Balada Bursa Aset Kripto Indonesia, Peran Crypto Exchange Lain Bagaimana?

Selayaknya sebuah balada, diimpikan sejak tahun 2018 baru 20 Juli 2023 kemarin Bappebti akhirnya meresmikan bursa aset kripto Indonesia alias bursa kripto berjangka. Itu diklaim sebagai bursa kripto pertama di dunia, karena menyatukan dua jenis pasar sekaligus, yakni spot market (pasar fisik) dan derivative market (pasar turunan) dan dilengkapi dengan perusahaan kustodian dan lembaga kliring. Lantas bagaimana nasib Indodax, Tokocrypto, Reku dan kawan-kawan lainnya? Sementara itu Oscar Darmawan mewanti-wanti pajak tambahan yang mungkin memberatkan trader. Kelak pun OJK akan memiliki wewenang untuk urusan kelas aset baru ini, bertolak dari pelabuhan Bappebti.

Melalui keterangan resminya, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Didid Noordiatmoko menyampaikan, setelah melalui proses panjang serta sesuai ketentuan peraturan yang berlaku, Bappebti menetapkan pendirian bursa kripto melalui Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-BBAK/07/2023 tertanggal 17 Juli 2023 tentang Persetujuan Sebagai Bursa Berjangka Aset Kripto kepada PT Bursa Komoditi Nusantara.

Selain itu, Bappebti juga menerbitkan Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-LKBAK/07/2023 tertanggal 17 Juli 2023 tentang Persetujuan Sebagai Lembaga Kliring Berjangka untuk Penjaminan dan Penyelesaian Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto kepada PT Kliring Berjangka Indonesia.

Hal lain yang juga diatur oleh Bappebti adalah Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto melalui Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-PTPAK/07/2023 tertanggal 20 Juli 2023 Tentang Persetujuan Sebagai Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto kepada PT Tennet Depository Indonesia.

Menakar Bursa Berjangka Aset Kripto di Indonesia

“Pembentukan bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto tersebut sebagai bukti pemerintah hadir dalam upaya menciptakan ekosistem perdagangan aset kripto yang wajar dan adil untuk menjamin kepastian hukum dan mengutamakan perlindungan bagi masyarakat sebagai pelanggan,” tegas Didid.

Didid menjelaskan, pembentukan yang dilakukan pada masa transisi Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) difokuskan agar industri kripto Indonesia tetap berjalan dan terjaga dengan baik, serta mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian melalui penerimaan negara.

Persetujuan sebagai bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto tersebut mengacu pada Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka sebagaimana diubah dengan Peraturan Bappebti Nomor 10 Tahun 2019 dan Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka sebagaimana diubah dengan Peraturan Bappebti Nomor 13 Tahun 2022.

Dalam pengembangan dan penguatan bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto, Bappebti tidak bekerja sendiri. Bappebti membutuhkan kolaborasi dari kementerian/lembaga terkait, khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan serta masyarakat luas. Ke depan, industri dan perdagangan kripto ini dapat terus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan industri.

Berdasarkan catatan Bappebti, pada Juni 2023, tercatat penambahan pelanggan aset kripto sebanyak 141,8 ribu pelanggan. Hal ini menunjukkan minat masyarakat untuk berinvestasi di perdagangan aset kripto terus tumbuh.

Hingga Juni 2023, jumlah pelanggan aset kripto terdaftar sebanyak 17,54 juta pelanggan. Nilai transaksi perdagangan fisik aset kripto selama Juni 2023 tercatat sebesar Rp8,97 triliun atau naik 9,3 persen bila dibandingkan bulan sebelumnya.

Adapun jenis aset kripto yang banyak ditransaksikan yaitu Tether (USDT), Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), Ripple (XRP) dan Binance Coin (BNB). Sedangkan, total nilai transaksi periode Januari—Juni 2023 tercatat sebesar Rp66,44 triliun atau turun 68,65 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Menurut Didid, penurunan nilai transaksi tersebut disebabkan antara lain karena pasar kripto global mengalami penurunan volume perdagangan, potensi krisis likuiditas rendah yang berdampak negatif pada stabilitas harga dan efisiensi pasar, serta tekanan jual melonjak yang menyebabkan harga aset kripto terkoreksi.

Kebijakan Federal Reserve Pemerintah Amerika Serikat terkait kenaikan suku bunga menyebabkan perubahan perilaku masyarakat dari yang sebelumnya memilih bertransaksi aset digital beralih ke tabungan. Selain itu, saat ini masyarakat masih menunggu kebijakan pemerintah terkait UU P2SK.

“Namun demikian, dari sisi pemanfaatan teknologi blockchain, semakin banyak perusahaan seperti Meta, Google, dan Twitter yang mulai mengintegrasikan teknologi blockchain dalam kegiatan usahanya. Hal ini membuktikan bahwa ke depan perkembangan perdagangan fisik aset kripto masih cukup menjanjikan,” pungkas Didid.

Lantas Bagaimana Nasib Indodax dan Crypto Exchange Lainnya?

Minimnya sosialisasi ekosistem pasar kripto di Indonesia sejak 2018, termasuk dengan kabar terkini ini, masih banyak masyarakat yang masih bingung, kalau bursa kripto sudah ada, bagaimana dengan nasib Indodax dan crypto exchange lainnya?

Berdasarkan pantauan dan arsip Blockchainmedia.id, jawabannya ada pada Peraturan Bappebti Nomor 13 Tahun 2022, bahwa crypto exchange (dalam peraturan diistilahkan dengan Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) alias perusahaan pengelola spot market menjadi bagian dari bursa kripto (bursa kripto berjangka) itu dan diawasi oleh perusahaan bursa kripto, yakni PT Bursa Komoditi Nusantara. Saat ini 30 CPFAK yang sudah memperoleh persetujuan dari Bappebti.

“Pedagang Fisik Aset Kripto adalah pihak yang telah memperoleh persetujuan dari Kepala Bappebti untuk melakukan kegiatan transaksi yang berkaitan dengan Aset Kripto baik atas nama diri sendiri dan/atau memfasilitasi Pelanggan Aset Kripto… Calon Pedagang Fisik Aset Kripto adalah pihak yang telah memperoleh tanda daftar dari Kepala Bappebti untuk melakukan kegiatan transaksi yang berkaitan dengan Aset Kripto baik atas nama diri sendiri dan/atau memfasilitasi Pelanggan Aset Kripto selama Bursa Berjangka Aset Kripto dan Lembaga Kliring Berjangka Aset Kripto belum terbentuk,” tertera di peraturan itu.

CEO Indodax: Jangan Sampai Pajak Semakin Memberatkan!

Pendiri dan CEO Indodax di akun Twitter-nya mengatakan menyambut baik pendirian bursa kripto itu, tetapi mewaspadai adanya potensi pengguna kripto Indonesia bisa saja menggunakan layanan dari bursa kripto di luar negeri jika ada pajak tambahan lain, selain pajak kripto yang berlaku sejak tahun lalu.

“Bappebti akhirnya meresmikan bursa berjangka kripto pertama. Harapan saya ekosistem baru yg terbentuk akan lebih melindungi trader dan investor. Disisi lain kami juga berharap untuk kemajuan industri kripto dalam negeri… Jangan sampai bursa berjangka kripto ini malah memberatkan pelaku industri maupun trader dalam negeri dalam fee yg dikenakan. Saat ini telah dibebankan pajak final 0,21 persen dua kali lebih besar dibanding industri saham… Dengan begitu industri dalam negeri dapat bersaing dengan industri kripto di luar negeri. Jika tidak segera diatasi dapat mengakibatkan capital flight melalui kripto,” jelasnya.

Sebelumnya, praktisi yang juga penulis buku ivestasi, Desmond Wira, berharap rencana tersebut benar-benar terjadi, karena sudah beberapa kali ditunda.

“Tidak lucu kalau ditunda lagi. Momen bursa kripto ini sebenarnya sudah lewat. Mestinya sudah diluncurkan satu dua tahun lalu,” ujarnya

Dia menjelaskan, saat ini tren aset kripto sudah lesu, dan sentimen positif tidak ada. Dia mencontohkan, nilai transaksi kripto dalam negeri mencapai Rp 8 triliun pada Mei 2023 atau menurun 23,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp10 triliun.

Sehingga, menjelang peresmian bursa kripto Indonesia, dia berharap semua sudah siap. “Sarana dan prasarana harus benar-benar siap,” tutur Desmond.

Bursa Aset Kripto Indonesia, Sebelumnya Ada DFX yang Kini Berkonflik dengan Bappebti

Sebelum nama PT Bursa Komoditi Nusantara mencuat ke permukaan, ada perusahaan lain, yakni DFX yang sudah terlebih dahulu mengajukan sebagai perusahaan pengelola bursa berjangka kripto. Tetapi, pada Maret 2023 pengajuan itu justru berbuah ‘konflik’ yang diperantarai oleh Ombudsman Indonesia.

Ombudsman RI menemukan adanya kerugian yang dialami PT Digital Future Exchange (DFX) dalam proses Izin Usaha Bursa Berjangka yang diajukan kepada Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan kerugian mencapai Rp19 miliar sejak awal pengajuan perizinan oleh PT DFX pada 21 Desember 2020 hingga 19 Desember 2022.

“Namanya mengajukan izin usaha pasti harus menyewa tempat untuk kantor, harus punya sistem, harus punya karyawan, serta memiliki prasarana. Registrasi perizinan yang berlarut ini menimbulkan opportunity cost yang tidak sedikit,” kata Yeka dalam konferensi pers, Senin (20/3/2023).

Yeka menambahkan, berlarutnya proses Izin Usaha Bursa Berjangka yang diajukan PT DFX menjadi bukti lambannya pelayanan birokrasi yang dilaksanakan oleh Bappebti selaku pihak yang memiliki kewajiban dalam penyelenggaran pelayanan.

Kemudian pada Mei 2023 disebutkan lagi, bahwa Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku terlapor dalam kasus izin usaha bursa berjangka Kripto PT Digital Future Exchange (DFX) tidak dapat menjalankan seluruh Tindakan Korektif yang sebelumnya telah diimbau Ombudsman.

Padahal, tindakan korektif yang tertuang dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Izin Usaha Bursa Berjangka (IUBB), yang disampaikan pada 17 Maret 2023 lalu. Dengan begitu, Ombudsman RI akan melanjutkan proses pada tingkat perumusan Rekomendasi yang bersifat final dan mengikat.

“Berdasarkan analisis kami setelah melakukan monitoring, Bappebti belum melaksanakan semua Tindakan Korektif Ombudsman. Terutama tidak bisa memberikan kepastian terhadap status IUBB yang dimohonkan oleh pelapor,” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2023).

Menurut kesaksian Yetna, Bappebti beralasan bahwa pihaknya tidak bisa memberikan kejelasan status toko kripto tersebut karena pihak Bappebti menganggap IUBB PT DFX masih dalam tahap proses.

Dengan tidak digubrisnya rekomendasi tersebut, Ombudsman akan merumuskan Rekomendasi Ombudsman yang bersifat final dan mengikat. Adapun Rekomendasi Ombudsman tersebut, nantinya akan disampaikan kepada Presiden RI dan DPR RI sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.

OJK Akan Awasi Pasar Kripto Indonesia

Adalah sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang paling getol mengkritik pasar kripto, mulai dari sarat manipulasi hingga sering digunakan untuk dana terorisme. Kala itu OJK memang tidak memiliki kewenangan apa-apa, karena Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan Indonesia memegang peran sejak 2018.

Namun, pada ujungnya OJK akan mengawasi pasar kripto Indonesia, dalam masa transisi saat ini hingga tahun 2025, pasca lahirnya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Di situ jelas disebutkan bahwa perdagangan aset kripto berada di pengawasan OJK. Ini tentu saja melahirkan tanda tanya baru, bahwa secara tidak langsung negara mengakui kripto sebagai bentuk ‘uang’, ataupun ‘sekuritas’, bukan komoditi seperti pengakuan Kementerian Perdagangan.

Dalam perkembangannya, dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis (13/7/2023) diputuskan mantan Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI), Hasan Fawzi akan duduk sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto periode 2023–2028. Kelak di atas pundak Fawzi-lah dinamika dan masa depan pasar kripto Indonesia dipertaruhkan. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait