Rusia Dikeluarkan dari Sistem SWIFT, Putin Siap Beralih ke Kripto?

Keputusan Amerika Serikat (AS) dan NATO untuk mengeluarkan Rusia dari sistem SWIFT bisa jadi akan menyebabkan pukulan balik yang menghancurkan. Langkah ini juga dapat menyebabkan kehancuran dolar dan mengakhiri kekuasaannya sebagai mata uang cadangan global. Atau malah sedang dimulai?

Sejak puncak Perang Dingin dan serangan 2014 ke Ukraina (berujung pada aneksasi Crimea), ketegangan kini semakin tinggi antara Barat dan Rusia, tatkala Ukraina “dimasuki” militer Rusia sejak Kamis pekan lalu.

Jadilah AS dan sekutu pun sepakat mengeluarkan Rusia dari sistem SWIFT guna membatasi akses negara Eropa Timur itu dari sistem perbankan internasional untuk perdagangan.

Presiden AS Joe Biden mengumumkan sanksi pada hari Kamis yang bertujuan membatasi kemampuan Rusia untuk melakukan bisnis dalam dolar, euro, pound dan yen. Di antara targetnya adalah lima bank besar Rusia termasuk Sberbank dan VTB yang didukung negara, dua pemberi pinjaman terbesar di negara itu.

Apakah ini pertanda kuat Rusia siap masuk menggunakan blockchain-kripto sebagai alternatif sistem pembayaran, ketika perusahaan besar seperti JPMorgan Chase dan Citigroup juga mendukung larangan itu?

Apa Itu SWIFT?

SWIFT adalah singkatan dari The Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication yang didirikan pada tahun 1973 di Belgia. SWIFT sebenarnya organisasi berbentuk koperasi yang memiliki layanan dengan nama yang sama untuk mempermudah transaksi perbankan secara global, termasuk dalam sistem perdagangan antar negara.

SWIFT bekerja dengan memberikan kode unik pada masing-masing lembaga keuangan. Kode ini secara bergantian disebut sebagai kode pengenal bank, kode SWIFT, ID SWOFT, atau kode ISO 9362.

Lebih dari 11.000 lembaga keuangan di hampir 200 negara menggunakan SWIFT menjadikannya tulang punggung sistem transfer keuangan internasional.

“Ini berarti akan ada bencana di pasar mata uang Rusia pada Senin (28/2/2022). Saya pikir mereka akan berhenti berdagang dan kemudian nilai tukar akan diperbaiki pada tingkat buatan seperti di masa Soviet,” ungkap mantan wakil ketua bank sentral Rusia, Sergei Aleksashenko.

Selain itu, keputusan SWIFT juga akan memberikan kejutan kepada perusahaan Rusia dan pelanggan asing mereka, khususnya pembeli ekspor minyak dan gas alam mata uang dolar AS.

“Pemutusan tersebut akan menghentikan semua transaksi Internasional, memicu volatilitas mata uang, dan menyebabkan arus keluar modal besar-besaran,” ungkap rekan tamu di Institut Urusan Internasional Finlandia Maria Shagina dikutip dari CNN.

Walaupun didirikan di Eropa, AS punya andil dan kendali ketat terhadap sistem itu, karena bisa digunakan untuk memberikan sanksi kepada negara-negara yang dianggap musuh.

Iran misalnya, yang menolak menghentikan program nuklirnya, tidak bisa menggunakan SWIFT. Sistem ini juga menghambat negara lain untuk berinvestasi di negara itu, karena tidak bisa mengirimkan dolar ke Iran.

Akibatnya ekonomi Iran lumpuh dan menderita sejak itu. Maka, mengeluarkan Rusia dari sistem SWIFT seperti Iran, dari sistem keuangan global itu, bisa jadi akan menimbulkan pukulan balik yang tidak terduga.

Tindakan terhadap Iran, da juga Venezuela menunjukkan kepada Rusia dan Tiongkok bahwa Washington dan Wall Street secara terpusat mengontrol sistem pembayaran internasional, dan mereka dapat mengirim ekonomi suatu negara kembali ke sistem barter.

Rusia, Tiongkok, dan De-dolarisasi

Ketika Tiongkok merintis gerakan de-dolarisasi, Rusia ikut langkah itu sebelum serangan Ukraina. Pada tahun 2021, Bank Sentral Rusia menjual cadangan dolar AS setara US$583 miliar, dilansir dari Bloomberg. Rusia kini memegang lebih banyak emas daripada dolar dengan Euro sebagai mata uang yang paling banyak dipegang dan 12 persen kepemilikannya adalah yuan.

Perusahaan milik negara di Rusia, termasuk perusahaan minyak terbesar ke-10 di dunia Rosneft, telah menghapus dolar dari semua transaksi, dan semua aset dolar telah dihapus dari dana kekayaan negara Rusia.

Pun lagi, menolak menggunakan dolar lagi karena nilai dolar pada dasarnya sudah menurun dan kurang menarik. Maka, tidaklah heran negara lain mencapai pilihan lainnya.

Baik pemimpin Tiongkok dan Rusia melihat kendali terpusat dari sistem keuangan global oleh AS sebagai masalah keamanan nasional.

Gerakan seperti itu terlihat juga di negara lain, seperti Brasil, India, dan Afrika Selatan dan bisa jadi akan lebih cepat, ketika sanksi semakin gencar oleh Barat.

Langkah Setelah Rusia Tak Pakai SWIFT

Sanksi terhadap Rusia tak bisa lagi menggunakan sistem SWIFT akan mendorong negara itu mencari alternatif sistem lain yang terbuka tanpa kontrol negara lain.

Pada prinsip umum, di kondisi seperti ini Rusia diberikan keleluasaan untuk memperdagangkan emas, atau yuan mereka. Namun sistem perdagangan emas praktis juga punya negara pengendali seperti Inggris.

Di satu sisi, Bitcoin sebagai sebuah sistem uang elektronik bisa dijadikan alternatif untuk pengiriman uang.

Memang sistem Bitcoin punya keterbatasan, mulai dari kecepatan, nominal uang hingga nilai tukarnya. Pun jika tak memungkinkan, sistem blockchain lain yang lebih mumpuni yang keunggulannya setara sistem SWIFT, bisa diterapkan, seperti blockchain Solana dan lain sebagainya.

Dikutip dari Al Jazeera, Direktur Think-Tank Bruegel yang berbasis di Brussel, Guntram Wolff mengatakan secara taktik keuntungan dan kerugian opsi pelarangan menggunakan SWIFT ini masih bisa diperdebatkan.

Rusia notabenenya adalah pengekspor minyak dan gas paling signifikan di Eropa, sehingga mengecualikannya akan memberi konsekuensi yang besar pula bagi banyak negara.

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengakui opsi itu cukup sensitif, karena dapat menjadi bumerang terutama untuk negara-negara Eropa yang menerima 41 persen gas alam dari Rusia. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait