Sebagai teknologi keamanan transaksi keuangan, blockchain bisa dipakai untuk sektor pemerintahan, khususnya mewujudkan transparansi anggaran. Teknologi yang menerapkan sejumlah komputer yang saling terhubung dan diamankan dengan teknik kriptografi ini, sejatinya bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan terkait dengan transaksi keuangan pemerintahan, termasuk dalam konteks kasus Lem Aibon.
Blockchain dinilai mampu dipakai untuk memutus mata rantai korupsi di Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan dan anggaran pembangunan mestinya bisa menggunakan teknologi ini. Sifat blockchain yang desentralistik membuat semua orang dapat mengetahui dan melacak aliran uang yang terjadi.
Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara demokrasi dengan penduduk terbesar ke-4 dunia dinilai perlu menggunakan teknologi blockchain untuk mewujudkan demokrasi anggaran, yakni dana dari rakyat untuk rakyat, bukan dari rakyat untuk kroni. Blockchain bisa membasmi kejahatan anggaran sehingga oknum pejabat tidak bisa semena-mena menyelewengkan anggaran.
“Saat ini teknologi blockchain perlu diterapkan pada sektor pemerintahan. Ada banyak terjadi korupsi anggaran. Dengan teknologi blockchain semua transaksi bisa transparan, sehingga lebih mudah diawasi oleh rakyat,” ujar Pendiri Indonesia Cloud Forum, Teguh Prasetya, Rabu (6/11/2019), dilansir dari Koranjakarta.
Menurut dia, jika menggunakan teknologi blockchain, kasus “desa fiktif” dalam penyelewengan Dana Desa sulit terjadi. Begitu pula anggaran janggal.
“Teknologi blockchain adalah revolusi dalam pengawasan anggaran secara menyeluruh. Komputer server dapat ditempatkan di pusat dan daerah dan sulit direkayasa. Proses anggaran mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga hasil program, semua datanya di blockchain,” jelas Teguh.
Teknologi blockchain dinilai penting dalam pengawasan dana desa karena ada 8.490 kelurahan, dan 74.957 desa yang setiap tahun mendapatkan dana desa. Sangat susah untuk mengaudit satu per satu secara manual jika menggunakan cara-cara konvensional.
Pakar teknologi informasi dari Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) UGM, Mardhani Riasetiawan, menjelaskan blockchain memampukan transparansi dan kepercayaan tingkat tinggi, karena setiap informasi disimpan dalam block-block yang berbeda, terdistribusi dan terenskripsi, sehingga jauh lebih aman ketimbang data yang disimpan dalam server sentral. Lagipula setiap data yang tersimpan bersifat kekal (permament), tak dapat dihapus.
“Menggunakan teknologi blockchain, dalam konteks kasus desa fiktif dalam program Dana Desa, pasti dapat diketahui, karena datanya jelas di block mana tersimpan. Dalam konteks kasus Lem Aibon, misalnya bisa diketahui siapa yang mengisi anggaran, siapa yang menyetujui, hingga apakah anggaran itu sesuai kebutuhan sekolah atau tidak,” paparnya. [KoranJakarta/vins]