Sebuah studi mengungkapkan bahwa bank sentral mulai ogah menggunakan dolar, sebaliknya bertukar menjadi mata uang Yuan.
Perusahaan pengelolaan aset dengan aset global senilai US$1,5 triliun, Invesco menerbitkan studi tahunan ke-11 tentang investor kedaulatan pada hari Senin.
News Bitcoin melansir laporan Invesco, bahwa bank sentral kini mengurangi posisi kepemilikan dolar AS mereka sambil berusaha meningkatkan posisi kepemilikan yuan Tiongkok.
“Bank sentral sedang melakukan diversifikasi kepemilikan mata uang, dipicu oleh ketidakpastian geopolitik dan peluang menarik di pasar-pasar negara berkembang,” demikian disebutkan dalam studi tersebut, yang dikutip dalam laporan belum lama ini.
Studi Manajemen Aset Kedaulatan Global Invesco 2023 mencakup wawasan dari 142 kepala petugas investasi, kepala kelas aset, dan ahli strategi portofolio senior yang mewakili 85 dana kekayaan kedaulatan dan 57 bank sentral.
News Bitcoin menambahkan, lembaga-lembaga ini mengawasi sekitar US$21 triliun aset per 31 Maret.
Dalam catatan Invesco, bank sentral sedang melakukan diversifikasi kepemilikan mata uang, dipicu oleh ketidakpastian geopolitik dan peluang menarik di pasar-pasar negara berkembang.
“Di tengah yield yang bergejolak, 2022 menyaksikan terjadi arus investasi ke emas, pertanyaan mengenai masa depan dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia, dan peningkatan diversifikasi kepemilikan mata uang,” demikian dikutip dalam studi.
Menurut studi tersebut, bank sentral melihat emas sebagai aset pelarian yang aman, yang mengarah pada pembelian rekor pada tahun 2022, dengan akuisisi bersih sebesar 1.136 ton, menandai peningkatan bersih dalam kepemilikan emas selama 12 tahun berturut-turut.
Studi Invesco menekankan, bahwa hampir 20 persen dari pembelian bersih ini berasal dari bank sentral Turki dan Tiongkok, Invesco mencatat bahwa bank sentral lainnya.
“Terutama di Timur Tengah dan pasar-pasar negara berkembang, juga merupakan pembeli emas yang patut diperhatikan pada tahun 2022.”
Studi ini juga mengeksplorasi de-dolarisasi. Pembekuan aset Rusia oleh negara-negara Barat telah memunculkan ketergantungan dunia pada dolar AS sebagai mata uang cadangan dominan.
“Ini menimbulkan pertanyaan mengenai keberlanjutan jangka panjangnya di tengah tingkat hutang AS yang tinggi,” terang lembaga tersebut.
Persentase yang semakin besar dari bank sentral setiap tahun percaya bahwa tingkat hutang AS sedang berdampak negatif pada dolar.
“Namun, bank sentral umumnya sepakat bahwa tidak ada alternatif yang jelas untuk menggantikan dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia, dengan 53% yang membantah bahwa dolar akan menjadi lebih lemah dalam lima tahun, naik dari 46% tahun lalu,” lanjut perusahaan pengelola aset.
“Orang-orang telah mencari alternatif untuk dolar dan euro dalam waktu yang lama dan mereka pasti akan beralih ke mata uang tersebut jika ada alternatif yang cocok,” dilansir dari salah satu bank sentral yang berbasis di pasar negara berkembang.
Potensi Yuan Gantikan Dominasi Dolar AS
Studi ini juga mengkaji potensi yuan Tiongkok untuk menggantikan dolar AS sebagai mata uang dominan dunia.
“Renminbi Tiongkok, dengan alokasi yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, sering dianggap sebagai alternatif masa depan yang potensial,” ungkap manajer aset tersebut,
Dia menambahkan bahwa dalam jangka panjang (10 tahun atau lebih), sebagian besar bank sentral tidak mengharapkan adanya pergeseran signifikan dalam mata uang perdagangan global.
“Tetapi sebagian besar mengharapkan adanya pergeseran menuju renminbi (27 persen bank sentral), namun harapan-harapan berbeda berdasarkan wilayah.”
Invesco menunjukkan bahwa sentimen mengenai renminbi menjadi mata uang cadangan sejati telah menurun dari tahun ke tahun, dengan persentase bank sentral yang jauh lebih besar tidak setuju bahwa renminbi akan mencapai status tersebut dalam lima tahun.
Selain itu, perusahaan tersebut menekankan bahwa hambatan-hambatan seperti likuiditas, utang sektor properti, dan risiko politik menghambat potensi renminbi untuk menggeser dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia.
“Meskipun ada kekhawatiran tersebut, bank sentral masih berharap untuk meningkatkan kepemilikan renminbi seiring waktu,” manajer aset tersebut menyimpulkan. [ab]