Dewa Kriptografi, David Chaum: Dari DigiCash ke Elixxir

So, it’s kind of like Satoshi moment, if you will, existing power that be really weren’t doing their job. So we had to sort of take matters into our own hands and so I see… our association still a free standing entity,” kata David Lee Chaum (63), pakar kriptografi kelas dunia, dalam presentasinya di acara Distributed 2018, 19 Juli 2018, California.

Kalimat itu muncul setelah Chaum mengisahkan masa lalunya pada tahun 1982. Di masa itu, katanya, dia dan sejumlah rekan satu kampus, seperti Eric Schmidt (mantan CEO Google) aktif mengumpulkan para peminat komputer dan kriptografi dalam satu wadah asosiasi. Hal itu ia lakukan, karena di dalam kampus sendiri (Universitas Barkeley), segala aktivitas diskusi dan konferensi terkait kriptografi dilarang.

Hal menarik ketika Chaum mengucapkan istilah “satoshi moment”, yang ia maknai sebagai “kekuatan yang ada, tetapi tidak melakukan apa-apa”. Jikalau merujuk pada arti “satoshi” dalam bahasa Jepang, bermakna “pengetahuan; kebajikan; kecerdasan; pencerahan”. Tidak jelas apa maksud Chaum dengan istilah itu. Tetapi setidaknya, mungkin ia hendak mengkomodir anggapan umum, bahwa Satoshi Nakamoto, nama samaran pencipta Bitcoin, adalah mungkin dirinya, walaupun makalah karya Chaum tidak satupun dijadikan sebagai rujukan paper Bitcoin karya Satoshi Nakamoto.

Di ajang itu ia memperkenalkan Elixxir, teknologi blokchain yang diklaim memiliki kecepatan transaksi mencapai ribuan per detik. Menurut Chaum, Elixxir menawarkan solusi pengiriman pesan dan pembayaran yang lebih cepat dan lebih murah dibandingkan semua blockchain ada saat ini. Sebagai perbandingan, Ethereum hanya mampu menangani sekitar 15 transaksi per detik.

Nama David Chaum mungkin tak dikenal umum. Tetapi dalam dunia komputer dan kriptografi elektronik, Chaum adalah dewa. Pasalnya, ide tentang uang elektronik datang dari pemikirannya dengan menyatukan sejumlah temuan sebelumnya di bidang kriptografi.

Jadi, yang disebut cryptocurrency, electronic cash ataupun uang digital tidaklah bermula dari Bitcoin. Pada tahun 1980-an, benih-benihnya sudah mulai muncul. Melalui makalahnya, “Blind Signatures for Untraceable Payments,” pada tahun 1982, David Lee Chaum telah meletakkan dasar-dasar untuk kriptografi modern yang digunakan dalam mengamankan transaksi keuangan secara elektronik.

Di masa itu layanan keuangan secara elektronik sudah mulai marak digunakan oleh bank, terlebih-lebih penggunaan ATM dan kartu kredit. Jangan bayangkan transaksi elektronik di masa itu menggunakan Internet, tetapi menggunakan jaringan telepon analog.

Pada tahun 1981 di New York, Citibank, Chase Manhattan, Chemical dan Manufacturers Hanover menawarkan layanan “home banking” menggunakan sistem videotex di monitor televisi. Sistem ini ini adalah pengembangan lebih lanjut terhadap teletext yang sifatnya hanya satu arah. Dengan videotex, nasabah di rumah dapat melakukan data input secara interaktif dengan pihak bank, berkat adanya modem (modulator-demodulator).

Internet pertama kali hadir secara publik pada pertengahan tahun 1989 dan hadir penuh secara komersial pada tahun 1995 setelah ARPANET (Advanced Research Projects Agency Network) mengizinkan penggunaannya di luar kepentingan militer (decommissioned) pada tahun 1990. Setelah tahun 1995 barulah bank menggunakan layanan Internet untuk transaksi keuangan.

Dalam makalah itu, Chaum meletakkan premis umumnya bahwa sistem pembayaran elektronik memiliki dampak substantif pada privasi personal, termasuk kemungkinan digunakan oleh para pelaku kriminal, khususnya pencurian. Katanya, secara ideal sistem pembayaran harus mempertimbangkan dua situasi itu. Yang dimaksud Chaum tentang privasi itu adalah sama dengan yang kita alami hari ini, yang memungkinkan pihak ketiga dalam proses pembayaran mengetahui perilaku pengguna, mulai dari pembayaran hotel, bioskop hingga restoran. Termasuk bank tentu saja. Dalam hal itu Chaum menawarkan metode digital signature baru supaya dua hal tersebut tak terjadi, di mana sebelum data ditandatangani (signed), data itu disamarkan terlebih dahulu, baru kemudian dikirimkan.

Tapi gagasan itu sangat mampu mewujudkan anonimitas dan belum sampai pada masalah bahwa data berwujud digital dapat mudah disalin begitu saja dan dapat digunakan untuk transaksi berkali-kali, terlebih-lebih sejatinya uang hanyalah angka. Dalam khasanah uang elektronik ini yang disebut sebagai double spending.

