Minyak Anjlok 25 Persen Setelah Arab Saudi Pangkas Harga

Harga minyak anjlok sekitar 25 persen pada hari ini, menuju kerugian harian terbesar sejak 1991, setelah Arab Saudi memangkas harga dan menetapkan rencana untuk peningkatan besar dalam produksi minyak mentah pada April nanti.

Harga minyak turun sebanyak 31 persen setelah langkah Arab Saudi untuk memulai perang harga setelah Rusia menolak membuat penurunan tajam produksi yang diusulkan oleh OPEC untuk menstabilkan pasar minyak yang dilanda kekhawatiran atas penyebaran global virus Corona.

Minyak mentah Brent di pasar berjangka turun US$11,31, atau 25 persen pada US$33,96 per barel pada 03:19 GMT, setelah sebelumnya turun ke US$31,02. Capaian itu terendah sejak 12 Februari 2016. Brent berjangka berada di jalur untuk penurunan harian terbesar sejak 17 Januari 1991, pada awal Perang Teluk pertama.

Minyak mentah US West Texas Intermediate (WTI) turun US$10,73, atau 26 persen menjadi US$30,55 per barel, setelah menyentuh US$30, terendah sejak 22 Februari 2016. Di Amerika Serikat juga demikian, menuju penurunan terbesar sejak Januari 1991.

“Saya pikir semua ini sudah di luar perkiraan. Sepertinya semua berlomba-lomba menuju ke bawah,” kata Jonathan Barratt, Kepala Investasi di Probis Securities, Sydney, dilansir dari Reuter pagi ini.

Sementaran itu, perpecahan terjadi pada “Kelompok OPEC +”, yang terdiri dari OPEC plus produsen lain termasuk Rusia, yang mengakhiri lebih dari tiga tahun kerja sama dalam mendukung pasar. Yang terbaru adalah mereka menolak bekerjasama dalam menstabilkan harga minyak di bawah ancaman dari dampak ekonomi dari wabah virus Corona.

Arab Saudi malah berencana untuk meningkatkan produksi minyak mentahnya di atas 10 juta barel per hari April mendatang, setelah kesepakatan saat ini untuk membatasi produksi berakhir pada akhir Maret.

“Arab Saudi dan Rusia memasuki perang harga minyak yang cenderung terbatas dan taktis. Kengerian pasar mungkin berlangsung hingga beberapa minggu bahkan beberapa bulan ke ke depan, sampai mereka berkompromi,” kata Eurasia Group.

Arab Saudi membuka perang harga dengan memotong harga jual resminya untuk bulan April untuk semua kadar minyak mentah ke semua tujuan pasar antara US$6 dan US$8 per barel.

Sementara itu, upaya Tiongkok untuk menekan penyebaran wabah virus Corona telah mengganggu ekonomi terbesar kedua di dunia itu dan membatasi pengiriman ke importir minyak terbesar.

Dan penyebaran virus ke ekonomi utama lainnya seperti Italia dan Korea Selatan dan meningkatnya jumlah kasus di Amerika Serikat, telah meningkatkan kekhawatiran bahwa permintaan minyak akan merosot tahun ini.

Bank-bank besar seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs telah memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan mereka. Morgan Stanley meramalkan Tiongkok akan memiliki pertumbuhan permintaan nol pada tahun 2020. Goldman melihat kontraksi 150.000 barel per hari dalam permintaan global.

Goldman Sachs memangkas perkiraan untuk Brent menjadi US$30 untuk kuartal kedua dan ketiga tahun 2020. Di pasar lain, dolar turun tajam terhadap yen. Bahkan pasar saham Asia ditetapkan jatuh besar dan emas melambung ke level tertinggi sejak 2013, karena investor melarikan diri ke safe haven. [Reuters/red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait