Rupiah Kembali ke Level Krisis 1998, Apa yang Dapat Dilakukan Bank Indonesia?

Rupiah mengalami tekanan yang sangat keras, menyentuh level Rp16.800 per dolar AS sejak krisis 1998, di antara beberapa mata uang negara lain di Asia Tenggara. Pelemahan nilai tukar ini erat kaitannya dengan peran Bank Sentral dalam melakukan manajemen mata uang asing.

OLEH: Douglas Tan
Pelaku Pasar Modal dan Pendiri BullWhales

Bank Sentral setiap negara memiliki dual mandate untuk menjaga kestabilan harga, tingkat pengangguran yang rendah, termasuk terciptanya tingkat suku bunga jangka panjang yang adil.

Di tengah ketakutan akan pandemi COVID-19 menekan laju ekonomi global, bank sentral mengambil langkah tegas guna menjalankan dual mandate itu. Salah satunya dengan menerapkan kebijakan dollar/currency swap line, guna mendapatkan akses dolar yang murah dari The Fed.

Alurnya dimulai dari penyediaan komoditas bernilai dolar AS oleh The Fed terhadap bank-bank sentral negara lain yang ditunjuk. Pada saat bersamaan, bank-bank sentral itu menyediakan mata uang lokalnya, setara dengan nilai dolar AS, sesuai dengan harga pasar pada saat itu (transaksi pertama).

Pihak-pihak yang terkait, dalam hal ini The Fed dengan bank-bank sentral itu kemudian bersepakat untuk menukarkan kembali dolar AS terhadap mata uang lokal masing-masing pada waktu yang sudah ditentukan di masa yang akan datang.

Jangka waktunya beragam, mulai dari 1 hari, hingga beberapa bulan, menggunakan nilai tukar pasar yang sama seperti waktu inisiasinya (transaksi kedua).

Dikarenakan termin dan syarat dari transaksi kedua sudah ditetapkan sebelumnya, maka fluktuasi dalam nilai tukar sepanjang tenor, tidak akan mengubah jumlah yang akan dikembalikan.

Dengan demikian, operasi swap ini tidak akan dipengaruhi risiko nilai tukar ataupun risiko pasar lainnya.

Pada tanggal 19 Maret 2020, selain memberikan fasilitas dollar swap line kepada Bank of Canada, Bank of England, European Central Bank, Bank of Japan dan Swiss National Bank, The Fed melakukan penambahan mitra bank sentral guna kemudahan akses dolar pada bank sentral lain seperti Reserve Bank of Australia, Banco Central do Brasil termasuk Danmarks Nationalbank.

Bank of Korea, Banco de Mexico, Norges Bank, Monetary Authority of Singapore dan Sveriges Riksbank (Swedia), secara temporer minimum sebesar 6 bulan.

Negara dengan fasilitas swap line temporer tambahan ini mendapatkan fasilitas serupa pada krisis 2008, di mana jangka waktunya berakhir setelah ekonomi berangsur pulih.

Terbukti setelah fasilitas dollar swap line diberlakukan, beberapa mata uang negara-negara tersebut mengalami apresiasi terhadap dolar AS (penguatan mata uang lokal terhadap dolar AS), seperti tertera pada beberapa chart berikut.

Reserve Bank of Australia dengan fasilitas swap line berhasil menekan pelemahan AUD terhadap USD persis setelah 19 Maret 2020.
Bank of Korea dengan fasilitas swap line berhasil menekan pelemahan KRW terhadap USD persis setelah 19 Maret 2020.
Danmark Nationalbank dengan fasilitas swap line berhasil menekan pelemahan Krona terhadap USD persis setelah 19 Maret 2020.

Strategi swap line terbukti berhasil menekan pelemahan mata uang lokal terhadap dolar AS di tiap-tiap negara tersebut.

Lantas apakah swap line dapat berhasil menekan penguatan dolar AS terhadap rupiah? Salah satu langkah yang dapat dilakukan segera oleh Bank Indonesia adalah mengajukan fasilitas dollar swap line kepada The Fed, guna mendapatkan akses dolar murah langsung dari sumbernya.

Hal ini akan membangkitkan gairah pelaku pasar akan kepastian nilai tukar USD/IDR di masa yang akan datang, menangkal kecemasan akan masa depan.

Yang menjadi pertanyaan adalah, sudahkah Anda melepas dolar anda, sebelum Bank Indonesia mendapatkan fasilitas swap line tersebut? [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait