Kebijakan Moneter dan Devaluasi Dolar Picu Minat Terhadap Bitcoin?

Kebijakan moneter oleh The Fed yang menerbitkan lebih banyak uang ke dalam ekonomi AS selama tahun lalu, disebut-sebut berdampak pada devaluasi dolar di pasar global. Benarkah itu pemicu minat membeli Bitcoin?

Pada pertengahan tahun 2020, investor institusi semakin berminat terhadap Bitcoin. Sejumlah investor mengumumkan mereka telah mengalokasikan sebagian cadangan kas atau dana untuk membeli Bitcoin.

Sosok paling menonjol adalah Michael Saylor dan perusahaannya, MicroStrategy, yang saat ini menyimpan sekitar 70.470 BTC.

Perkembangan penting lain adalah perusahaan asuransi MassMutual Life yang mengubah sebagian dananya menjadi Bitcoin.

Langkah MassMutual tersebut memberikan keabsahan bagi Bitcoin sebagai aset investasi taraf lembaga. Asal tahu saja, MicroStrategy adalah perusahaan publik alias perusahaan terbuka, sebagai emiten di pasar modal.

Perusahaan asuransi seperti MassMutual Life yang memandang Bitcoin cukup aman adalah titik sangat penting di sini. Pasalnya industri asuransi “secara alamiah” cenderung melakukan strategi investasi konservatif. Ini arus balik yang menonjol.

Masuknya dana lembaga menjadi mekanisme yang memperkuat diri Bitcoin. Grayscale Bitcoin Trust (Bitcoin Saham) besutan perusahaan Grayscale telah menambah simpanan Bitcoin-nya lebih dari 66 persen, bertambah dari 365.090 BTC pada 9 Juni 2020 menjadi 607.270 BTC pada 28 Desember 2020.

Ketika artikel ini disusun, Grayscale kemungkinan besar sedang menambah pundi-pundi Bitcoin-nya.

Dalam wawancara dengan CNBC beberapa waktu lalu, Michael Sonnenshein, Direktur Manajemen Grayscale, mengatakan perusahaannya melihat arus dana masuk enam kali lebih besar dibandingkan tahun lalu terhadap produknya itu. Dan jenis investor yang terlibat pun berubah, sebutnya. Beberapa investor terbesar membeli Bitcoin Saham itu dan mereka menyimpannya untuk jangka panjang.

Apa Urgensinya?
Tampak terjadi efek domino di kalangan investor institusi, tetapi apa penyebabnya? Mengapa para investor tersebut melihat urgensi mengubah sebagian modal menjadi Bitcoin?

Saylor acapkali menekankan pentingnya mengubah cadangan kas perusahaan menjadi Bitcoin, alih-alih menyimpan dolar AS dalam jumlah banyak. Kata Saylor, membeli Bitcoin adalah demi melindungi neraca keuangan mereka terhadap nilai mata uang fiat yang tergerus, terutama dolar AS yang telah mengalami depresiasi terhadap mata uang lain tahun ini.

Penelusuran Google untuk kata kunci USD terkait erat dengan penelusuran untuk kata kunci Bitcoin.

Hal ini menandakan dampak devaluasi dolar dirasakan pemilik dolar AS, sehingga pembelian Bitcoin meningkat.

USD kehilangan nilai secara besar terhadap mata uang lain. Hal ini dapat dilihat di indeks USD (DXY) yang meliputi sekeranjang enam mata uang lain, yaitu EURUSD, USDJPY, GBPUSD, USDCAD, USDSEK dan USDCHF. DXY adalah tolak ukur utama untuk menilai seberapa tanggung uang Paman Sam itu di panggung global.

Satu penyebab bisa jadi adalah penambahan uang baru yang dilakukan The Fed, termasuk Bank Sentral Eropa (ECB) dan beberapa negara lain. Langkah itu dianggap penting dan menjadi senjata ampuh demi menyelematkan ekonomi akibat pandemi.

Faktor lain, seperti perubahan belantika moneter global terlibat, sehingga masuk akal untuk mengamati DXY yang terdampak oleh semua faktor tersebut dibanding harga Bitcoin.

Sebelum melihat keterkaitan indeks USD terhadap harga Bitcoin, perlu diamati neraca Fed dan harga Bitcoin.

Harga BTC dan ukuran neraca Fed menunjukkan keterkaitan. Kendati demikian, harga tidak mengikuti penambahan neraca secara langsung untuk semester pertama.

Hal ini juga terlihat dalam koefisien korelasi. Selama periode tertentu, kedua variabel terkorelasi sebesar 47,65 persen, sedangkan di semester pertama hanya 6,2 persen. Hubungan tersebut bertambah kuat di semester kedua menjadi 86,41 persen.

Keterkaitan yang sama tampak pada suplai uang M1 dan M2 selama satu tahun. M1 bertambah 65 persen, M2 bertambah hampir 26 persen. Ada hubungan variabel moneter dan harga Bitcoin, tetapi tidak sekuat korelasi Bitcoin dan DXY.

Selama satu tahun, nilai DXY menunjukkan korelasi negatif kuat dengan harga BTC dibanding dua variabel lainnya.

Hal ini masuk akal, sebab dolar AS tidak hanya kehilangan nilai terhadap mata uang lain akibat kebijakan moneter tetapi juga akibat mekanisme lain.

Nilai USD yang menurun terhadap mata uang lain menjadi variabel adalah lebih relevan.

DXY mengikuti harga Bitcoin cukup baik, terutama di semester kedua setelah DXY longsor ke bawah 95 pada 22 Juli 2020.

Hal ini bertepatan dengan meningkatnya minat institusi terhadap Bitcoin pada Juli dan Agustus.

Selain itu, DXY tampak terkait positif dengan harga BTC selama semester pertama tahun 2020, di mana DXY bergerak di rentang antara 95 dan 100.

Kendati demikian, korelasi tersebut sudah negatif di semester pertama tahun lalu, dengan nilai -0,4015.

Nilai ini menguat pada semester kedua dengan koefisien -0,8253. Nilai dolar tidak terlalu penting di semester pertama, tetapi nilainya yang semakin menurun mendorong investor untuk berminat membeli Bitcoin.

Keterkaitan DXY dan harga BTC hanya korelasi, tetapi hubungan tersebut kuat dan bertindak sebagai narasi yang mendorong minat institusi.

Terlepas dari pendapat soal variabel tersebut yang memicu minat institusi, kebijakan moneter dan nilai mata uang fiat yang menurun menjadi sumbu yang menyulut minat institusi.

Tampaknya kebijakan moneter yang longgar akan tetap bertahan dan tren USD yang melemah terhadap mata uang lain akan berlanjut.

Dengan masa depan USD yang lesu terhadap mata uang lain, devaluasi mata uang terhadap hard asset, campur tangan moneter luar biasa serta efek domino yang terjadi, investor institusi akan berbondong-bondong membeli Bitcoin pada tahun 2021 ini.

Artikel ini diterjemahkan dari Bitcoinmagazine, karta tulis Jan Wuestenfeld.

[bitcoinmagazine.com/ed]

Terkini

Warta Korporat

Terkait