Inilah Penentu Nasib Stablecoin Berikutnya

Stablecoin kini tidak lagi sekadar roda penggerak pasar kripto, melainkan telah menjadi infrastruktur keuangan yang strategis. Perannya semakin penting dalam mendukung transaksi lintas negara, perdagangan aset digital, hingga pembayaran berbasis blockchain.

Namun, seiring lonjakan kapitalisasi pasar stablecoin yang menyentuh US$226 miliar pada Juli ini, para pembuat kebijakan mulai mengambil sikap tegas. Uni Eropa dengan regulasi MiCA dan AS melalui GENIUS Act menawarkan dua pendekatan yang berbeda terhadap mata uang kripto berbasis fiat.

MiCA: Antara Transparansi dan Dominasi Bank Lokal

Di Eropa, MiCA — regulasi menyeluruh yang diadopsi pada 2022 dan mulai berlaku penuh pada akhir 2024 — menciptakan tantangan berat bagi penerbit stablecoin. Regulasi ini menargetkan transparansi, perlindungan investor, serta stabilitas keuangan melalui kewajiban lisensi, pemisahan dana cadangan, dan batas transaksi harian senilai €200 juta.

Tether, sebagai pemain besar di industri ini, memilih tidak mengajukan lisensi langsung. Sebagai gantinya, mereka meluncurkan stablecoin EURR dan USDR melalui pihak ketiga seperti StablR dan Oobit agar tetap dapat beroperasi di Eropa tanpa terikat langsung oleh regulasi MiCA.

Sementara itu, Circle mengambil pendekatan berbeda dengan mengantongi lisensi Electronic Money Institution (EMI) demi mempertahankan eksistensinya di Eropa. Langkah ini menunjukkan komitmen terhadap kepatuhan, namun juga menimbulkan tantangan baru.

CEO Circle, Jeremy Allaire, mengkritik keras kewajiban penyimpanan 60 persen cadangan di bank-bank Eropa. Menurutnya, aturan ini justru meningkatkan risiko sistemik, karena stablecoin tidak memiliki hak untuk menyalurkan dana seperti bank, namun dibebani tanggung jawab serupa.

BACA JUGA  Transaksi Stablecoin Sentuh Rp560 Kuadriliun, Salip Visa

GENIUS Act: Misi Amerika Memimpin Ekosistem Stablecoin 

Sementara Eropa memberlakukan aturan ketat, pemerintah AS memilih jalur berbeda. GENIUS Act yang disahkan oleh Senat pada Juni lalu membawa visi baru: menjadikan stablecoin sebagai bagian dari sistem pembayaran nasional. RUU ini akan membuka jalan bagi bank, startup, hingga raksasa teknologi untuk masuk ke industri stablecoin.

The Fed Buka Suara, Era Baru Stablecoin Tinggal Selangkah Lagi

Regulasi ini menetapkan bahwa stablecoin harus didukung oleh aset likuid seperti dolar AS atau obligasi jangka pendek. Emiten dengan kapitalisasi besar wajib menjalani audit tahunan dan mematuhi ketentuan KYC dan AML. Circle, salah satu pelaku industri utama, menyambut baik langkah ini dan menyebutnya sebagai momen bersejarah.

Namun, tidak semua pihak sejalan. Senator Elizabeth Warren menyebut GENIUS Act sebagai “pendekatan terburuk” karena gagal mengatur potensi konflik kepentingan secara tegas. Kritik juga diarahkan pada penyalahgunaan kekuasaan dan lemahnya perlindungan pengguna.

Selain itu, berdasarkan riset yang diungkapkan oleh TradeSanta pada akhir Juni lalu, tokoh seperti Austin Rulfs menilai bahwa meskipun regulasi terkait stablecoin tersebut membuka ruang bagi inovasi, ketiadaan standar yang jelas dapat melemahkan kepastian hukum. 

BACA JUGA  Rumor: El Salvador akan Luncurkan Stablecoin

“Pendekatan terhadap regulasi di AS masih terkesan tidak terkoordinasi; meskipun beberapa negara bagian telah menerapkan standar masing-masing, para penerbit dan pengguna stablecoin tetap berada dalam ketidakpastian akibat ketiadaan regulasi federal yang seragam,” jelas analis tersebut.

Meski begitu, GENIUS Act tetap dinilai berpotensi memperkuat dominasi dolar lewat mata uang kripto berbasis fiat, meskipun masih terdapat keterbatasan serta belum adanya regulasi dan standar yang benar-benar jelas.

Perkembangan Stablecoin dalam Pusaran Regulasi

Di tengah ketatnya regulasi, pasar stablecoin justru tumbuh signifikan. Dilansir dari laporan The Block pada awal Juni lalu, CEO Kronos Research menyebut kapitalisasi pasar yang mencapai US$250 miliar sebagai titik balik penting dalam sejarah mata uang kripto berbasis fiat.

“Menembus angka US$250 miliar menandai titik balik yang penting. Stablecoin bukan lagi sekadar eksperimen, melainkan sudah menjadi kebutuhan utama,” ujar Hank Huang, CEO Kronos Research.

Salah satu proyek yang mencuri perhatian adalah USD1, stablecoin berbasis dolar yang didukung oleh WLFI. Proyek kripto ini dilaporkan memiliki afiliasi dengan Trump, dan langkah mereka menyetor US$2 miliar ke Binance langsung memicu kritik serta kekhawatiran soal konflik kepentingan.

Ki Young Ju, CEO CryptoQuant, memperingatkan pada awal Mei lalu bahwa stablecoin bisa diperlakukan layaknya bank tradisional. Menurutnya, regulasi yang ketat berisiko menggerus desentralisasi dan mendorong munculnya stablecoin yang sulit dikendalikan pemerintah.

BACA JUGA  CEO BitMEX: Bitcoin Mungkin Masih Lesu 18 Bulan ke Depan

“Orang-orang yang sebelumnya menggunakan stablecoin untuk transfer internasional dalam jumlah besar mungkin akan mulai mencari alternatif berupa dark stablecoin yang tahan sensor,” tegasnya.

Peringatan CEO CryptoQuant: Era Dark Stablecoin Segera Tiba

Sementara itu, laporan Citi Institute memproyeksikan tiga skenario stablecoin hingga 2030: pesimistis (US$0,5 triliun), moderat (US$1,6 triliun), dan optimistis (US$3,7 triliun). Dalam semua skenario, 90 persen mata uang kripto berbasis fiat diperkirakan tetap terikat pada dolar AS, dan para penerbitnya menjadi pembeli utama obligasi jangka pendek AS. 

Menakar Masa Depan Stablecoin

Satu hal kini jelas: era abu-abu dalam regulasi kripto telah usai. MiCA di Eropa dan GENIUS Act di Amerika Serikat membuka babak baru pengawasan aset digital. Meski bertujuan melindungi investor dan menjaga stabilitas, perbedaan pendekatan keduanya bisa membawa dampak yang sangat berbeda.

Jika regulasi diterapkan terlalu ketat, pasar stablecoin berisiko terfragmentasi dan bergeser ke wilayah tak teregulasi. Sebaliknya, jika regulator mampu menemukan keseimbangan antara inovasi dan perlindungan, stablecoin berpotensi diadopsi sebagai tulang punggung sistem keuangan yang baru.

Pada akhirnya, dunia akan menyaksikan tarik ulur antara efisiensi pasar dan kontrol negara dalam membentuk masa depan uang digital. Nasib stablecoin sangat bergantung pada kebijakan yang diambil — apakah mampu menjaga keseimbangan antara inovasi dan pengawasan. [dp]

Terkini

Warta Korporat

Terkait