Binance kembali menjadi sorotan setelah ditemukan sebagai pelaku penghindaran pajak terbesar di antara pertukaran kripto yang terdaftar di India. Perusahaan yang terkait dengan bursa kripto terbesar tersebut, yaitu Nest Services Limited, dilaporkan menghindari pembayaran Goods and Services Tax (GST) sebesar sekitar ₹722,43 crore atau sekitar US$85 juta.
Laporan dari pemerintah India menyebutkan bahwa dari total 47 penyedia aset digital yang terdaftar sebagai entitas pelapor di bawah Financial Intelligence Unit, beberapa di antaranya ditemukan menghindari pajak.
“Beberapa kasus penghindaran Pajak Barang dan Jasa (GST) oleh bursa kripto dan investor telah terdeteksi oleh unit GST Pusat sebagai berikut: jumlah penghindaran yang terdeteksi (dalam crore): 17 bursa kripto dengan penghindaran sebesar ₹824,14 crore. Pemulihan (dalam crore) (termasuk bunga dan denda): ₹122,29 crore,” ungkap Shri Pankaj Chaudhary, Menteri Negara di Kementerian Keuangan India, Senin (02/12/2024).
Dari total kasus tax evasion yang ditemukan, yang nilainya mencapai sekitar US$96 juta, kontribusi terbesar berasal dari Nest Services Limited. Perusahaan ini berbasis di Sisilia dan merupakan bagian dari grup Binance, menyumbang lebih dari 88 persen dari total nilai penghindaran pajak tersebut.
Selain kasus Binance, salah satu platform pertukaran kripto yang sebelumnya mengalami peretasan, WazirX, yang dioperasikan oleh Zanmai Labs Pvt. Ltd., ternyata juga ditemukan menghindari pajak.
WazirX menjadi penghindar GST terbesar kedua dengan nilai sekitar US$5 juta. Meskipun jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan crypto exchange terbesar tersebut, kasus ini memperlihatkan bahwa penghindaran pajak merupakan masalah serius yang melibatkan banyak pelaku di industri kripto.
Pemerintah India juga mengungkapkan bahwa sebagian dari pajak yang dihindari telah berhasil dipulihkan. Namun, jumlah yang signifikan masih belum terselesaikan, sehingga pemerintah terus memperkuat upayanya untuk menangani kasus ini.
Investigasi terhadap penghindaran pajak ini merupakan bagian dari strategi pemerintah India untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas di pasar kripto. Sebanyak ₹122,29 crore atau sekitar US$14 juta dari total penghindaran pajak berhasil dipulihkan, termasuk bunga dan penalti.
Namun, masalah yang dihadapi Binance tidak hanya terjadi di India. Menurut laporan yang dilansir dari The Guardian pada Maret 2024, crypto exchange terbesar tersebut juga menghadapi tuntutan hukum di Nigeria, di mana pemerintah mengajukan tuntutan pidana terhadap Binance atas tuduhan penghindaran pajak.
Tuduhan ini mencakup empat poin utama, termasuk tidak membayar Pajak Pertambahan Nilai (VAT), Pajak Penghasilan Perusahaan, serta gagal menyerahkan laporan pajak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain itu, bursa kripto terbesar di pasar crypto saat ini juga dituduh membantu pelanggan menghindari pajak dan tidak mendaftar secara resmi untuk tujuan perpajakan. Tuntutan hukum di Nigeria ini mencakup klaim bahwa Binance tidak memungut dan menyerahkan pajak kepada pemerintah.
“Setiap perusahaan yang melakukan transaksi bisnis melebihi N25 juta per tahun dianggap oleh Undang-Undang Keuangan sebagai perusahaan yang hadir di Nigeria,” ungkap juru bicara ketua FIRS, Dare Adekanmbi, pada Senin (25/03/2024).
Ia juga menambahkan bahwa crypto exchange tersebut seharusnya sudah wajib membayar pajak, tetapi mereka mengabaikannya.
“Binance wajib membayar pajak seperti Pajak Penghasilan Perusahaan (CIT) dan memungut serta membayar Pajak Pertambahan Nilai (VAT). Namun, Binance tidak melakukannya dengan benar.”
Adekanmbi juga menekankan bahwa pemerintah Nigeria tetap berkomitmen untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan pajak dan memberantas ketidakwajaran keuangan dalam industri kripto.
“FIRS berwenang untuk menilai, mengumpulkan, dan memperhitungkan pendapatan yang masuk ke Federasi serta mengelola peraturan pajak yang relevan,” ungkapnya.
Kasus penghindaran pajak yang melibatkan Binance di India dan Nigeria menunjukkan betapa pentingnya kepatuhan terhadap peraturan pajak di sektor kripto global.
Dengan pengawasan yang saat ini semakin ketat, regulator di berbagai negara dihadapkan pada tantangan untuk dapat memastikan transparansi serta mencegah praktik dan transaksi ilegal yang mungkin terjadi. [dp]