Bitcoin (BTC) kembali menjadi sorotan setelah seorang peraih Nobel memperingatkan bahwa aset digital ini mungkin akan kehilangan seluruh nilainya, jadi nol, dalam satu dekade ke depan.
Pernyataan ini datang di tengah lonjakan harga BTC pasca pemilu AS, namun beberapa ahli melihat tanda-tanda kehancuran seperti yang terjadi pada NFT pada 2021.
Boom Pasca Pemilu dan Pengaruh Trump di Dunia Kripto
Setelah kemenangan Donald Trump atas Kamala Harris dalam pemilu November 2024, Bitcoin mengalami lonjakan tajam, mencapai rekor tertinggi dalam sejarahnya. Hal ini tidak terlalu mengejutkan mengingat Trump dikenal sebagai pendukung kripto dan bahkan menjadi Presiden AS pertama yang menggunakan aset digital ini untuk bertransaksi.
Tidak hanya itu, baik Trump maupun Melania telah meluncurkan meme coin mereka sendiri, yang memicu kontroversi setelah banyak investor mengalami kerugian besar.
Sementara Trump berhasil meraup jutaan dari proyek kripto pribadinya, Nobel Laureate Eugene Fama justru melihat Bitcoin sebagai aset yang tidak berharga dalam jangka panjang.
Bitcoin Bakal Jadi Nol Â
Berdasarkan laporan Chicago Booth, Eugene Fama, yang dikenal sebagai “Bapak Keuangan Modern,” memberikan pandangan pesimistis terhadap Bitcoin. Menurutnya, mata uang digital ini tidak memiliki nilai intrinsik, tidak cocok digunakan sebagai alat tukar dan sulit diterapkan dalam sistem perbankan yang teratur.
Dalam sebuah wawancara dalam podcast Capitalisn’t, Fama mengungkapkan bahwa volatilitas harga Bitcoin membuatnya sulit diterima sebagai alat pembayaran.
“Mereka tidak memiliki nilai riil yang stabil. Anda tahu, mereka memiliki nilai riil yang sangat bervariasi. Jenis alat tukar seperti itu seharusnya tidak bisa bertahan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fama menyoroti perbedaan mendasar antara Bitcoin dan mata uang fiat. Jika dolar AS didukung oleh pemerintah dan memiliki jaminan nilai, Bitcoin tidak memiliki otoritas pusat yang menjamin keberlanjutannya.
Dengan kata lain, Bitcoin hanya bernilai selama ada permintaan terhadapnya, dan jika permintaan itu menghilang, nilainya bisa turun hingga nol.
Risiko Bubble dan Ancaman Kehancuran BitcoinÂ
Fama membandingkan Bitcoin dengan ledakan gelembung NFT pada 2021, di mana pasar yang sebelumnya berkembang pesat tiba-tiba anjlok hingga banyak koleksi digital kehilangan nilainya sepenuhnya. Ia percaya hal serupa dapat terjadi pada Bitcoin jika permintaan mulai menghilang.
Profesor Luigi Zingales, yang turut hadir dalam podcast, menambahkan bahwa salah satu permasalahan mendasar Bitcoin adalah keterbatasan suplai yang disengaja.
“Masalah dengan semua kripto adalah, untuk menciptakan kepercayaan dalam sistem, Anda harus membatasi pasokan. Dan begitu Anda membatasi pasokan, harga sepenuhnya ditentukan oleh permintaan,” ujarnya.
Hal ini berarti Bitcoin tidak memiliki nilai fundamental yang dapat menopangnya dalam jangka panjang. Jika gelombang adopsi melambat atau regulasi semakin ketat, permintaan dapat menurun drastis, meninggalkan investor dalam ketidakpastian.
Bisakah Bitcoin Bertahan?
Ketika ditanya apakah Bitcoin benar-benar akan jatuh hingga jadi nol, Fama menjawab dengan skeptis, mengatakan bahwa itu hampir pasti terjadi. Namun, ia juga mengakui bahwa pasar memiliki ketidakpastian dan ada kemungkinan Bitcoin masih akan bertahan lebih lama dari yang ia perkirakan.
Fama bahkan secara terbuka berharap Bitcoin mengalami kehancuran untuk membuktikan teorinya tentang pasar modal yang efisien.
“Saya berharap Bitcoin akan runtuh, karena jika tidak, kita harus mengulang kembali teori moneter dari awal,” ujarnya.
Meskipun Bitcoin sempat mencapai puncaknya di US$109.114,88 pada Januari 2025, sinyal-sinyal kejatuhan mulai terlihat dengan anjloknya harga akibat respons pasar terhadap tarif perdagangan AS.
Dengan kondisi ini, banyak investor mulai mempertanyakan apakah Bitcoin benar-benar akan bertahan sebagai aset bernilai, atau hanya sekadar gelembung spekulatif yang menunggu saatnya pecah dan sirna untuk menjadi bagian dari sejarah. [st]