Bitcoin Jadi Senjata Baru di Perang Moneter Global Saat Ini

Ketegangan dalam sistem keuangan global kian terasa. Negara-negara mulai meninggalkan dolar AS sebagai mata uang cadangan utama dan memilih jalan baru yang lebih digital, yakni Bitcoin. Di tengah kekacauan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi, pergeseran ini bukan sekadar spekulasi.

Dari Tiongkok yang memborong emas dan menjual BTC, hingga AS yang sedang mempertimbangkan pembentukan cadangan strategis Bitcoin, dunia sedang menyaksikan babak baru dalam sejarah moneter.

Fenomena ini dibahas tuntas dalam video terbaru di kanal YouTube Simply Bitcoin, yang menyoroti potensi retaknya dominasi dolar AS dan mengapa Bitcoin mulai jadi alternatif yang serius bagi banyak negara.

“Ini bukan sekadar retakan, tapi ledakan moneter,” ujar Rustin, host di Simply Bitcoin.

Ketika Emas dan Bitcoin Menempuh Jalur Berbeda

Di saat emas naik sekitar 20 persen sejak awal tahun dan Bitcoin justru turun 10 persen, banyak yang bertanya-tanya arah mana yang lebih menjanjikan. Namun, Rustin mengungkapkan bahwa tren historis menunjukkan emas sering memimpin reli, yang kemudian disusul Bitcoin dengan lonjakan lebih besar.

Hal ini dianggap wajar karena banyak bank sentral dan institusi keuangan belum memiliki kebiasaan atau izin untuk langsung masuk ke Bitcoin.

“Biasanya setelah emas naik, dalam 100 hari berikutnya Bitcoin akan mengejar dan sering kali melebihi karena volatilitasnya yang lebih tinggi,” jelas Rustin.

Tiongkok Buang Dolar AS, Borong Emas dan Jual BTC

Tiongkok tampaknya sedang menyusun ulang strategi cadangan mereka. Negara ini tercatat telah membuang US$500 miliar obligasi AS sejak 2015 dan memperbesar cadangan emas hingga lebih dari 2.292 ton.

Namun yang mengejutkan, menurut laporan Reuters yang dikutip Rustin, Beijing justru sedang menjual BTC hasil sitaan.

Di saat banyak negara melirik Bitcoin sebagai aset masa depan, langkah Tiongkok ini memunculkan pertanyaan besar, apakah mereka sedang salah langkah atau bermain catur dalam dimensi lain?

Di sisi lain, AS mulai menimbang kemungkinan untuk menggunakan sebagian dari cadangan emas mereka, yang mencapai 8.133 ton, untuk membeli Bitcoin. Beberapa tokoh politik bahkan mengusulkan pembentukan cadangan strategis Bitcoin untuk keperluan jangka panjang.

BRICS dan Perdagangan Energi Berbasis Bitcoin

Lebih lanjut lagi, BRICS tampaknya jadi poros penting dalam eksperimen perdagangan berbasis kripto. Rusia telah melakukan transaksi energi dengan Tiongkok menggunakan Bitcoin, sementara Argentina mulai membayar impor dengan stablecoin dan BTC.

India juga dilaporkan melakukan kesepakatan bilateral dengan skema yang belum sepenuhnya transparan namun disebut-sebut melibatkan satoshi (unit terkecil BTC).

Hal ini memperkuat anggapan bahwa BTC tak lagi sekadar alat spekulatif, melainkan mulai digunakan sebagai mata uang netral untuk transaksi antarnegara.

“Bitcoin itu seperti Swiss digital, yang tanpa inflasi, tanpa sensor, tanpa kelakuan konyol dari bank sentral,” ujar Rustin.

AS Siapkan Jurus 4D Chess

Yang cukup mengejutkan, muncul usulan dari sejumlah senator dan pejabat dalam pemerintahan Trump untuk membentuk strategi cadangan nasional BTC. Bahkan disebutkan bahwa AS bisa membeli 1 juta Bitcoin menggunakan sebagian kecil dari cadangan emas.

“Kalau ini terjadi, maka AS bukan hanya menguasai jaringan mata uang cadangan, tapi juga aset modal global,” tegas Rustin.

Dalam konteks ini, Rustin membandingkan strategi tersebut dengan langkah “4D Chess,” langkah tak terduga dan kompleks yang bisa mengguncang tatanan moneter dunia. Apalagi jika pembelian ini dilakukan secara netral anggaran, misalnya dengan menjual sebagian emas di Fort Knox tanpa menambah beban pajak.

Bitcoin dan Masa Depan Perang Moneter Global

Beberapa negara mulai merasakan dampak keputusan mereka soal kripto. El Salvador, yang sangat mendukung BTC, justru mengalami pertumbuhan.

Sebaliknya, negara seperti Jerman dan Inggris yang kurang ramah terhadap kripto mengalami tekanan ekonomi yang cukup berat. Ini menandai bagaimana keberpihakan terhadap Bitcoin mulai punya konsekuensi nyata dalam peta geopolitik.

“Jika AS mengumumkan bahwa mereka akan membeli satu juta Bitcoin, itu akan menjadi guncangan moneter global,” ungkap Rustin.

Prediksi jangka panjang dari pelaku industri bahkan menyebut harga BTC bisa melonjak hingga US$1 juta jika 5 persen perdagangan global mulai memakai Bitcoin sebagai mata uang penyelesaian.

Dalam dunia yang semakin terfragmentasi dan penuh ketidakpastian, BTC hadir sebagai aset langka, netral dan bebas dari pengaruh politik. Mungkin ini bukan soal apakah negara akan masuk ke Bitcoin, tapi kapan. Dan ketika itu terjadi, sistem keuangan global bisa jadi tak akan pernah sama lagi. [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait