Bitcoin Kekar Lawan Imbal Hasil Emas, Sebuah Kajian ETF

Emas berlaku sebagai safe haven bagi investor dan diminati di masa-masa kesulitan ekonomi. Kendati emas memiliki peran ini, ETF (exchange-traded fund) emas justru mencetak imbal hasil negatif selama 2021.

Apa Itu ETF?

ETF adalah instrumen trading/investasi di bursa efek yang diperdagangkan selayaknya saham. Nilai asasnya adalah harga emas dunia ataupun indeks harga emas. Ini kurang lebih serupa dengan ETF Bitcoin Berjangka yang sejak 19 Oktober 2021 melantai di Bursa Efek New York (NYSE).

ETF ini berdasarkan nilai perdagangan Kontrak Berjangka Bitcoin di CME. Sedangkan nilai kontrak berjangka itu berdasarkan nilai rata-rata Bitcoin di spot market.

Membandingkan antara kinerja ETF emas dengan Bitcoin, kita akan mendapatkan gambar perihal potensi arus kapitalnya.

Dinamika ETF Emas

Menurut data Finbold, tujuh ETF emas teratas di AS berdasarkan rata-rata volume perdagangan harian memberikan hasil -7,41 persen dalam setahun per 18 Oktober 2021.

SPDR Gold Shares (GLD) dengan 7,2 juta saham diperdagangkan per hari, memiliki hasil paling negatif -7,54 persen.

Imbal hasil dari ETF tersebut bertolak belakang dengan peran emas dalam investasi. Emas berlaku sebagai aset strategi dalam portofolio investor untuk diversifikasi dan mengurangi kerugian ketika terjadi kelesuan ekonomi dan kondisi pasar menurun.

Di tahun 2021, peran emas diujicoba di saat ekonomi mengalami inflasi tinggi dan dampak kelesuan dari pandemi COVID-19.

Sejak mencetak rekor harga terbaru sebesar US$2 ribu per ons pada Agustus 2021, harga emas kesulitan mempertahankan rekor tersebut, terutama akibat imbal hasil negatif.

Sejumlah analis menduga emas seharusnya mendapat dukungan dari inflasi tinggi, penurunan daya beli mata uang dan perubahan struktur terhadap alokasi aset. Emas juga diproyeksikan didukung dalam lingkungan dengan suku bunga tinggi.

Patut dicatat, ETF emas memberikan imbal hasil negatif kendati memiliki beberapa manfaat bagi investor.

Dibanding dengan emas fisik, ETF emas menawarkan kelebihan seperti kemudahan penyimpanan dan anti pencurian.

Selain itu, ETF memberikan biaya akuisisi lebih rendah sebab tidak melibatkan pembelian emas fisik dan biaya terkait.

Harga emas turut terdampak minat yang berkurang terhadap emas fisik, terutama dari bank sentral. P

asar perhiasan yang lesu di negara-negara kunci di Asia juga memiliki dampak negatif terhadap harga emas dan produk investasi terkait.

Minat investor terhadap ETF emas berkontribusi terhadap imbal hasil negatif. Kurangnya minat investor diduga disebabkan oleh munculnya alternatif lain, yaitu ETF Bitcoin.

Di tahun 2021, Bitcoin tampil sebagai opsi alat simpan nilai selain emas, dengan kinerja harga yang memukau.

Bahkan pada Rabu (20/10/2021) malam, harganya mencetak rekor tertinggi baru, lebih dari US$66 ribu per BTC.

Kendati Bitcoin menjadi popular diiringi dengan peningkatan harga signifikan, Bitcoin belum terbukti sebagai perlindungan terhadap inflasi.

Di tengah inflasi yang meningkat, nilai Bitcoin sempat turun dibarengi pengawasan yang lebih ketat daripada sebelumnya.

Ini 8 Fakta Bitcoin (BTC) Cetak Rekor Tertinggi Baru, US$66 Ribu

Di saat yang sama, investor mungkin menunggu harga emas lebih stabil. Minat yang kurang terhadap emas bisa diakibatkan oleh diversifikasi investor ke pasar saham yang relatif stabil selama 2021.

Dalam hal nilai Bitcoin Berjangka dijadikan patokan ETF di bursa efek perlu waktu dan konteks lain untuk bisa memproyeksikan potensi positifnya.

Jikalau ETF Emas yang kali pertama meluncur pada tahun 2004 menjadi pola utama untuk ETF Bitcoin, maka nilai Bitcoin di pasar spot bisa jadi lebih stabil daripada sebelumnya.

Ini berarti volatilitas bisa lebih ditekan, sehingga harga tidak bergerak terlalu liar. Di sisi ini pula variabel Halving-yang tidak dimiliki oleh emas, praktis menjadi faktor yang layak dipertimbangkan untuk pertumbuhan nilai BTC di masa depan. [finbold.com/ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait