Perubahan besar tengah terjadi di dunia keuangan global, di mana bank-bank besar yang dulunya menolak mentah-mentah kehadiran Bitcoin kini mulai membuka pintu. Salah satunya adalah JP Morgan, yang dipimpin oleh Jamie Dimon.
Meski Dimon tetap bersikeras bahwa ia secara pribadi tidak menyukai Bitcoin, ia menyatakan akan “membela hak klien” untuk memilikinya. Ini bukan sekadar pernyataan, tapi sinyal penting bahwa paradigma lama mulai bergeser.
Dimon Tak Dukung Bitcoin, Tapi Bela Hak Orang untuk Membelinya
Pernyataan Dimon yang cukup unik menjadi bahan perbincangan dalam obrolan Anthony Pompliano bersama Paulina Pompliano di kanal YouTube miliknya.
“Saya tak pikir Anda seharusnya merokok, tapi saya akan membela hak Anda untuk merokok… Saya tak pikir Anda seharusnya membeli Bitcoin, tapi saya akan membela hak Anda untuk membelinya,” ujar Dimon.
Ini adalah momen penting. Bukan karena Dimon berubah haluan secara drastis, tapi karena JP Morgan, sebagai bank terbesar di dunia, secara resmi memberi jalan bagi kliennya untuk membeli Bitcoin.
Walaupun mereka belum mau menyimpan Bitcoin sebagai aset (custody), mereka sudah mulai mencantumkannya dalam laporan portofolio klien.
Masih ada jarak antara menerima dan benar-benar mendukung. JP Morgan, seperti banyak institusi besar lainnya, tampaknya masih berhati-hati. Menurut Pompliano, ini masuk akal mengingat karakter bank sebagai institusi pengelola risiko.
Memegang Bitcoin sebagai aset kustodian bisa jadi berisiko karena sifatnya sebagai bearer asset, yang jika hilang, tidak ada jalan kembali.
Namun demikian, langkah mereka untuk mengakui kepemilikan Bitcoin di laporan keuangan klien adalah perkembangan penting. Bahkan, jika Bitcoin dimiliki melalui ETF, bank akan menghitungnya sebagai bagian dari aset. Di sisi lain, ini membuka peluang bagi bank lain yang belum bertindak.
“Beberapa bank besar masih ketinggalan kereta,” kata Anthony.
Dalam satu cerita yang cukup mencengangkan, ia mengungkap bagaimana sebuah institusi keuangan besar ingin hadir dalam konferensi investor Bitcoin, namun secara eksplisit meminta untuk tidak membahas Bitcoin sama sekali. Akibatnya? Mereka ditolak mentah-mentah dari panggung utama.
“Mereka datang ke konferensi Bitcoin, tapi mau bicara tentang segalanya kecuali Bitcoin. Gila kan?” ungkap Anthony sambil tertawa.
Apakah Semua Bank Akan Mengikuti?
Situasinya memang masih beragam. Bank seperti BNY Mellon sudah melangkah lebih jauh, khususnya dalam layanan kustodian aset kripto. Bank of America bahkan menyatakan kesiapannya untuk masuk ke sektor stablecoin begitu regulator memberi lampu hijau.
Di sisi lain, masih ada banyak institusi yang bermain aman atau bahkan terlihat bingung harus memulai dari mana.
Perubahan besar sedang berjalan secara bertahap, tapi arah anginnya jelas, integrasi kripto ke dalam sistem keuangan tradisional tak bisa dihindari. Dan ketika klien, terutama generasi muda, mulai menyimpan Bitcoin dalam portofolionya, bank tidak punya banyak pilihan selain ikut serta.
Selain Bitcoin, regulasi stablecoin juga menjadi sorotan. Di AS, Senat baru saja mendorong RUU Genius Act yang akan menciptakan kerangka hukum bagi stablecoin. Senator Bill Hagerty bahkan memperkirakan bahwa penerbit stablecoin seperti Tether dan Circle bisa menjadi pemegang surat utang AS terbesar, mengalahkan negara-negara asing.
Namun tak semua pihak setuju. Senator Elizabeth Warren, misalnya, mengingatkan soal potensi ketidakstabilan seperti yang terjadi pada tahun 2022, ketika pasar kripto kehilangan nilai hingga US$2 triliun.
Tetapi, Anthony menanggapi dengan mengatakan bahwa keruntuhan itu bukan semata karena kripto, melainkan kegagalan sistemik yang juga melanda lembaga keuangan tradisional.
TradFi dan Kripto: Akan Menyatu?
Menurut Anthony, batas antara keuangan tradisional (TradFi) dan kripto akan makin kabur. Platform seperti Robinhood yang awalnya fokus pada saham kini menawarkan aset kripto. Sebaliknya, bursa seperti Kraken mulai menyediakan akses ke saham.
“Semua akan berakhir jadi satu platform yang bisa melayani dua dunia,” jelasnya.
Pergeseran ini bukan hanya soal inovasi teknologi. Ini juga tentang perubahan cara berpikir. Bahkan, Anthony menceritakan pengalaman pribadi saat harus “menjual” ide Bitcoin kepada ayah pasangannya, yang awalnya skeptis karena berita buruk di media.
Namun setelah dijelaskan, ia berubah pikiran dan mulai menyebarkan informasi tentang Bitcoin ke teman-temannya.
“Orang tuanya sekarang malah jadi evangelis Bitcoin,” ujar Anthony.
Jika beberapa tahun lalu menyebut Bitcoin di ruang rapat bank bisa membuat seseorang dipecat, kini hal itu menjadi bahan diskusi serius di ruang-ruang rapat yang sama. Institusi seperti JP Morgan mulai membuka pintu, meski dengan langkah hati-hati. Dan seperti yang dikatakan oleh Pompliano, “Permainan ini belum selesai. Justru baru dimulai.” [st]