menunjukkan bahwa lonjakan harga Bitcoin sering diikuti oleh aliran likuiditas ke altcoin, yang pada akhirnya mendorong diversifikasi portofolio dan memperbesar nilai transaksi kripto secara keseluruhan,” ungkap Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/12/2024).
Bagi banyak investor, lonjakan harga Bitcoin yang melampaui angka US$100.000 menjadi sebuah titik perhatian yang membuat mereka bertanya-tanya, apakah mereka sudah terlambat untuk berinvestasi atau justru ini adalah saat yang tepat untuk masuk ke pasar. Ketika harga melonjak, mereka yang belum berinvestasi merasa cemas akan kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan, dan ini menyebabkan mereka terjebak dalam keputusan impulsif, berusaha membeli Bitcoin sebelum harga semakin tinggi. Inilah inti dari FOMO, yaitu perasaan cemas karena tidak ingin ketinggalan peluang yang ada, meskipun pada kenyataannya harga mungkin sudah sangat tinggi.
Fenomena FOMO ini tidak hanya terjadi di kalangan investor ritel, tetapi juga di kalangan investor institusional. Beberapa analis percaya bahwa dengan adopsi institusional yang semakin meluas, harga Bitcoin mungkin akan terus meningkat, dan fenomena FOMO menjadi semakin kuat.
Dalam hal ini, investor ritel yang sebelumnya ragu untuk terlibat dalam pasar kripto kini merasa terdorong untuk membeli, meskipun harga sudah sangat tinggi, karena mereka takut tidak mendapatkan keuntungan yang sama dengan mereka yang telah berinvestasi lebih awal.
Menurut Iqbal, kenaikan harga Bitcoin yang mencapai 131 persen sejak awal tahun menjadi pemantik utama meningkatnya minat investor terhadap aset kripto. Tidak hanya itu, fenomena ini juga memengaruhi diversifikasi portofolio investor, dengan banyak yang mulai melirik altcoin atau bahkan meme coin setelah kenaikan harga Bitcoin.
“Lonjakan harga Bitcoin sering kali menjadi pintu masuk bagi investor untuk mengeksplorasi aset digital lainnya. Ini tidak hanya meningkatkan volume perdagangan, tetapi juga memperkuat pertumbuhan ekosistem kripto secara keseluruhan,” tambahnya.
Namun, meskipun FOMO dapat mendorong banyak orang untuk masuk ke pasar pada waktu yang salah, penting untuk diingat bahwa investasi yang bijak harus didasarkan pada analisis yang matang dan pemahaman yang baik tentang risiko yang terlibat.
Dalam dunia kripto, volatilitas harga adalah hal yang biasa, dan meskipun lonjakan harga dapat menciptakan euforia, penting bagi investor untuk tetap tenang dan membuat keputusan berdasarkan strategi jangka panjang, bukan hanya berdasarkan perasaan takut ketinggalan.
Bagi mereka yang merasa cemas akan kehilangan momentum, beberapa ahli menyarankan untuk lebih fokus pada visi jangka panjang. Meskipun harga Bitcoin telah melonjak, teknologi blockchain dan potensi adopsi global masih memberikan peluang besar bagi Bitcoin untuk terus berkembang.
Oleh karena itu, meskipun FOMO dapat memengaruhi keputusan investasi, penting untuk memiliki pandangan yang lebih luas tentang masa depan kripto dan mempertimbangkan faktor-faktor fundamental yang mendasari pergerakan harga.
Penting untuk diingat bahwa FOMO sering kali dapat mengarah pada keputusan impulsif yang berisiko. Sebagai alternatif, investor disarankan untuk tetap mengikuti perkembangan pasar, memperhatikan tren jangka panjang, dan membuat keputusan yang lebih bijaksana berdasarkan analisis yang lebih mendalam daripada hanya mengikuti gejolak pasar yang disebabkan oleh rasa takut ketinggalan.
“Dengan begitu, investor dapat menghindari kesalahan yang sering dilakukan oleh mereka yang terjebak dalam euforia pasar dan membuat keputusan investasi yang lebih sehat dan terukur,” tambah Iqbal.
Prediksi BTC Bisa Menjulang Lebih Tinggi
Pada 30 November 2024, Robert Kiyosaki, penulis Rich Dad Poor Dad, memproyeksikan bahwa setelah Bitcoin melewati harga US$100.000, dominasi aset ini akan beralih ke individu dan institusi ultra kaya, termasuk korporasi, bank, dan dana kekayaan negara. Kiyosaki pun mendorong para investor untuk mempertimbangkan membeli lebih awal agar tidak kehilangan kesempatan investasi yang potensial. Dia berpendapat bahwa FOMO itu baik, dalam konteks Bitcoin.
Trader Tardigrade sebelumnya juga menganalisis bahwa Bitcoin berpotensi melonjak hingga 457 persen. Berdasarkan analisis ini, Bitcoin bisa mencapai harga antara US$260 ribu hingga US$390 ribu.
Max Keiser, tokoh terkemuka di dunia Bitcoin, menegaskan bahwa Bitcoin berpotensi mencapai valuasi pasar sebesar US$400 triliun.
“Pasar total yang bisa dijangkau oleh Bitcoin adalah seluruh sektor keuangan di dunia, sekitar US$400 triliun,” ujar Max Keiser dalam cuplikan video yang diunggah oleh kanal Simply Bitcoin.
CEO Pantera Capital, Dan Morehead, sebelumnya juga menyampaikan proyeksi optimis bahwa harga Bitcoin dapat mencapai US$740.000 pada April 2028. Proyeksi ini didorong oleh faktor seperti meningkatnya adopsi institusional dan peran Bitcoin sebagai aset digital global.
Jika target tersebut tercapai, kapitalisasi pasar Bitcoin diperkirakan akan melampaui US$15 triliun, angka yang menurut Morehead masih realistis, mengingat total nilai aset keuangan global saat ini mencapai US$500 triliun.
Menurut salah satu indikator, Greg Cipolaro, Global Head of Research di NYDIG, menyatakan bahwa harga Bitcoin bisa mencapai US$170 ribu atau setara dengan Rp2,7 miliar dengan nilai tukar saat ini. Bahkan dengan indikator lain, harga Bitcoin berpotensi mencapai puncaknya di kisaran US$309 ribu dalam beberapa bulan mendatang.[ps]