Krisis Kian Menggila, Harga Bitcoin di Argentina Lebih Mahal Rp16 Juta

Sebenarnya ini bukan berita baru, tetapi krisis keuangan yang terjadi di Argentina lagi-lagi membuat harga Bitcoin di negara Amerika Latin itu lebih mahal Rp16 juta daripada harga rata-rata Bitcoin secara global. Sedangkan pada 9 September lalu, sempat lebih mahal US$1.200. Pada Agustus 2019 pun demikian, melonjak hingga Rp12 juta.

Okeh, sekarang silahkan gooling dengan keyword “BTC”. Ketika artikel ini ditulis, 1 Bitcoin sama dengan Rp140.097.355. Perlu diperhatikan data konversi itu disediakan oleh Coinbase untuk Google. Mari kita bandingkan dengan dengan data dari Coinmarketcap, hasilnya: US$10.052 (Rp141.106.420). Data harga Bitcoin di Coinmarketcap itu mencerminkan harga rata-rata Bitcoin secara global dari harga Bitcoin dari sejumlah bursa kripto yang ada di muka bumi ini.

Bagaimana dengan harga Bitcoin di Argentina? Berdasarkan data terkini dari bursa kripto di Argentina, Buenbit, harga Bitcoin di sana diperdagangkan hingga 626.250 peso (setara dengan US$11.189 atau Rp157.185.405). Rasio harganya terpaut hingga Rp16.078.985 per BTC.

Fakta ini memang wow banget, karena dapat ditafsirkan pasar Bitcoin di Argentina punya sentimen lebih positif dibandingkan rata-rata secara global dan menjadikan Bitcoin sebagai alternatif lindung nilai uang peso-nya yang kian tergerus inflasi.

Menurut Gabriel Rey, CEO bursa kripto Triv.co.id, ketika uang yang diterbitkan oleh negara mengalami pemrosotan nilai secara tajam, banyak orang akan berusaha melindungi asetnya agar tidak tergerus inflasi.

“Sehubungan pembelian, penyimpanan dan pengiriman, Bitcoin tentu saja tidak sesulit membeli emas batangan, maka generasi yang sudah melek teknologi akan otomatis memilih Bitcoin. Dan lagi, pemerintah tidak dapat membatasi batas maksimum pembelian Bitcoin, namun bisa membatasi pembelian maksimum emas,” kata Rey.

Dilansir dari CNBC Indonesiapada September 2018 saja, perekonomian Argentina sedang berada dalam kondisi rapuh. Peso telah kehilangan lebih dari 50 persen nilainya terhadap dolar AS sejak awal tahun 2018. Pada waktu itu inflasi diperkirakan akan melampaui 30 persen pada akhir 2018, dan suku bunga baru saja naik menjadi 60 persen.

Setahun kemudian, Tsunami inflasi itu benar-benar terjadi. Berdasarkan data dari Tradingeconomics.com, per Desember 2018, inflasi di Argentina mencapai 47,1 persen, lalu memuncak hingga 57,3 persen pada Mei 2019. Pada Juli 2019 turun kecil hingga 54,4 persen. Sejumlah pengamat memperkirakan tingkat inflasi bisa mencapai 55 persen pada akhir tahun ini, dengan nilai tukar peso terhadap dolar AS mencapai US$60.

Sejumlah data menunjukkan inflasi itu baru akan berkurang dalam beberapa tahun mendatang, setidaknya menjadi 5,77 persen pada tahun 2024 mendatang. Padahal Argentina adalah negara termakmur ketiga di seluruh Amerika Latin, tetapi kesenjangan antara yang kaya dan miskin di negara itu sangat besar. Pun, kegagalan kebijakan fiskal oleh bank sentral Argentina turut memicu kemelaratan warga Argentina.

Bahkan kebijakan terbaru Bank Sentral Argentina baru-baru ini bisa dianggap memicu peralihan peralihan peso ke Bitcoin. Bank Sentral Argentina mengatakan adanya pembatasan akses terhadap dolar AS yang mulai berlaku di Argentina sejak 2 September. Langkah itu dilakukan ketika pemerintah Argentina berusaha untuk mengendalikan hilangnya cadangan devisa yang cepat dan untuk mempercepat devalusi mata uang peso.

Menurut bank sentral warga dilarang membeli uang dolar AS lebih dari US$10.000 sebulan tanpa izin dari bank sentral. Bagi perusahaan-perusahan yang ingin membeli dolar AS lebih sedikit dari angka itu bahwa memerlukan izin khusus dari bank sentral. Kemudian, dolar AS yang diperoleh dari hasil ekspor harus masuk ke kas perusahaan paling lama lima hari sejak dibayarkan. Sedangkan bagi perusahaan importir harus mendapatkan izin untuk melakukan pembayaran. [pet/red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait