74 Persen Transaksi Bitcoin di Bursa Berisiko Pencucian Uang

Selama beberapa tahun terakhir, aset kripto seperti Bitcoin menarik banyak minat dari investor institusi. Seiring bertambahnya peraturan terkait pasar aset kripto, ia menjadi mainstream. Aset digital semakin digunakan di dunia keuangan, sehingga lembaga keuangan tradisional seperti bank kini berhadapan dengan pengawasan ketat soal transaksi dengan pengguna dan bursa kripto.

Banyak negara di sektor swastanya memanfaatkan aset kripto. Hal tersebut dibarengi dengan dorongan untuk memperkuat peraturan agar aset kripto tidak menjadi suaka bagi aktivitas pencucian uang dan kegiatan ilegal lainnya. Hukum AML (Anti Money Laundering) dan FATF (Financial Action Task Force) belakangan ini dirancang untuk memperketat hukum terkait itu.

Laporan terbaru dari Ciphertrace menyoroti dampak peraturan aset kripto terhadap bank. Laporan itu menyatakan 57 persen Penyedia Layanan Aset Virtual (VASP) memiliki proses KYC (Know Your Customer) yang lemah atau “bolong-bolong”.

Hal ini menjadi ancaman besar, sebab KYC lemah membuka peluang bagi kriminal untuk mencuci aset kripto melalui bursa yang menyediakan penarikan dalam bentuk uang fiat.

Belum jelas apakah bank-bank besar bersedia menangani aset kripto sekaligus menjamin tidak ada kegiatan ilegal yang terjadi. Kendati adopsi kripto semakin meningkat, bank-bank besar belum yakin terhadap pengguna dan transaksi kripto.

Sebelumnya, Bank of America mengungkap sejumlah kekhawatiran dan mencegat nasabah mereka menggunakan kartu debit untuk membeli kripto. Di saat yang sama, Perintah Anti Pencucian Uang Ke-5 (AMLD5) menetapkan bank tidak boleh menolak layanan terhadap nasabah dan harus meninjau transaksi aset kripto per kasus.

Menurut data yang diberikan Ciphertrace, hampir 74 persen Bitcoin yang berpindah tangan melalui transaksi bursa digerakkan antar negara dan menjadi resiko besar bagi pencucian uang.

Menanggapi hal tersebut, FATF mengungkapkan penggunaan ilegal aset kripto memanfaatkan jangkauan global dan kecepatan transaksi aset virtual sekaligus regulasi yang lemah, termasuk pengawasan aktivitas aset kripto dan penyedianya di berbagai wilayah. Hal ini menciptakan ketidakjelasan peraturan di ekosistem aset kripto. [ambcrypto.com/ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait