Di era revolusi digital, perusahaan-perusahaan yang usahanya terkait uang digital harus semakin sering berhadapan dengan regulator. Di sini dibutuhkanlah orang yang cakap untuk “menggandeng” sejumlah peraturan yang seringkali masih tidak jelas dan sesuai dengan sektor usaha yang dijalankan. Sebab itu, permintaan terhadap pengacara di sektor kripto bertumbuh pesat.
Kendati demikian, menemukan pengacara yang paham tenttang kripto dan blockchain sangat tidak mudah. Saat ini, sulit menemukan orang yang memahami blockchain dan kegunaannya, terutama soal operasional mata uang kripto, sekaligus sisi hukumnya. Hal itu diutarakan Brian Burlant, Direktur Manajemen Lindsey & Africa, perusahaan rekrutmen.
Karena permintaan yang tinggi dan suplai minim, pakar hukum kripto ditawarkan gaji fantastis. Sebagai contoh, Coinbase rela merogoh kocek hingga US$386 ribu (Rp5,4 miliar) per tahun atau sekitar Rp457 juta per bulan, untuk merekrut spesialis yang mengisi posisi Penasihat Hukum Senior bidang Regulasi. Tanggung jawab jabatan tersebut adalah mengelola hubungan perusahaan dengan regulator pemerintah, termasuk Otoritas Jasa Keuangan AS (SEC) dan Komisi Perdagangan Komoditas Berjangka (CFTC).
Sebagian besar pengacara yang pindah ke industri blockchain sebelumnya adalah pakar yang telah berpengalaman menghadapi isu legal terkait distributed ledger technology dan mata uang kripto di tingkat pemerintahan. Pakar yang memahami bagaimana aset digital bekerja dan diregulasi, bernilai paling tinggi.
Menanggapi soal peluang pekerjaan bagi pakar hukum kripto, Mary Young, rekan di Zeughauser Group, perusahaan konsultan hukum, mengatakan pengacara blockchain semakin popular sejak Desember 2017. Ketika sebagian besar aset kripto harganya ambruk, banyak pakar hukum tersebut yang meninggalkan sektor blockchain dan kembali kerja di firma sebelumnya. Fenomena ini juga terjadi saat gelembung dotcom pada akhir dasawarsa 1990-an.
Jake Chervinsky, pakar hukum kripto, menyatakan pengacara seringkali menggunakan nama samaran ketika mengerjakan beragam isu. Hal tersebut ia utarakan sebagai tanggapan terhadap pendapat bahwa penggunaan nama samaran patut dicurigai.
“Saya tidak setuju. Nama samaran seringkali penting bagi keamanan dan bisa membantu orang berbicara secara bebas. Jika kebebasan berbicara adalah hak fundamental, maka memakai nama samaran juga hak serupa,” jelas Chervinsky melalui akun Twitter.
Nama samaran dipakai, sebab tidak semua pengacara yang menangani isu blockchain dan kripto bersedia mengungkapkan keterlibatannya dalam bisnis ini. Hal tersebut membuat pakar hukum kripto semakin sulit ditemukan oleh perusahaan rekrutmen. [cointelegraph.com/ed]