Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) secara resmi mengumumkan bahwa tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk kripto dan derivatif keuangan, kini dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Serah terima ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, pada Jumat. 10 Januari 2025 yang dihadiri berbagai pejabat.
Pengalihan kewenangan ini melibatkan Plt. Kepala Bappebti, Tommy Andana; Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti; serta Kepala Eksekutif OJK, Hasan Fawzi. Menteri Perdagangan Budi Santoso turut hadir menyaksikan proses tersebut.
Keputusan ini mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Sesuai aturan, peralihan tugas ini harus selesai paling lambat 24 bulan sejak pengundangan UU tersebut.
“Kami yakin langkah ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi sektor keuangan dan pasar fisik aset kripto di Indonesia,” kata Budi.
Nantinya, OJK bertanggung jawab atas crypto dan derivatif keuangan di pasar modal, sementara BI mengelola derivatif di pasar uang dan valuta asing, sesuai dengan tugas dan fungsinya.+
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, memastikan proses transisi terkait aset kripto dan derivatif akan berlangsung tanpa mengganggu stabilitas pasar maupun kepercayaan masyarakat.
“Industri derivatif keuangan dengan underlying efek dan aset keuangan digital yang diawasi Bappebti selama ini sudah berjalan, sehingga akan diupayakan transisi tugas pengaturan dan pengawasan dengan seamless untuk menghindari gejolak di pasar,” ujarnya.
Untuk mendukung transisi terkait crypto dan derivatif, OJK telah meluncurkan sistem digital bernama Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT). Di sisi lain, BI mengadopsi Peraturan Bank Indonesia Nomor 6 Tahun 2024 yang mengatur pasar uang dan valuta asing.
Destry Damayanti menyatakan optimisme terhadap tugas barunya dan memberikan peluang yang lebih besar bagi BI untuk berperan sebagai bagian penting dalam inovasi aset digital.
“Meski tugas pengaturan dan pengawasan Derivatif PUVA merupakan tugas baru yang belum pernah ada di BI sebelumnya, peralihan tugas ini memberikan peluang bagi BI untuk memperluas instrumen-instrumen keuangan yang dapat mendukung pelaksanaan tugas BI di bidang moneter,” ujarnya.
Transaksi di sektor ini menunjukkan perkembangan pesat. Menurut pengumuman resminya, Selama Januari–November 2024, nilai perdagangan aset kripto mencapai Rp556,53 triliun, naik 356 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023.
Selain itu, transaksi perdagangan berjangka komoditi (PBK) mencatat nilai Rp30.503 triliun, meningkat sekitar 30,20 persen dari tahun sebelumnya.
Destry menambahkan bahwa sinergi antar-lembaga akan memastikan kelancaran transisi ini serta mendukung pengembangan sektor keuangan, termasuk crypto, secara menyeluruh di Indonesia.
“Dengan usaha dan sinergi yang kuat, pasar keuangan Indonesia akan semakin dalam, kredibel, dan mendukung langkah bersama menuju Indonesia Emas 2045,” katanya.
Langkah strategis ini diharapkan tidak hanya memperkuat stabilitas keuangan, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan digital, termasuk aset kripto dan derivatif.
Hal ini juga tercermin dalam upaya Bank Indonesia yang semakin agresif dalam pengembangan aset kripto di Indonesia, seperti dengan peluncuran tahap selanjutnya dari CBDC Indonesia pada Desember lalu.
Ke depannya, langkah ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem keuangan digital di Indonesia, menciptakan pasar yang lebih stabil dan inovatif, serta mendukung pertumbuhan sektor aset digital di Indonesia. [dp]