Untuk mengatasi masalah itu pada tahun 1988, ia memperluas ide blind signature bersama Amos Fiat dan Moni Naor untuk memperkenalkan transaksi yang memungkinkan mendeteksi double spending. Tetapi, itu tak menjadi masalah dalam transaksi secara daring, sebaliknya double spending mudah terjadi dalam transaksi offline, karena masih ada sejumlah hardware yang terlibat dan sulit mendeteksinya sebab data tidak terkoneksi langsung dengan bank. Inilah yang terjadi pada DigiCash, perusahaan yang didirikan oleh David Chaum pada tahun 1989 (baru beroperasi penuh pada tahun 1994).

Berdasarkan temuannya itu, di DigiCash, Chaum memperkenalkan eCash, sebuah teknologi pengiriman uang secara elektronik yang menghubungkan antara nasabah dengan bank. Dengan layanan itu, informasi pribadi nasabah tidak dapat dilacak termasuk oleh pihak bank sendiri dan pemerintah. Itu sangat dimungkinkan karena Chaum mengembangkan skema public key dan private key yang kita kenal saat ini pada blockchain.

Pada masa keemasannya DigiCash menggandeng banyak klien, termasuk bank dan toko-toko retail. Di masa itu masyarakat (khususnya di Amerika Serikat) merasakan kemudahan berbelanja dan mentransfer uang menggunakan layanan DigiCash. Mark Twain Bank adalah bank pertama yang digandeng oleh Digicash pada  23 Oktober 1995. Ada pula Deutsche Bank (26 Maret 1996), Advance Bank (24 Oktober 1996), Credit Sussie. Berturut-turut kemudian adalah Bank Austria dan Den norske Bank. William F. Zuendt, mantan pejabat Wells Fargo pun pernah berlabuh di Digicah sebagai Direktur pada 4 Juni 1998. Nomura Research Institute di Jepang pun sempat menjadi klien DigiCash.

Malang tak dapat ditolak, pada September 1998 David Chaum mengumumkan kebangkrutan DigiCash. Semua aset perusahaan (termasuk sejumlah patent karya Chaum) dijual ke Cash Technologies (perusahaan digital currency lainnya), yang akhirnya diakusisi oleh InfoSpace pada 19 Februari 2002. Padahal setahun sebelumnya ia mendapatkan kucuran dana dari Nicholas Negroponte, sang pendiri MIT Media Lab dan penulis buku laris “Digital Being”.

Soal bangkrut ini juga masih simpang siur. Menurut David Chaum sendiri dunia e-commerce (pada masa itu) belum siap menerima DigiCash.

“Sangat sulit mendapatkan merchant yang cukup banyak yang mau menerima DigiCash. Padahal itu yang mendorong agar semakin banyak konsumen yang menggunakannya juga,” kata David Chaum kepada Forbes pada 1 November 1999. Kata Chaum lagi, “Ketika teknologi web berkembang, tingkat kecanggihan pengguna pun turun. Sangat sulit menjelaskan kepada mereka tentang makna penting privasi.”

Lahir dari keluarga kaya raya, David Chaum besar dengan otak yang encer. Matematika adalah makanannya sehari-hari yang memungkinkan dia mengembangkan sistem kriptografi modern. Puluhan publikasi ilmiah lahir dari tangannya, termasuk penelitian dan makalah yang berkolaborasi dengan ilmuwan lain. Belasan paten juga lahir dari kegigihannya, salah satunya adalah Blind Signature Systems, yang diterapkan di DigiCash.

Chaum yang lulus dari program doktor ilmu komputer di Universitas California pada tahun 1982, juga dikenal sebagai peneliti di Center for Mathematics & Science di Belanda. Di masa itu, lembaga tersebut sangat dikenal di kalangan ilmuwan komputer khususnya kriptografer dunia. Di sanalah Chaum bersama sejumlah peneliti mengembangkan e-cash itu. Di Belanda, Rijkswaterstaat atau Direktorat Jenderal Pekerjaan Umum dan Manajemen Air, tertarik dengan sejumlah riset Chaum karena bisa diterapkan pada sistem pembayaran tol otomatis. Setelah sempat mendanai pengembangannya, tapi Rijkswaterstaat memutuskan menunda menerapkannya. Inilah yang bergerak cepat dan memutuskan membuat DigiCash.

Apakah David Chaum adalah Satoshi Nakamoto sesungguhnya adalah pertanyaan tak lagi relevan. Sama tak relevannya dengan mencari-cari sosok Satoshi sesungguhnya. Yang terpenting adalah seberapa jauh karya mereka berdua dapat berkontribusi untuk kemajuan dunia. Bukankah tidak penting mencari siapa pembuat palu, karena faedahnya sudah kita rasakan?

Tetapi, hari ini, David Chaum membangun panggung nyata di Elixxir untuk membuktikan keandalan kriptografinya kepada dunia (lagi). [jul/vins]

 

 

Terkini

Warta Korporat

Terkait